Simalakama Rawat Premium

Jum'at, 04 Desember 2020 - 05:30 WIB
Tuntutan Energi Bersih

Sentimen lain yang memicu peliknya keberadaan premium adalah faktor lingkungan. Pemerintah punya komitmen kuat dalam mengimplementasikan ratifikasi Paris Agreement pada 2016. Ratifikasi ini mengharuskan pemerintah menciptakan lingkungan bersih dari sumber energi baru terbarukan (EBT). Sementara itu basis dari BBM merupakan sumber energi fosil.

Komitmen kuat tersebut tecermin pada penetapan target bauran energi dari EBT sebesar 23% pada 2025 dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN). Irisan kebijakan lain juga tertuang jelas dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, yaitu bahwa bensin yang harus dijual ke publik minimum harus mengandung RON 91.

Sayangnya harga energi bersih juga menimbulkan persoalan baru. Bila kebijakan ini diambil, yang patut diperhatikan adalah kemampuan daya beli. Ini yang harus dijadikan dasar pemerintah agar tidak sembrono mengambil keputusan. Penyediaan akses energi secara merata dan harga terjangkau sebaiknya dikedepankan. Pilihan ini cukup sulit mengingat di sisi lain keberadaan premium bisa menjadi beban fiskal bagi pemerintah serta upaya mewujudkan energi bersih akan stagnan.

Menyikapi permasalahan tersebut, beberapa langkah bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah. Pertama, pemerintah bisa melakukan penghapusan penuh terhadap premium. Langkah ini akan terbebas dari belenggu tekanan ketergantungan penggunaan energi fosil sekaligus menekan angka impor BBM. Apalagi secara alamiah sumber energi fosil terus mengalami deklanasi. Hal yang patut diperhatikan dari kebijakan ini adalah mudahnya menimbulkan konflik sosial karena kesulitan mendapatkan akses energi yang terjangkau.

Kedua, pembatasan kuota premium sehingga memperjelas ruang gerak fiskal di sektor migas dengan kontrol yang sangat ketat. Jika tidak, kejadian over-quota akan terulang lagi. Namun adanya keterbatasan akses BBM murah berdampak pada distorasi perekonomian, terutama kenaikan variabel barang. Kendati lebih ramah lingkungan, persoalan harga serta keterbatasan infrastruktur dan pengembangan teknologi menjadikan BBN lebih rentan akan sustainabilitydari sisi suplai.

Upaya lain yang patut dipertimbangkan adalah peninjauan ulang terhadap mekanisme pengelolaan harga dan suplai premium. Pemerintah bisa melakukan intervensi melalui pemberian subsidi langsung ke pertamax bersinergi dengan kartu jaminan sosial. Kebijakan ini harus dipertegas dengan regulasi (law enforcement) dalam menetapkan kriteria penerima, pola distribusi, dan jenis kendaraan bermotor yang berhak menerima subsidi.

Saya rasa kebijakan ini lebih tepat sasaran dalam menyinergikan program energi pemerintah jangka pendek dan panjang sejalan dengan proses edukasi ke masyarakat secara masif terhadap penggunaan energi bersih, adaptasi terhadap teknologi, dan tentu penyelarasan program BBM Satu Harga.
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More