Gelar Rekonstruksi Tewasnya 6 Laskar FPI, IPW: Ada 3 Pelanggaran SOP oleh Polisi
Senin, 14 Desember 2020 - 09:48 WIB
JAKARTA - Ketua Presidium IPW, Neta S Pane menyatakan, jajaran Polri sebagai aparatur negara yang Profesional, Modern, dan Terpercaya (Promoter) harus mau menyadari bahwa terjadi pelanggaran Standard Operating Procedure (SOP) dalam kasus kematian 6 anggota Laskar FPI pengawal pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Shihab (MRS) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
"Pelanggaran SOP itu membuat aparatur kepolisian melakukan pelanggaran HAM," ujar Neta kepada SINDOnews, Senin (14/12/2020). (Baca juga: Argo: 2 Anggota FPI Tewas di Km 50, 4 Lainnya Tewas karena Melawan di Dalam Mobil)
Neta berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut. IPW juga berharap Komnas HAM dan Komisi III DPR mau mencermati pelanggaran SOP yang kemudian menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam kematian anggota FPI. Dia mengatakan, jika mengacu hasil rekonstruksi yang diumumkan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono atas kematian enam anggota FPI itu, setidaknya IPW melihat ada tiga pelanggaran SOP yang dilakukan anggota Polri, terutama dalam kasus kematian empat anggota FPI di dalam mobil petugas kepolisian. (Baca juga: Dari Titik Inilah Peristiwa Tembak Mati 6 Anggota FPI Bermula)
Pertama, keempat anggota FPI yang masih hidup, setelah dua temannya tewas (versi polisi tewas dalam baku tembak) dimasukkan ke dalam mobil polisi tanpa diborgol. "Ini sangat aneh, Rizieq sendiri saat dibawa ke sel tahanan di Polda Metro Jaya tangannya diborgol aparat. Kenapa keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi itu tangannya tidak diborgol saat dimasukkan ke mobil polisi?" tuturnya. (Baca juga: Hari Ini, Komnas HAM Panggil Kapolda Metro Jaya Terkait Kasus 6 Laskar FPI)
Kedua, kata Neta, memasukkan keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi ke dalam mobil polisi yang berkapasitas delapan orang, yang juga diisi anggota polisi, adalah tindakan yang tidak masuk akal, irasional, dan sangat aneh. Ketiga, lanjut dia, anggota Polri yang seharusnya terlatih terbukti tidak Promoter dan tidak mampu melumpuhkan anggota FPI yang tidak bersenjata sehingga para polisi itu main hajar menembak dengan jarak dekat hingga keempat anggota FPI itu tewas. (Baca juga: Ini Alasan Polisi Gelar Rekonstruksi Penyerangan 6 Anggota FPI di Tol Jakarta-Cikampek Dini Hari)
Dia mengatakan, dari ketiga kecerobohan ini terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar SOP yang menyebabkan keempat anggota FPI itu tewas di satu mobil. Dari penjelasan Kadiv Humas Polri itu terlihat betapa cerobohnya anggota polisi tersebut. "Saat keempat orang itu diamankan di rest area KM 50 dan dibawa ke mobil oleh petugas, diperjalanan melakukan perlawanan. Pelaku mencoba merebut pistol dan sempat mencekik petugas saat mobil baru berjalan 1 kilometer di jalan tol Jakarta-Cikampek. Kemudian terjadi pergumulan di dalam mobil yang akhirnya memaksa petugas melakukan tindakan tegas terukur. Keempatnya tewas setelah polisi melakukan tindakan tegas terukur," beber Neta mengutip pernyataan Argo.
Dari penjelasan Argo ini, IPW pun mempertanyakan, dimana Promoternya Polri. Sebab itulah, Komnas HAM dan Komisi III perlu mendesak dibentuknya Tim Independen Pencari Fakta agar kasus ini terang benderang. "Jika Jokowi mengatakan tidak perlu Tim Independen Pencari Fakta dibentuk, berarti sama artinya bahwa Presiden tidak ingin kasus penembakan anggota FPI ini diselesaikan tuntas dengan terang benderang, sehingga komitmen penegakan supremasi hukum Jokowi patut dipertanyakan," pungkas dia.
"Pelanggaran SOP itu membuat aparatur kepolisian melakukan pelanggaran HAM," ujar Neta kepada SINDOnews, Senin (14/12/2020). (Baca juga: Argo: 2 Anggota FPI Tewas di Km 50, 4 Lainnya Tewas karena Melawan di Dalam Mobil)
Neta berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut. IPW juga berharap Komnas HAM dan Komisi III DPR mau mencermati pelanggaran SOP yang kemudian menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam kematian anggota FPI. Dia mengatakan, jika mengacu hasil rekonstruksi yang diumumkan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono atas kematian enam anggota FPI itu, setidaknya IPW melihat ada tiga pelanggaran SOP yang dilakukan anggota Polri, terutama dalam kasus kematian empat anggota FPI di dalam mobil petugas kepolisian. (Baca juga: Dari Titik Inilah Peristiwa Tembak Mati 6 Anggota FPI Bermula)
Pertama, keempat anggota FPI yang masih hidup, setelah dua temannya tewas (versi polisi tewas dalam baku tembak) dimasukkan ke dalam mobil polisi tanpa diborgol. "Ini sangat aneh, Rizieq sendiri saat dibawa ke sel tahanan di Polda Metro Jaya tangannya diborgol aparat. Kenapa keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi itu tangannya tidak diborgol saat dimasukkan ke mobil polisi?" tuturnya. (Baca juga: Hari Ini, Komnas HAM Panggil Kapolda Metro Jaya Terkait Kasus 6 Laskar FPI)
Kedua, kata Neta, memasukkan keempat anggota FPI yang baru selesai baku tembak dengan polisi ke dalam mobil polisi yang berkapasitas delapan orang, yang juga diisi anggota polisi, adalah tindakan yang tidak masuk akal, irasional, dan sangat aneh. Ketiga, lanjut dia, anggota Polri yang seharusnya terlatih terbukti tidak Promoter dan tidak mampu melumpuhkan anggota FPI yang tidak bersenjata sehingga para polisi itu main hajar menembak dengan jarak dekat hingga keempat anggota FPI itu tewas. (Baca juga: Ini Alasan Polisi Gelar Rekonstruksi Penyerangan 6 Anggota FPI di Tol Jakarta-Cikampek Dini Hari)
Dia mengatakan, dari ketiga kecerobohan ini terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar SOP yang menyebabkan keempat anggota FPI itu tewas di satu mobil. Dari penjelasan Kadiv Humas Polri itu terlihat betapa cerobohnya anggota polisi tersebut. "Saat keempat orang itu diamankan di rest area KM 50 dan dibawa ke mobil oleh petugas, diperjalanan melakukan perlawanan. Pelaku mencoba merebut pistol dan sempat mencekik petugas saat mobil baru berjalan 1 kilometer di jalan tol Jakarta-Cikampek. Kemudian terjadi pergumulan di dalam mobil yang akhirnya memaksa petugas melakukan tindakan tegas terukur. Keempatnya tewas setelah polisi melakukan tindakan tegas terukur," beber Neta mengutip pernyataan Argo.
Dari penjelasan Argo ini, IPW pun mempertanyakan, dimana Promoternya Polri. Sebab itulah, Komnas HAM dan Komisi III perlu mendesak dibentuknya Tim Independen Pencari Fakta agar kasus ini terang benderang. "Jika Jokowi mengatakan tidak perlu Tim Independen Pencari Fakta dibentuk, berarti sama artinya bahwa Presiden tidak ingin kasus penembakan anggota FPI ini diselesaikan tuntas dengan terang benderang, sehingga komitmen penegakan supremasi hukum Jokowi patut dipertanyakan," pungkas dia.
(cip)
tulis komentar anda