Alasan Banggar DPR Dorong BI Cetak Uang Rp600 Triliun
Selasa, 12 Mei 2020 - 13:52 WIB

Untuk menjalankan desain APBN tahun 2020 ini, Banggar DPR menilai pemerintah dan otoritas keuangan akan menghadapi tantangan yang tidak mudah. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Pemerintah telah mengusulkan perubahan APBN 2020 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) . Desain makro APBN tahun 2020 komposisinya pendapatan negara dipatok turun, dari semula Rp2.233,2 triliun menjadi Rp1.760,9 triliun.
Sementara belanja negara naik dari semula Rp2.540,4 triliun menjadi Rp2.613,8 triliun. Perubahan ini berkonsekuensi pada melebarnya angka defisit APBN. Semula defisit APBN dipatok pada kisaran Rp307,2 triliun (1,76%) menjadi Rp853 triliun (5,07%).
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR MH Said Abdullah mengatakan, untuk menjalankan desain APBN tahun 2020 ini, pemerintah dan otoritas keuangan akan menghadapi tantangan yang tidak mudah.
Pertama, Pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan dengan mengandalkan dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar sebesar Rp654,5 triliun. Langkah ini harus ditempuh pemerintah untuk menambal defisit APBN yang meningkat menjadi 5,07%.
"Akibat sedikitnya ruang fiskal pemerintah inilah utang jadi pilihan. Tidak banyak yang bisa dikerjakan pemerintah dalam 'utak atik' APBN. Selain banyak belanja yang sifatnya mandatory karena perintah UUD 1945 dan undang undang, seperti anggaran pendidikan 20 persen, anggaran kesehatan 5 persen, dan dana desa 10 persen, juga masih terdapat belanja rutin yang utak atiknya tidak longgar," tutur Said dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Selasa (12/5/2020).
Sementara belanja negara naik dari semula Rp2.540,4 triliun menjadi Rp2.613,8 triliun. Perubahan ini berkonsekuensi pada melebarnya angka defisit APBN. Semula defisit APBN dipatok pada kisaran Rp307,2 triliun (1,76%) menjadi Rp853 triliun (5,07%).
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR MH Said Abdullah mengatakan, untuk menjalankan desain APBN tahun 2020 ini, pemerintah dan otoritas keuangan akan menghadapi tantangan yang tidak mudah.
Pertama, Pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan dengan mengandalkan dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar sebesar Rp654,5 triliun. Langkah ini harus ditempuh pemerintah untuk menambal defisit APBN yang meningkat menjadi 5,07%.
"Akibat sedikitnya ruang fiskal pemerintah inilah utang jadi pilihan. Tidak banyak yang bisa dikerjakan pemerintah dalam 'utak atik' APBN. Selain banyak belanja yang sifatnya mandatory karena perintah UUD 1945 dan undang undang, seperti anggaran pendidikan 20 persen, anggaran kesehatan 5 persen, dan dana desa 10 persen, juga masih terdapat belanja rutin yang utak atiknya tidak longgar," tutur Said dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Selasa (12/5/2020).
Lihat Juga :