KPK Jerat Eks Direktur PT Garuda Indonesia dengan Pidana Pencucian Uang
Jum'at, 04 Desember 2020 - 20:08 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno (HDS) sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hadinoto diduga menyamarkan atau mengalihkan uang hasil suapnya ke rekening lain.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada 20 November 2020, dengan menetapkan HDS sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto saat menggelar konpers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/12/2020). (Baca juga: KPK Panggil Eks Direktur PT Garuda Indonesia sebagai Tersangka)
Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menetapkan Hadinoto Soedigno sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat Garuda Indonesia. Hadinoto diduga menerima sejumlah uang dari bos PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo. Uang tersebut untuk memuluskan empat proyek pengadaan pesawat tahun anggaran 2008 - 2013 dari perusahaan Rolls Royce. (Baca juga: Mahfud MD Minta Bea Cukai Tuntaskan Kasus Penyelundupan di Garuda)
Empat proyek tersebut adalah kontrak pembelian pesawat Trent seri 700 dan perawatan mesin dengan perusahaan Rolls-Royce. Kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S. Kemudian, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR). Dan Kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft. (Baca juga: Terseret Kasus Korupsi di Inggris, Jadi Momentum Bersih-bersih Garuda Indonesia)
Dalam proses penyidikan kasus tersebut, KPK mengendus adanya dugaan uang suap yang diterima Hadinoto ditransfer ke sejumlah rekening keluarganya. Hadinoto disinyalir mentransfer uang hasil suapnya ke rekening anak dan istrinya. "Hadinoto diduga menempatkan, mentransfer, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atas uang suap yang sebelumnya telah diterima oleh tersangka HDS yang diduga uang tersebut ditarik tunai dan di kirimkan ke rekening-rekening lainnya antara lain anak dan istrinya serta termasuk rekening investasi di Singapura," beber Ali.
Menurut dia, perbuatan tersangka HDS tersebut diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang suap tersebut guna menghindari pengawasan dari otoritas berwenang baik yang ada di Indonesia maupun di Singapura. Atas perbuatannya, Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hadinoto juga disangkakan melanggar pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada 20 November 2020, dengan menetapkan HDS sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto saat menggelar konpers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/12/2020). (Baca juga: KPK Panggil Eks Direktur PT Garuda Indonesia sebagai Tersangka)
Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menetapkan Hadinoto Soedigno sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat Garuda Indonesia. Hadinoto diduga menerima sejumlah uang dari bos PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo. Uang tersebut untuk memuluskan empat proyek pengadaan pesawat tahun anggaran 2008 - 2013 dari perusahaan Rolls Royce. (Baca juga: Mahfud MD Minta Bea Cukai Tuntaskan Kasus Penyelundupan di Garuda)
Empat proyek tersebut adalah kontrak pembelian pesawat Trent seri 700 dan perawatan mesin dengan perusahaan Rolls-Royce. Kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S. Kemudian, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR). Dan Kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft. (Baca juga: Terseret Kasus Korupsi di Inggris, Jadi Momentum Bersih-bersih Garuda Indonesia)
Dalam proses penyidikan kasus tersebut, KPK mengendus adanya dugaan uang suap yang diterima Hadinoto ditransfer ke sejumlah rekening keluarganya. Hadinoto disinyalir mentransfer uang hasil suapnya ke rekening anak dan istrinya. "Hadinoto diduga menempatkan, mentransfer, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atas uang suap yang sebelumnya telah diterima oleh tersangka HDS yang diduga uang tersebut ditarik tunai dan di kirimkan ke rekening-rekening lainnya antara lain anak dan istrinya serta termasuk rekening investasi di Singapura," beber Ali.
Menurut dia, perbuatan tersangka HDS tersebut diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang suap tersebut guna menghindari pengawasan dari otoritas berwenang baik yang ada di Indonesia maupun di Singapura. Atas perbuatannya, Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hadinoto juga disangkakan melanggar pasal 3 dan atau pasal 4 dan atau pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda