Kementan Berkomitmen Cegah Resistensi Antimikroba pada Ternak
Rabu, 18 November 2020 - 13:59 WIB
JAKARTA - Pandemi Covid-19 merupakan bencana kemanusiaan global yang dengan cepat menjadi fokus perhatian dunia. Namun, sejak beberapa tahun silam, sebenarnya dunia juga sedang dihadapkan pada ancaman pandemi lain, yaitu resistensi antimikroba atau kebal terhadap obat.
Resistensi antimikroba sendiri adalah kondisi di mana virus atau bakteri tidak dapat dimatikan dengan antimikroba (anti virus) atau obat antibiotik. Hal ini mengancam kemampuan tubuh baik hewan maupun manusia dalam melawan penyakit infeksi yang dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian.
Dalam kasus resistensi antimikroba pada hewan ternak khususnya, menjadi berbahaya untuk manusia karena virus resisten pada hewan ternak akan sulit diberantas oleh penggunaan obat-obatan. Imbasnya, virus tersebut bisa menular ke tubuh manusia jika manusia mengkonsumsi hewan ternak yang mengandung virus resisten.
Adapun beberapa penyebabnya seperti, penggunaan antimikroba secara berlebihan, pemakaian antimikroba tanpa indikasi, penggunaan di bawah dosis yang dianjurkan, dan transmisi bakteri resisten di fasilitas kesehatan yang berakibat abainya menjalankan kewaspadaan.
Maka dari itu, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) terus berkomitmen untuk mencegah terjadinya resistensi antimikroba di Indonesia. Pasalnya, jika tidak ditangani dengan serius, pandemi ini bisa menyebabkan bencana kemanusiaan yang berbahaya.
"Penggunaan antimikroba untuk tujuan pencegahan penyakit dan pemacu pertumbuhan pada ternak yang sehat harus dihindari," ujar Direktur Jenderal PKH Kementan, Nasrullah.
Ia menambahkan, peternak juga perlu menerapkan praktik-praktik peternakan yang baik dan pencegahan serta pengendalian infeksi. Harapannya, bisa menghasilkan produk peternakan yang sehat, bebas residu antibiotik dan bebas penyakit.
Nasrullah menyampaikan, sejak Juli 2020, Indonesia telah melarang penggunaan obat colistin pada hewan (ternak maupun non-ternak). Pelarangan ini dilakukan pemerintah guna mencegah terjadinya resistensi antimikroba.
Adapun beberapa upaya tersebut dilakukan melalui berbagai rute pemberian dan akan memperluas daftar antibiotik yang dilarang untuk pemicu pertumbuhan ternak di tahun-tahun mendatang, serta mengurangi penggunaan antimikroba atau antibiotik yang umum digunakan pada manusia.
Resistensi antimikroba sendiri adalah kondisi di mana virus atau bakteri tidak dapat dimatikan dengan antimikroba (anti virus) atau obat antibiotik. Hal ini mengancam kemampuan tubuh baik hewan maupun manusia dalam melawan penyakit infeksi yang dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian.
Dalam kasus resistensi antimikroba pada hewan ternak khususnya, menjadi berbahaya untuk manusia karena virus resisten pada hewan ternak akan sulit diberantas oleh penggunaan obat-obatan. Imbasnya, virus tersebut bisa menular ke tubuh manusia jika manusia mengkonsumsi hewan ternak yang mengandung virus resisten.
Adapun beberapa penyebabnya seperti, penggunaan antimikroba secara berlebihan, pemakaian antimikroba tanpa indikasi, penggunaan di bawah dosis yang dianjurkan, dan transmisi bakteri resisten di fasilitas kesehatan yang berakibat abainya menjalankan kewaspadaan.
Maka dari itu, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) terus berkomitmen untuk mencegah terjadinya resistensi antimikroba di Indonesia. Pasalnya, jika tidak ditangani dengan serius, pandemi ini bisa menyebabkan bencana kemanusiaan yang berbahaya.
"Penggunaan antimikroba untuk tujuan pencegahan penyakit dan pemacu pertumbuhan pada ternak yang sehat harus dihindari," ujar Direktur Jenderal PKH Kementan, Nasrullah.
Ia menambahkan, peternak juga perlu menerapkan praktik-praktik peternakan yang baik dan pencegahan serta pengendalian infeksi. Harapannya, bisa menghasilkan produk peternakan yang sehat, bebas residu antibiotik dan bebas penyakit.
Nasrullah menyampaikan, sejak Juli 2020, Indonesia telah melarang penggunaan obat colistin pada hewan (ternak maupun non-ternak). Pelarangan ini dilakukan pemerintah guna mencegah terjadinya resistensi antimikroba.
Adapun beberapa upaya tersebut dilakukan melalui berbagai rute pemberian dan akan memperluas daftar antibiotik yang dilarang untuk pemicu pertumbuhan ternak di tahun-tahun mendatang, serta mengurangi penggunaan antimikroba atau antibiotik yang umum digunakan pada manusia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda