KPK Bakal Kaji Temuan BPK soal Potensi Kerugian Negara Akibat Bansos
Senin, 11 Mei 2020 - 09:24 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menindaklanjuti temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan adanya permasalahan mengenai bantuan sosial (bansos) di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Pemda).
Temuan tersebut berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dalam penyaluran bansos selama 2018 hingga kuartal III 2019.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron pun bakal mempelajari terlebih dahulu potensi kerugian negara dari temuan tersebut. "Potensi itu harus dipastikan penyebabnya karena kesalahan administrasi, prosedur dan tata laksana, atau pidana, contoh pemalsuan, markup data, untuk itu KPK akan mempelajari lebih dahulu setelah mendapat laporan secara resmi dari BPK," ujar Ghufron saat dikonfirmasi, Senin (11/5/2020).
Hasil analisis BPK, penggunaan DTKS belum dapat meminimalisasi permasalahan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi pada penyaluran Bantuan Sosial Pangan Nontunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Bahkan, juga terdapat permasalahan pada penyaluran BPNT dan PKH dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kepada Kemensos. Akibatnya, BPK menduga adanya kekurangan penerimaan atas sisa saldo program pemerintah di rekening bank penyalur yang belum disetorkan ke kas negara sebesar Rp843,7 miliar.
Maka dari itu, kata Ghufron, KPK juga akan terus berkoordinasi dengan BPK terkait permasalahan bantuan sosial yang disinyalir didapati adanya kerugian negara.
"Iya tentu berkoordinasi, terhadap semua bisnis penyelenggaraan pemerintahan yang berpotensi kerugian negara apalagi sudah ada penilaiannya dari BPK tentu KPK akan mengkaji," terangnya.
Temuan tersebut berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dalam penyaluran bansos selama 2018 hingga kuartal III 2019.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron pun bakal mempelajari terlebih dahulu potensi kerugian negara dari temuan tersebut. "Potensi itu harus dipastikan penyebabnya karena kesalahan administrasi, prosedur dan tata laksana, atau pidana, contoh pemalsuan, markup data, untuk itu KPK akan mempelajari lebih dahulu setelah mendapat laporan secara resmi dari BPK," ujar Ghufron saat dikonfirmasi, Senin (11/5/2020).
Hasil analisis BPK, penggunaan DTKS belum dapat meminimalisasi permasalahan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi pada penyaluran Bantuan Sosial Pangan Nontunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Bahkan, juga terdapat permasalahan pada penyaluran BPNT dan PKH dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kepada Kemensos. Akibatnya, BPK menduga adanya kekurangan penerimaan atas sisa saldo program pemerintah di rekening bank penyalur yang belum disetorkan ke kas negara sebesar Rp843,7 miliar.
Maka dari itu, kata Ghufron, KPK juga akan terus berkoordinasi dengan BPK terkait permasalahan bantuan sosial yang disinyalir didapati adanya kerugian negara.
"Iya tentu berkoordinasi, terhadap semua bisnis penyelenggaraan pemerintahan yang berpotensi kerugian negara apalagi sudah ada penilaiannya dari BPK tentu KPK akan mengkaji," terangnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda