TPDI Minta Media Tidak Mencampuradukkan Opini dan Fakta

Selasa, 26 Januari 2021 - 16:52 WIB
Praktisi hukum dan koordinator TPDI, Petrus Selestinus meminta kepada media massa tidak mencampuradukkan antara opini dan fakta dalam sebuah pemberitaan. FOTO/FACEBOOK/RELAWAN PETRUS SELENTINUS
JAKARTA - Praktisi hukum dan koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus meminta kepada media massa tidak mencampuradukkan antara opini dan fakta dalam sebuah pemberitaan.

Hal itu merespons judul berita pada cover depan sebuah majalah ternama yang terpampang wajah Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery bertuliskan BANCAKAN BANSOS BANTENG.

"Nampak sangat jelas judul dan gambar wajah Herman Hery dibuat berdasarkan imajinasi yang diolah dari persepsi dan opini Wartawan sebuah majalah ternama tersebut, sehingga memberi ruang kepada publik untuk bebas tafsir, tanpa memberi pesan positif untuk publik," kata Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, Selasa (26/1/2021).





Penulisan judul pada cover depan majalah tersebut dapat dipastikan tidak bersumber dari sumber resmi KPK, tersangka atau Saksi, dengan demikian penulisan judul hanya berdasarkan pada imajinasi dan opini, tanpa didukung fakta dan kebenaran dari fakta-fakta yang subjektif yang memerlukan klarifikasi dan validasi, tetapi diabaikan.

"Dengan kata lain penulisan pada cover majalah tersebut sama sekali tidak didasarkan pada fakta-fakta yang valid atau yang tervalidasi, tapi telah menjadikan Herman Hery sebagai "target operasi", mendahului KPK selaku pihak yang berwenang melakukan penyelidikan dengan sistem yang ketat terkait dugaan keterkaitan Herman Hery dengan paket Sembako Covid-19," katanya.

"Di dalam Peraturan Kode Etik Jurnalistik, dikatakan bahwa Wartawan Indonesia, menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini sendiri (Wartawan)," ujarnya.



Padahal, menurutnya, KPK baru menyatakan bahwa pihak-pihak yang ada keterkaitan dan didukung bukti-bukti akan dilakukan penyelidikan secara terpisah dengan perkara Juliari P Batubara dkk. Artinya terlalu prematur majalah tersebut mengekspose laporannya.

"Namun majalah tersebut justru sudah terlanjur mencampur aduk opini wartawan dengan fakta lapangan yang tidak objektif dan tidak valid, itu yang dilarang oleh UU Pers dan Kode Etik Pers, tetapi dilanggar dengan segala akibat hukumnya, termasuk Konsekuensi kemungkinan akan ada tuntutan balik dari pihak lain yang merasa dirugikan," katanya.

Apalagi, menurutnya, sistem KPK hanya membuka informasi dari Jubir KPK atau dari para tersangka dugaan korupsi dana bansos, dan hanya pada dua organ itu, sumber berita dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi sejak terjadi OTT hingga sekarang, mengenai dugaan keterkaitan Herman Hery dalam Paket Sembako Bansos, KPK belum menjelaskan secara resmi kepada media, karena memang belum masuk pada fase penyelidikan.

"Terkait upaya majalah ternama tersebut, mengkait-kaitkan Herman Hery dalam pusaran korupsi suap dana bansos, KPK secara tegas dan profesional menegaskan bahwa KPK bekerja berdasarkan sistem dan sistem itu mengharuskan KPK hanya bertindak berdasarkan temuan dalam penyelidikan, apakah terdapat keterkaitan dengan peristiwa pidana yang disangkakan kepada Juliari Batubara dkk. atau tidak," katanya.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More