Bersama Kawal Kasus Penembakan Laskar FPI

Selasa, 15 Desember 2020 - 05:08 WIB
Kepolisian melakukan re konstruksi kasus penembakan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek, Minggu (13/12/2020) (Ilustrasi: Koran Sindo/Wawan Bastian)
MINGGU (13/12) malam, kepolisian mulai membuka pintu transparansi kasus penembakan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) lewat rekonstruksi kejadian di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek. Kendati bisa dibilang lambat, langkah kepolisian ini setidaknya menjadi starting point untuk menyibak tabir kematian anak buah Habib Rizieq Shihab (HRS) tersebut.

Kaget, geram, dan kecewa kala menyimpulkan pergelaran rekonstruksi adalah wajar. Demikian pula bagi yang berada di balik pendukung kerja polisi, sikap salut, bangga yang mereka ungkapkan adalah hal biasa. Lebih-lebih di era post truth saat ini, semua orang seolah bebas membuat narasi, menginterpretasi dan berupaya memengaruhi opini publik.

Yang terpenting, hak-hak warga negara dalam menyuarakan pendapatnya itu disampaikan dengan proporsional. Jangan sampai ada upaya menekan-nekan, apalagi diliputi dengan aksi kekerasan. Semua tentu menyepakati bahwa cara kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan berikutnya. Maka, cara itu bukanlah solusi yang hakiki.



Di luar gaduhnya informasi ranah media sosial yang kebanyakan minim dukungan fakta, sejumlah kalangan juga sudah proaktif berupaya mengungkap kasus ini seperti dilakukan Komisi III DPR dan Komnas HAM. Bahkan, kemarin, Komnas HAM telah memanggil Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran untuk diklarifikasi atas peristiwa tersebut. Ini lagi-lagi sebuah kemajuan dan langkah nyata ketimbang perang narasi yang tak berkesudahan.

Begitu besarnya perhatian publik dan berbagai lembaga infrastruktur maupun suprastruktur politik ini harus dimaknai sebagai wasilah untuk mendapatkan kesimpulan yang paling mendekati kebenaran. Aspek kebenaran ini harus menjadi muara yang perlu disepakati bersama untuk menjawab segala keraguan di balik insiden penembakan tengah malam di jalur bebas hambatan tersebut.

Memang, di balik rekonstruksi oleh polisi pada Minggu malam, tampak terlihat ada beberapa kerancuan-kerancuan. Di lain pihak, polisi tentu memiliki dalih yang tak kalah kuat untuk menjadi dasar kenapa enam laskar tersebut harus dihilangkan nyawanya. Sedemikiankah aksi para pengawal HRS itu membahayakan keselamatan aparat? Benarkah para laskar tersebut dibekali senjata api maupun senjata tajam? Secuil pertanyaan itulah yang di antaranya perlu segera dijawab oleh aparat.

Terbentuknya tim penyelidikan oleh Komnas HAM menjadi harapan besar publik akan terungkapnya kasus ini seterang-terangnya. Lebih dari itu, publik juga menunggu apakah kasus ini hanyalah insiden lapangan atau bagian dari kerangka besar (grand design) dari kelompok tertentu. Semua harus mampu dijawab tuntas. Publik juga didorong tak henti melakukan pengawalan kasus ini. Jangan sampai kasus ini “masuk angin” di tengah jalan.

Peristiwa penembakan di Km 50 Tol Cikampek pada Senin (14/12) dini hari tersebutmenjadi ujian besar bagi pemerintahan Joko Widodo. Keberhasilan mengungkap kasus ini dengan mendasarkan pada aspek kebenaran faktual akan menjadi bukti keseriusan dan keterbukaan pemerintah. Bisa jadi, imbas dari penyelidikan ini akan ada pihak-pihak yang harus mendapatkan sanksi dan hukuman karena kesalahannya. Bisa jadi pula, dampak terungkapnya insiden ini akan mengakibatkan dinamika politik kian terkontraksi.

Namun, di balik semua multiplier effect tersebut, keberanian mengungkap kasus ini hingga terang benderang adalah sebuah bentuk pertanggungjawaban kepemimpinan. Rumit dan pahit mungkin akan banyak dihadapi saat kasus ini terungkap. Namun, kemampuan pemimpin memberikan keadilan kepada bagi semua warga negara bakal menjadi warisan luhur yang terus dikenang.

(bmm)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More