Partisipasi Perempuan untuk Pertumbuhan Ekonomi
Sabtu, 19 Desember 2020 - 06:00 WIB
JAKARTA - Saat ini mempertahankan kesetaraan gender adalah suatu perjuangan panjang. Banyak tantangan yang masih membentang, mulai dari keluarga hingga norma budaya. Padahal jika dilihat dari sisi ekonomi, perempuan mampu meningkatkan produktivitas perekonomian .
Riset McKinsey menyebutkan, jika partisipasi kerja perempuan naik hingga 56% di 2025, produk domestik bruto (PDB) dapat bertambah hingga USD135 miliar. Banyak studi lain yang juga menunjukkan apabila sektor-sektor ekonomi memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki, perekonomian akan mendapatkan keuntungan dalam produktivitas yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar "Menuju Planet 50:50 Kontribusi Bisnis pada Pencapaian SDG 5" mengatakan, jika negara memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dalam berpartisi di bidang ekonomi, produktivitas negara itu akan meningkat. (
)
"Nilainya bisa mencapai Rp28 triliun atau 26% dari GDP dunia," ujarnya. Untuk mewujudkan hal tersebut negara harus menyokong dengan berbagai kebijakan yang mendukung perempuan. Sebab perempuan tidak sama seperti laki-laki. Secara biologis perempuan akan menanggung proses reproduksi, paling tidak selama sembilan bulan. "Kewajiban lain menunggu, yakni membesarkan putra-putrinya. Ini yang menyebabkan perempuan tidak dalam posisi yang sama dengan laki-laki," ungkap Sri Mulyani.
Maka dari itu berbagai kebijakan harus bisa mengenali berbagai perbedaan kebutuhan tersebut tanpa menimbulkan diskriminasi. Kebijakan yang didesain mesti meminimalkan halangan bagi perempuan sehingga mereka bisa terus berpartisipasi secara maksimal baik dalam kehidupan keluarganya maupun di dalam pekerjaan dan kariernya.
Mengenai kebijakan, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPA) Agustina Erni mengatakan sudah ada Instruksi Presiden No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender yang mensyaratkan pengintegrasian isu gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional, baik itu di pusat maupun di daerah. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga memuat poin-poin penting mengenai pemenuhan hak-hak perempuan bekerja. ( )
Dia menegaskan kesetaraan gender sudah seharusnya diajarkan dari rumah. Anak-anak dapat mulai dikenalkan jika perempuan dapat mengambil peran ekonomi, selain menjadi pengurus keluarga.
"Saya melihat sudah ada pergeseran pemikiran yang luar biasa ini dari anak-anak muda. Sekarang mengasuh anak dilakukan oleh ibu dan ayah, begitu juga dalam urusan bekerja," ungkapnya.
Kini giliran negara dan perusahaan yang mendukung perempuan di tempat kerja untuk mendapatkan fasilitas yang sesuai agar dapat menjalankan fungsi reproduksinya dengan baik dan seimbang dengan peran mereka di publik seperti ruang laktasi hingga penitipan anak.
Riset McKinsey menyebutkan, jika partisipasi kerja perempuan naik hingga 56% di 2025, produk domestik bruto (PDB) dapat bertambah hingga USD135 miliar. Banyak studi lain yang juga menunjukkan apabila sektor-sektor ekonomi memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki, perekonomian akan mendapatkan keuntungan dalam produktivitas yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar "Menuju Planet 50:50 Kontribusi Bisnis pada Pencapaian SDG 5" mengatakan, jika negara memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dalam berpartisi di bidang ekonomi, produktivitas negara itu akan meningkat. (
Baca Juga
"Nilainya bisa mencapai Rp28 triliun atau 26% dari GDP dunia," ujarnya. Untuk mewujudkan hal tersebut negara harus menyokong dengan berbagai kebijakan yang mendukung perempuan. Sebab perempuan tidak sama seperti laki-laki. Secara biologis perempuan akan menanggung proses reproduksi, paling tidak selama sembilan bulan. "Kewajiban lain menunggu, yakni membesarkan putra-putrinya. Ini yang menyebabkan perempuan tidak dalam posisi yang sama dengan laki-laki," ungkap Sri Mulyani.
Maka dari itu berbagai kebijakan harus bisa mengenali berbagai perbedaan kebutuhan tersebut tanpa menimbulkan diskriminasi. Kebijakan yang didesain mesti meminimalkan halangan bagi perempuan sehingga mereka bisa terus berpartisipasi secara maksimal baik dalam kehidupan keluarganya maupun di dalam pekerjaan dan kariernya.
Mengenai kebijakan, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPA) Agustina Erni mengatakan sudah ada Instruksi Presiden No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender yang mensyaratkan pengintegrasian isu gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional, baik itu di pusat maupun di daerah. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga memuat poin-poin penting mengenai pemenuhan hak-hak perempuan bekerja. ( )
Dia menegaskan kesetaraan gender sudah seharusnya diajarkan dari rumah. Anak-anak dapat mulai dikenalkan jika perempuan dapat mengambil peran ekonomi, selain menjadi pengurus keluarga.
"Saya melihat sudah ada pergeseran pemikiran yang luar biasa ini dari anak-anak muda. Sekarang mengasuh anak dilakukan oleh ibu dan ayah, begitu juga dalam urusan bekerja," ungkapnya.
Kini giliran negara dan perusahaan yang mendukung perempuan di tempat kerja untuk mendapatkan fasilitas yang sesuai agar dapat menjalankan fungsi reproduksinya dengan baik dan seimbang dengan peran mereka di publik seperti ruang laktasi hingga penitipan anak.
tulis komentar anda