Jokowi Dinilai Dalam Posisi Dilematis Cari Pengganti Edhy Prabowo
Selasa, 01 Desember 2020 - 09:16 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga saat ini belum menunjuk pengganti Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan . Sebelumnya Edhy ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi izin ekspor benih lobster.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohamad Abdi Suhufan menilai Presiden Jokowi sepertinya dalam posisi dilematis antara mengakomodir kepentingan politik pragmatis atau mencari figur bersih dan berintegritas guna merumuskan ulang agenda pembangunan kelautan dan perikanan serta menyelamatkan sumberdaya laut Indonesia.
Abdi pun meminta agar Presiden Jokowi tidak salah memilih orang untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Edhy Prabowo. "Dalam posisi ini Jokowi mesti berani mengambil sikap untuk melindungi dan menyelamatkan sumberdaya laut agar dikelola untuk kesejahteraan masyarakat," kata Abdi kepada SINDOnews, Selasa (1/12/2020). ( )
Abdi Suhufan mengatakan bahwa pidana korupsi yang dilakukan oleh Edhy Prabowo walaupun nilainya kecil tapi memberi dampak psikologis dan warning bahwa sektor kelautan dan perikanan rawan terjadi praktik korupsi. "Dari segi nilai memang kecil, tapi dampak psikologisnya besar dan jika tidak terungkap akan menjadi pintu masuk praktik korupsi lain di sektor kelautan dan perikanan," kata Abdi.
Selanjutnya Abdi mengingatkan bahwa selain izin benih lobster, sistem perizinan lain pada sektor kelautan dan perikanan perlu mendapat pengawasan semua pihak terutama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Terdapat kewenangan perizinan lain di KKP yang rawan seperti pertambakan, tata ruang pesisir dan laut, reklamasi dan izin kapal ikan," kata Abdi.
Besarnya kewenangan perizinan di KKP ini jika tidak ditata dengan baik akan mengundang praktik percaloan atau broker yang berkelindan dengan kekuasaan atau oligarki. Kondisi ini mesti di antisipasi dengan menutup celah korupsi kebijakan, suap dan percaloan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat. "Caranya dengan membangun sistim pencegahan korupsi di internal KKP dan pilih orang baik yang berintegritas," kata Abdi. ( )
Sekadar diketahui, tertangkapnya Edhy Prabowo dan sejumlah pejabat dan swasta dalam operasi tangkap tangkap terkait izin ekspor benih lobster oleh KPK membuka tabir masih adanya praktik korupsi pada sektor kelautan dan perikanan. Oleh karena itu semua pihak perlu memberikan atensi terhadap kasus korupsi ini karena menimbulkan kerugian secara sosial, ekonomi dan lingkungan.
Selanjutnya perlu ada upaya dan gerakan bersama pemerintah dan masyarakat untuk menyelamatkan sumberdaya laut Indonesia dari upaya eksploitatif yang berlebihan.
Lihat Juga: Tom Lembong Ditahan Kejagung, Pakar Ingatkan Omongan Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dikriminalisasi
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohamad Abdi Suhufan menilai Presiden Jokowi sepertinya dalam posisi dilematis antara mengakomodir kepentingan politik pragmatis atau mencari figur bersih dan berintegritas guna merumuskan ulang agenda pembangunan kelautan dan perikanan serta menyelamatkan sumberdaya laut Indonesia.
Abdi pun meminta agar Presiden Jokowi tidak salah memilih orang untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Edhy Prabowo. "Dalam posisi ini Jokowi mesti berani mengambil sikap untuk melindungi dan menyelamatkan sumberdaya laut agar dikelola untuk kesejahteraan masyarakat," kata Abdi kepada SINDOnews, Selasa (1/12/2020). ( )
Abdi Suhufan mengatakan bahwa pidana korupsi yang dilakukan oleh Edhy Prabowo walaupun nilainya kecil tapi memberi dampak psikologis dan warning bahwa sektor kelautan dan perikanan rawan terjadi praktik korupsi. "Dari segi nilai memang kecil, tapi dampak psikologisnya besar dan jika tidak terungkap akan menjadi pintu masuk praktik korupsi lain di sektor kelautan dan perikanan," kata Abdi.
Selanjutnya Abdi mengingatkan bahwa selain izin benih lobster, sistem perizinan lain pada sektor kelautan dan perikanan perlu mendapat pengawasan semua pihak terutama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Terdapat kewenangan perizinan lain di KKP yang rawan seperti pertambakan, tata ruang pesisir dan laut, reklamasi dan izin kapal ikan," kata Abdi.
Besarnya kewenangan perizinan di KKP ini jika tidak ditata dengan baik akan mengundang praktik percaloan atau broker yang berkelindan dengan kekuasaan atau oligarki. Kondisi ini mesti di antisipasi dengan menutup celah korupsi kebijakan, suap dan percaloan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat. "Caranya dengan membangun sistim pencegahan korupsi di internal KKP dan pilih orang baik yang berintegritas," kata Abdi. ( )
Sekadar diketahui, tertangkapnya Edhy Prabowo dan sejumlah pejabat dan swasta dalam operasi tangkap tangkap terkait izin ekspor benih lobster oleh KPK membuka tabir masih adanya praktik korupsi pada sektor kelautan dan perikanan. Oleh karena itu semua pihak perlu memberikan atensi terhadap kasus korupsi ini karena menimbulkan kerugian secara sosial, ekonomi dan lingkungan.
Selanjutnya perlu ada upaya dan gerakan bersama pemerintah dan masyarakat untuk menyelamatkan sumberdaya laut Indonesia dari upaya eksploitatif yang berlebihan.
Lihat Juga: Tom Lembong Ditahan Kejagung, Pakar Ingatkan Omongan Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dikriminalisasi
(abd)
tulis komentar anda