Kenaikan Kasus COVID-19 Tembus 8 Ribu, Satgas: Naiknya Menggila
Jum'at, 04 Desember 2020 - 15:11 WIB
JAKARTA - Pemerintah mencatat data pada Kamis 3 Desember 2020 menunjukkan penambahan kasus COVID-19 yang sangat signifikan, yaitu sebanyak 8.369 kasus. Hal ini, merupakan yang tertinggi sejak Maret 2020.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan lonjakan kasus harian semakin tinggi salah satunya adalah efek dari libur panjang beberapa waktu lalu. (Baca juga: Tempat Isolasi di Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Capai 79 Persen)
“Sebenarnya suatu event penting, salah satunya libur panjang, libur panjang itu ada tiga, Lebaran, kemudian pada bulan Agustus pada hari Kemerdekaan dan yang ketiga adalah tanggal 28 Oktober ya sampai dengan 1 November,” ujar Wiku dalam diskusi “Pandemi Belum Berakhir: Patuhi Protokol Kesehatan!” dari Media Center Satgas COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Jumat (4/12/2020).
Bahkan, kata Wiku efek libur panjang tersebut berdampak pada kenaikan kasus hingga mencapai 100% per harinya. Bahkan, ia menyebut saat ini kenaikan kasus COVID-19 semakin menggila. “Semua itu menimbulkan kenaikan kasus pada 10 sampai 14 hari kemudian, dan bisa bertahan 1-2 minggu selanjutnya. Dan naiknya antara 50 sampai lebih dari 100%. Itu selalu polanya seperti itu. Dan semakin ke sini semakin naiknya menggila, ada 6.000, 8.000 (kasus),” jelasnya.
Wiku menjelaskan ada dua penyebab terjadinya kenaikan kasus yang signifikan. “Penyebabnya ada dua, satu pasti tingkat penularannya tetap masih tinggi. Yang kedua memang ada, sedang ada sinkronisasi data antara pusat dan daerah.”
Dampak dari sinkronisasi data dari pusat dan daerah ini, kata Wiku, juga menjadi penyebab utama kenaikan angka kasus harian seperti di Papua. “Jadi ada beberapa daerah yang kesulitan memasukkan datanya sehingga terakumulasi, salah satu contohnya adalah Papua yang sudah sejak tanggal 19 November sampai dengan kemarin baru memasukkan data nya 1.700 lebih, selama itu nol, sehingga terjadi lonjakan,” tuturnya.
“Jadi kalau mau dibagi mungkin bisa dibagi dengan jumlah harinya. Jadi Indonesia ini negara yang besar dan mengintegrasikan seluruh data jadi satu dan untuk real time itu perlu waktu. Tetapi dari situ tetap saja angkanya itu tinggi,” sambungnya.
Selain itu, Wiku menegaskan bahwa kenaikan angka kasus yang tinggi karena tingkat penularan di masyarakat juga masih tinggi. Sehingga, protokol kesehatan harus tetap disiplin dijalankan. “Jadi sebenarnya tingkat penularannya di masyarakat juga masih tinggi, meningkat ya. Dan itulah pentingnya protokol kesehatan.” (Baca juga:Obama, Bush, Clinton dan Biden Siap Divaksin Covid-19 Live di TV)
“Dan memang ini waktunya sudah cukup lama, hampir 9 bulan sekarang, pasti ada kejenuhan dan efektivitas masyarakat kita bersama-sama untuk mensosialisasikan juga masih terbatas belum sampai dipahami dan bisa melekat di setiap orang untuk melakukannya,” tegas Wiku.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan lonjakan kasus harian semakin tinggi salah satunya adalah efek dari libur panjang beberapa waktu lalu. (Baca juga: Tempat Isolasi di Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Capai 79 Persen)
“Sebenarnya suatu event penting, salah satunya libur panjang, libur panjang itu ada tiga, Lebaran, kemudian pada bulan Agustus pada hari Kemerdekaan dan yang ketiga adalah tanggal 28 Oktober ya sampai dengan 1 November,” ujar Wiku dalam diskusi “Pandemi Belum Berakhir: Patuhi Protokol Kesehatan!” dari Media Center Satgas COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Jumat (4/12/2020).
Bahkan, kata Wiku efek libur panjang tersebut berdampak pada kenaikan kasus hingga mencapai 100% per harinya. Bahkan, ia menyebut saat ini kenaikan kasus COVID-19 semakin menggila. “Semua itu menimbulkan kenaikan kasus pada 10 sampai 14 hari kemudian, dan bisa bertahan 1-2 minggu selanjutnya. Dan naiknya antara 50 sampai lebih dari 100%. Itu selalu polanya seperti itu. Dan semakin ke sini semakin naiknya menggila, ada 6.000, 8.000 (kasus),” jelasnya.
Wiku menjelaskan ada dua penyebab terjadinya kenaikan kasus yang signifikan. “Penyebabnya ada dua, satu pasti tingkat penularannya tetap masih tinggi. Yang kedua memang ada, sedang ada sinkronisasi data antara pusat dan daerah.”
Dampak dari sinkronisasi data dari pusat dan daerah ini, kata Wiku, juga menjadi penyebab utama kenaikan angka kasus harian seperti di Papua. “Jadi ada beberapa daerah yang kesulitan memasukkan datanya sehingga terakumulasi, salah satu contohnya adalah Papua yang sudah sejak tanggal 19 November sampai dengan kemarin baru memasukkan data nya 1.700 lebih, selama itu nol, sehingga terjadi lonjakan,” tuturnya.
“Jadi kalau mau dibagi mungkin bisa dibagi dengan jumlah harinya. Jadi Indonesia ini negara yang besar dan mengintegrasikan seluruh data jadi satu dan untuk real time itu perlu waktu. Tetapi dari situ tetap saja angkanya itu tinggi,” sambungnya.
Selain itu, Wiku menegaskan bahwa kenaikan angka kasus yang tinggi karena tingkat penularan di masyarakat juga masih tinggi. Sehingga, protokol kesehatan harus tetap disiplin dijalankan. “Jadi sebenarnya tingkat penularannya di masyarakat juga masih tinggi, meningkat ya. Dan itulah pentingnya protokol kesehatan.” (Baca juga:Obama, Bush, Clinton dan Biden Siap Divaksin Covid-19 Live di TV)
“Dan memang ini waktunya sudah cukup lama, hampir 9 bulan sekarang, pasti ada kejenuhan dan efektivitas masyarakat kita bersama-sama untuk mensosialisasikan juga masih terbatas belum sampai dipahami dan bisa melekat di setiap orang untuk melakukannya,” tegas Wiku.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
(kri)
tulis komentar anda