Gus Menteri Abdul Halim: Dibutuhkan Kebijakan yang Memihak Perempuan
Rabu, 11 November 2020 - 16:11 WIB
JAKARTA - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dalam kurun waktu tiga tahun, yaitu dari 2017 sampai 2019, kesempatan perempuan untuk sekolah hingga SMA lebih tinggi dari laki-laki. Tetapi data berikutnya menyebutkan, perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam lebih rendah dari laki-laki.
Proporsinya hanya 24,85 persen perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam. Artinya, jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan bagi perempuan secara mandiri lebih rendah dari laki-laki.
“Pada distribusi jabatan manager, meskipun cenderung meningkat, proprosi jabatan manager bagi perempuan juga lebih rendah dari laki-laki. Presentasenya laki-laki 69 persen, perempuan 30 persen. Artinya meskipun pekerjaan kelas menengah bagi perempuan meningkat, tetapi proporsinya masih jauh lebih rendah dari laki-laki,” kata Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar dalam konferensi pers ‘Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak’ secara virtual, Rabu (11/11/2020).
Menurut pria yang biasa disapa Gus Menteri, data tersebut menunjukkan belum terwujudnya kesetaraan gender untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi perempuan. Ke depan, kata Gus Menteri, dengan program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak, kesenjangan jabatan manager antara perempuan dan laki-laki dapat lebih didekatkan.
Program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak ini sangat penting karena dua sosok ini sangat menentukan masa depan bangsa. “Bagaimana perhatian bangsa terhadap perempuan dan anak ini bisa mengukur sejauh apa kemajuan bangsa bersangkutan,” kata Gus Menteri.
Arah kebijakan pemerintah yang terangkum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) Desa adalah dengan mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak. Terkait hal tersebut dibutuhkan kebijakan yang memihak perempuan, mengingat ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural.
Kebijakan yang memihak perempuan adalah kebijakan dengan orientasi untuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuan di ranah domestik, dan meningkatkan akses perempuan dalam ranah publik.
Kesetaraan
Kriteria pokok Desa Ramah Perempuan adalah, pertama memiliki Peraturan Desa/SK Kades yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 %, dan menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan informasi dan pedidikan terkait keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
Kedua, Angka Partisipasi Kasar SMA/SMK/MA sederajat mencapai 100%; Ketiga, Presentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa dan perangkat desa minimal 30%, dan presentasi jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa dan berpartisipasi dalam pembangunan dasa minimal 30%; Keempat Prevalensi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan mencapai 0%.
Kelima Kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapat layanan komprehensif mencapai 100%; Keenam, Median usai kawin pertama perempuan (pendewasaan usia kawin pertama di atas 18 tahun, dan angka kelahiran pada remaja 15-19 tahun mencapai 0%, dan; Ketujuh Unmeet need kebutuhan ber-KB mencapai 0% dan pasangan usia subur memahami metode kontrasepsi modern minimal 4 jenis.
Meningkatkan pemberdayaan perempuan yang mendukung kebijakan desa yang responsif gender adalah dengan menyusun peraturan desa tentang pembedayaan perempuan, pemberdayaan ekonomi perempuan berbasis rumah tangga, bantuan pemodalan pelayanan wirausaha mandiri untuk perempuan, pembentukan dan pelatihan bagi kader desa tentang gender; pelatihan, perencanaan dan penganggaran responsif gender bagi fasilitator desa.
Proporsinya hanya 24,85 persen perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam. Artinya, jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan bagi perempuan secara mandiri lebih rendah dari laki-laki.
“Pada distribusi jabatan manager, meskipun cenderung meningkat, proprosi jabatan manager bagi perempuan juga lebih rendah dari laki-laki. Presentasenya laki-laki 69 persen, perempuan 30 persen. Artinya meskipun pekerjaan kelas menengah bagi perempuan meningkat, tetapi proporsinya masih jauh lebih rendah dari laki-laki,” kata Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar dalam konferensi pers ‘Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak’ secara virtual, Rabu (11/11/2020).
Menurut pria yang biasa disapa Gus Menteri, data tersebut menunjukkan belum terwujudnya kesetaraan gender untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi perempuan. Ke depan, kata Gus Menteri, dengan program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak, kesenjangan jabatan manager antara perempuan dan laki-laki dapat lebih didekatkan.
Program Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak ini sangat penting karena dua sosok ini sangat menentukan masa depan bangsa. “Bagaimana perhatian bangsa terhadap perempuan dan anak ini bisa mengukur sejauh apa kemajuan bangsa bersangkutan,” kata Gus Menteri.
Arah kebijakan pemerintah yang terangkum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) Desa adalah dengan mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak. Terkait hal tersebut dibutuhkan kebijakan yang memihak perempuan, mengingat ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural.
Kebijakan yang memihak perempuan adalah kebijakan dengan orientasi untuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuan di ranah domestik, dan meningkatkan akses perempuan dalam ranah publik.
Kesetaraan
Kriteria pokok Desa Ramah Perempuan adalah, pertama memiliki Peraturan Desa/SK Kades yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 %, dan menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan informasi dan pedidikan terkait keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
Kedua, Angka Partisipasi Kasar SMA/SMK/MA sederajat mencapai 100%; Ketiga, Presentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa dan perangkat desa minimal 30%, dan presentasi jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa dan berpartisipasi dalam pembangunan dasa minimal 30%; Keempat Prevalensi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan mencapai 0%.
Kelima Kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapat layanan komprehensif mencapai 100%; Keenam, Median usai kawin pertama perempuan (pendewasaan usia kawin pertama di atas 18 tahun, dan angka kelahiran pada remaja 15-19 tahun mencapai 0%, dan; Ketujuh Unmeet need kebutuhan ber-KB mencapai 0% dan pasangan usia subur memahami metode kontrasepsi modern minimal 4 jenis.
Meningkatkan pemberdayaan perempuan yang mendukung kebijakan desa yang responsif gender adalah dengan menyusun peraturan desa tentang pembedayaan perempuan, pemberdayaan ekonomi perempuan berbasis rumah tangga, bantuan pemodalan pelayanan wirausaha mandiri untuk perempuan, pembentukan dan pelatihan bagi kader desa tentang gender; pelatihan, perencanaan dan penganggaran responsif gender bagi fasilitator desa.
(ars)
Lihat Juga :
tulis komentar anda