Seaglider di Selayar Diduga Perangkat Mata-Mata, Bukan Milik Swasta
Senin, 04 Januari 2021 - 16:28 WIB
DEPOK - Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono telah menyampaikan bahwa benda yang ditemukan oleh nelayan di Selayar, Sulawesi Selatan merupakan seaglider , bukan drone. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menduga seaglider itu merupakan perangkat mata-mata, bukan milik swasta.
Seaglider dilengkapi dengan sejumlah sensor yang dapat merekam antara lain kedalaman laut, arah arus, suhu, kadar oksigen, kesuburan laut, hingga suara ikan. Namun, KSAL menyampaikan tidak dapat dipastikan siapa pemilik dari seaglider tersebut.
"Ini menambah kuat dugaan seaglider merupakan perangkat mata-mata dan bukan dimiliki oleh swasta," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, Senin (4/1/2021).
Menurut Hikmahanto, dalam dunia intelijen berbagai instrumen yang digunakan bahkan para agen intelijen bekerja secara senyap dan apa pun atribut terutama yang terkait dengan negara sengaja dihilangkan. Tujuannya satu, agar bila terkuak tidak mudah negara yang dimata-matai dengan mudah menuding.
( ).
"Bahkan bila agen intelijen yang terkuak melakukan tindakan mata-mata maka negara si agen tersebut tidak akan mengakui tindakan agen tersebut. Oleh karenanya, perlu kesabaran dan kecerdasan untuk mengungkap siapa pemilik seaglider . Untuk mengetahui bila kemampuan di dalam negeri tidak memadai, Indonesia tentu bisa menghubungi berbagai pakar dunia yang mendalami hal ini melalui perwakilan Indonesia di seluruh dunia," jelas Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu.
( ).
Lebih lanjut dia menjelaskan, dalam konteks saat ini maka ada baiknya sambil menunggu kepastian Kemlu membuat pernyataan keras yang ditujukan kepada siapa pun negara bila saatnya terkuak memata-matai Indonesia, Indonesia tidak akan segan-segan melakukan tindakan yang keras dan tegas. Indonesia saat Presiden dijabat oleh SBY pernah melakukan tindakan tegas saat diduga ada penyadapan oleh intelijen Australia. "Saat itu Dubes Indonesia untuk Australia dipanggil pulang untuk beberapa waktu dan sejumlah kerja sama Indonesia dan Australia dibekukan," pungkasnya.
Seaglider dilengkapi dengan sejumlah sensor yang dapat merekam antara lain kedalaman laut, arah arus, suhu, kadar oksigen, kesuburan laut, hingga suara ikan. Namun, KSAL menyampaikan tidak dapat dipastikan siapa pemilik dari seaglider tersebut.
"Ini menambah kuat dugaan seaglider merupakan perangkat mata-mata dan bukan dimiliki oleh swasta," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, Senin (4/1/2021).
Menurut Hikmahanto, dalam dunia intelijen berbagai instrumen yang digunakan bahkan para agen intelijen bekerja secara senyap dan apa pun atribut terutama yang terkait dengan negara sengaja dihilangkan. Tujuannya satu, agar bila terkuak tidak mudah negara yang dimata-matai dengan mudah menuding.
( ).
"Bahkan bila agen intelijen yang terkuak melakukan tindakan mata-mata maka negara si agen tersebut tidak akan mengakui tindakan agen tersebut. Oleh karenanya, perlu kesabaran dan kecerdasan untuk mengungkap siapa pemilik seaglider . Untuk mengetahui bila kemampuan di dalam negeri tidak memadai, Indonesia tentu bisa menghubungi berbagai pakar dunia yang mendalami hal ini melalui perwakilan Indonesia di seluruh dunia," jelas Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu.
( ).
Lebih lanjut dia menjelaskan, dalam konteks saat ini maka ada baiknya sambil menunggu kepastian Kemlu membuat pernyataan keras yang ditujukan kepada siapa pun negara bila saatnya terkuak memata-matai Indonesia, Indonesia tidak akan segan-segan melakukan tindakan yang keras dan tegas. Indonesia saat Presiden dijabat oleh SBY pernah melakukan tindakan tegas saat diduga ada penyadapan oleh intelijen Australia. "Saat itu Dubes Indonesia untuk Australia dipanggil pulang untuk beberapa waktu dan sejumlah kerja sama Indonesia dan Australia dibekukan," pungkasnya.
(zik)
tulis komentar anda