DR Maqdir Ismail Minta KPK Hapus Status DPO Sjamsul Nursalim
Minggu, 24 Januari 2021 - 21:15 WIB
JAKARTA - Advokat senior Dr Maqdir Ismail menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa saja membentuk satuan khusus pemburu tersangka yang masuk daftar pencarian orang (DPO), namun tidak bisa semuanya dijadikan target.
“Adalah tidak tepat dan merupakan perbuatan melawan hukum, kalau Satgas KPK mencari orang dalam DPO terkait kasus yang pelaku utamanya telah dinyatakan bebas atau tidak melakukan perbuatan pidana, menurut putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tegas Maqdir Ismail kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (23/1/2021).
Ahli hukum ini mencontohkan perkara Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjih S. Nursalim (IN). Dia menilai penetapan status tersangka kepada keduanya sudah tidak valid sejak adanya putusan MA yang membebaskan Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).
“Sudah tidak valid, karena perkara beliau berdua itu berasal dari penetapan SAT sebagai tersangka,” tandasnya. (Baca juga; Sandiaga Pastikan Bantuan untuk UMKM Parekraf Tak Berbelit-belit )
SN dan IN terseret dalam perkara mantan Kepala BPPN SAT. Hal itu juga disampaikan Jaksa KPK dalam tuntutannya. Namun Mahkamah Agung (MA) telah membebaskan SAT. Dalam putusannya, MA menilai SAT tidak melakukan tindak pidana.
“Putusan ini secara hukum bermakna sangkaan atau dugaan terhadap Dorojatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim, adalah tidak benar dan tidak berdasar. Sehingga status tersangka yang terlanjur disematkan kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim otomatis gugur demi hukum,” tandas Maqdir Ismail.
Untuk itu, advokat senior ini menjelaskan, sepatutnya pimpinan KPK berani melakukan koreksi dengan menghentikan penyidikan serta penghapusan status DPO terhadap SN dan IN. Menurut dia, hal itu diperlukan untuk menunjukkan bahwa negara hukum Republik Indonesia menghormati putusan pengadilan sebagai benteng terakhir dalam penegakan hukum.
“Pimpinan KPK tidak perlu merasa gamang apalagi merasa bersalah dalam menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” lanjutnya. (Baca juga; Pakai Masker Diperkirakan hingga Tahun 2025, Pakar Epidemiologi: Bisa Jadi )
“Jika penghentian penyidikan dan penghapusan status DPO tidak segera dilakukan, maka timbul potensi pelanggaran HAM oleh Negara terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim. Penghentian penyidikan juga akan menjadi bukti bahwa KPK menjunjung tinggi hukum dan menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap secara adil dan benar,” tutup Maqdir.
“Adalah tidak tepat dan merupakan perbuatan melawan hukum, kalau Satgas KPK mencari orang dalam DPO terkait kasus yang pelaku utamanya telah dinyatakan bebas atau tidak melakukan perbuatan pidana, menurut putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tegas Maqdir Ismail kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (23/1/2021).
Ahli hukum ini mencontohkan perkara Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjih S. Nursalim (IN). Dia menilai penetapan status tersangka kepada keduanya sudah tidak valid sejak adanya putusan MA yang membebaskan Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).
“Sudah tidak valid, karena perkara beliau berdua itu berasal dari penetapan SAT sebagai tersangka,” tandasnya. (Baca juga; Sandiaga Pastikan Bantuan untuk UMKM Parekraf Tak Berbelit-belit )
SN dan IN terseret dalam perkara mantan Kepala BPPN SAT. Hal itu juga disampaikan Jaksa KPK dalam tuntutannya. Namun Mahkamah Agung (MA) telah membebaskan SAT. Dalam putusannya, MA menilai SAT tidak melakukan tindak pidana.
“Putusan ini secara hukum bermakna sangkaan atau dugaan terhadap Dorojatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim, adalah tidak benar dan tidak berdasar. Sehingga status tersangka yang terlanjur disematkan kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim otomatis gugur demi hukum,” tandas Maqdir Ismail.
Untuk itu, advokat senior ini menjelaskan, sepatutnya pimpinan KPK berani melakukan koreksi dengan menghentikan penyidikan serta penghapusan status DPO terhadap SN dan IN. Menurut dia, hal itu diperlukan untuk menunjukkan bahwa negara hukum Republik Indonesia menghormati putusan pengadilan sebagai benteng terakhir dalam penegakan hukum.
“Pimpinan KPK tidak perlu merasa gamang apalagi merasa bersalah dalam menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” lanjutnya. (Baca juga; Pakai Masker Diperkirakan hingga Tahun 2025, Pakar Epidemiologi: Bisa Jadi )
“Jika penghentian penyidikan dan penghapusan status DPO tidak segera dilakukan, maka timbul potensi pelanggaran HAM oleh Negara terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim. Penghentian penyidikan juga akan menjadi bukti bahwa KPK menjunjung tinggi hukum dan menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap secara adil dan benar,” tutup Maqdir.
(wib)
tulis komentar anda