Tindakan Dua Stafsus Presiden Dinilai Rusak Sistem Ketatanegaraan
Jum'at, 17 April 2020 - 05:15 WIB
JAKARTA - Tindakan dua staf khusus milenial Presiden Joko Widodo (Jokowi), Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Devara dinilai telah merusak sistem ketatanegaraan.
Apa yang mereka lakukan, tidak bisa dibenarkan dari sudut pandang manapun. "Apa yang dilakukan dua stafsus ini sangat ceroboh. Mereka mengambil proyek pemerintah dalam konteks corona ini dan menggunakan perusahaan pribadi. Ini sesungguhnya dalam ilmu politik ini namanya abuse of power, selain juga conflic of interest. Mereka menggunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk mengambil kepentingan pribadi," ungkap pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, Kamis (16/4/2020).
Menurut dia, apa yang dilakukan kedua stafsus ini nyata-nyata menampar muka Presiden Jokowi. "Sangat jelas dan clear karena tak ada publik yang membenarkan itu, dan secara hukum juga tak ada yang membenarkan. Dan juga sudah mengakui kekeliruan dan mencabut surat itu, walaupun yang Devara masih membantah itu, tapi masyarakat ini tidak bodoh,” katanya. (Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Bisa Munculkan Konflik Agraria)
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengatakan, meski keduanya berdalih profesional, namjun siapapun bisa membela diri dan membuat alasan pembenaran. Faktanya, perusahaan kedua stafsus milenial itu ikut bermain dalam proyek penanggulangan corona.
"Itu keteledoran yang dilakukan stafsus. Sesungguhnya kalau dia mau jadi profesional, tidak usah dia jadi stafsus. Dia bekerja saja profesional. Itu yang harus dipahami. Bantahan-bantahan itu kan tidak menolong," tandasnya.
Karena itu, menurut Ujang, keduanya tidak cukup hanya diberi teguran keras saja, namun harus dicopot karena ulah koruptif tidak bisa ditolerir. "Mereka sudah meluluhlantakkan hukum administrasi negara, merusak sistem ketatanegaraan. Ini yang sesungguhnya sangat berbahaya dalam konteks sistem tata kelola pemerintahan yang baik," paparnya.
Menurut Ujang, apa yang disebut dengan praktif koruptif itu tidak hanya dengan mengambil uang negara saja, namun kebijakan yang menguntungkan pribadi penyelenggara negara itu juga bagian dari korupsi. "Oleh karena itu, wajar jika masyarakat sangat kaget dengan yang dilakukan dua stafsus itu. Karena apapun, dia posisinya ada di lingkaran Presiden, posisinya di Istana yang sangat strategis, dan itu membuat perusahaan yang dia pegang itu akan mendapatkan jalan dengan mudah," katanya.
Kritikan senada disampaikan Wakil Ketua Fraksi PAN DPR Saleh Partaonan Daulay. Anggota Komisi IX ini lebih menyoroti soal keterlibatan bisnis Belva Devara dalam program Kartu Prakerja yang sebenarnya diharapkan dapat mendatangkan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Selain soal anggarannya, ada banyak hal lain yang sangat perlu diperhatikan pada program Kartu Prakerja tersebut. Antara lain, soal kepesertaan, proses seleksi, persebaran kepesertaan, metode pelatihan, lembaga pelatihan, dan link and match-nya dengan dunia usaha.
Apa yang mereka lakukan, tidak bisa dibenarkan dari sudut pandang manapun. "Apa yang dilakukan dua stafsus ini sangat ceroboh. Mereka mengambil proyek pemerintah dalam konteks corona ini dan menggunakan perusahaan pribadi. Ini sesungguhnya dalam ilmu politik ini namanya abuse of power, selain juga conflic of interest. Mereka menggunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk mengambil kepentingan pribadi," ungkap pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, Kamis (16/4/2020).
Menurut dia, apa yang dilakukan kedua stafsus ini nyata-nyata menampar muka Presiden Jokowi. "Sangat jelas dan clear karena tak ada publik yang membenarkan itu, dan secara hukum juga tak ada yang membenarkan. Dan juga sudah mengakui kekeliruan dan mencabut surat itu, walaupun yang Devara masih membantah itu, tapi masyarakat ini tidak bodoh,” katanya. (Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Bisa Munculkan Konflik Agraria)
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengatakan, meski keduanya berdalih profesional, namjun siapapun bisa membela diri dan membuat alasan pembenaran. Faktanya, perusahaan kedua stafsus milenial itu ikut bermain dalam proyek penanggulangan corona.
"Itu keteledoran yang dilakukan stafsus. Sesungguhnya kalau dia mau jadi profesional, tidak usah dia jadi stafsus. Dia bekerja saja profesional. Itu yang harus dipahami. Bantahan-bantahan itu kan tidak menolong," tandasnya.
Karena itu, menurut Ujang, keduanya tidak cukup hanya diberi teguran keras saja, namun harus dicopot karena ulah koruptif tidak bisa ditolerir. "Mereka sudah meluluhlantakkan hukum administrasi negara, merusak sistem ketatanegaraan. Ini yang sesungguhnya sangat berbahaya dalam konteks sistem tata kelola pemerintahan yang baik," paparnya.
Menurut Ujang, apa yang disebut dengan praktif koruptif itu tidak hanya dengan mengambil uang negara saja, namun kebijakan yang menguntungkan pribadi penyelenggara negara itu juga bagian dari korupsi. "Oleh karena itu, wajar jika masyarakat sangat kaget dengan yang dilakukan dua stafsus itu. Karena apapun, dia posisinya ada di lingkaran Presiden, posisinya di Istana yang sangat strategis, dan itu membuat perusahaan yang dia pegang itu akan mendapatkan jalan dengan mudah," katanya.
Kritikan senada disampaikan Wakil Ketua Fraksi PAN DPR Saleh Partaonan Daulay. Anggota Komisi IX ini lebih menyoroti soal keterlibatan bisnis Belva Devara dalam program Kartu Prakerja yang sebenarnya diharapkan dapat mendatangkan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Selain soal anggarannya, ada banyak hal lain yang sangat perlu diperhatikan pada program Kartu Prakerja tersebut. Antara lain, soal kepesertaan, proses seleksi, persebaran kepesertaan, metode pelatihan, lembaga pelatihan, dan link and match-nya dengan dunia usaha.
Lihat Juga :
tulis komentar anda