Ternyata Gaya Hidup Ini Dapat Menghindari Dampak Buruk Covid-19
Selasa, 10 November 2020 - 14:42 WIB
JAKARTA - Jumlah kasus sembuh dan selesai melakukan isolasi COVID-19 di Indonesia meningkat menjadi lebih dari 350.000 kasus per Kamis (5/11/2020). Dengan begitu angka kesembuhan (recovery rate) pasien COVID-19 di Indonesia mencapai lebih dari 82%.
Pemerintah berterima kasih kepada 29.000 dokter umum dan spesialis, 9.600 relawan tenaga kesehatan Nusantara Sehat dan internship, juga 300 relawan ahli teknologi laboratorium medik, yang telah bekerja sama berjuang tanpa lelah selama pandemi COVID-19.
“Prestasi ini sebaiknya kita pertahankan bersama bapak dan ibu sekalian. Tugas kita bersama adalah untuk kompak dan tidak menambahkan kasus baru. COVID-19 bukan satu-satunya penyakit yang kita lawan di Indonesia. Masih ada penyakit menular lainnya seperti, demam berdarah dengue, rabies, hepatitis, avian flu, malaria, yang juga butuh penanganan serius dari para kolega saya, dokter dan ahli tenaga kesehatan masyarakat lainnya”, ujar dr. Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Satgas COVID-19, pada Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru yang diselenggakan oleh Komite Nasional Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (9/11/2020).
Risiko penyakit tidak menular seperti, jantung, kanker, diabetes, juga masih dihadapi masyarakat Indonesia, bukan hanya karena penyakit itu membutuhkan biaya pengobatan yang mahal, namun juga menghilangkan hari-hari produktif pasien dan keluarga yang merawat mereka.
Catatan data Kemenkes menunjukkan risiko kematian COVID-19 lebih tinggi akibat adanya penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Hal ini berarti penyakit tidak menular bukan masalah ringan. Penanganannya juga membutuhkan bantuan dokter spesialis yang andal.
“Perlu untuk memperhatikan risiko penyakit jantung, risiko penyakit pembuluh darah lainnya, bahkan risiko penyakit paru-paru selain COVID-19, sehingga orang yang masih merokok dan kurang aktivitas fisik, harus mengubah gaya hidup mereka agar lebih sehat. Jadi di masa depan, kalau kita memperhatikan COVID-19 saja, tanpa memperhatikan penyakit lainnya, bisa saja menjadi pandemi yang baru”, terang dr. Vito Anggarino Damay, Spesialis Jantung.
Salah satu gaya hidup yang bisa meningkatkan risiko penularan COVID-19 dan penyakit tidak menular lainnya adalah merokok. Selain seorang perokok harus melepas masker saat merokok, kebiasaan merokok beramai-ramai juga kerap tidak mengindahkan jarak yang aman. Ditambah lagi risiko virus yang masuk dari tangan yang memegang rokok pun masih ada.
Lebih daripada itu, COVID-19 adalah penyakit yang menyerang paru-paru, sementara merokok merusak fungsi paru-paru dan menurunkan kekebalan tubuh. Saat perokok terinfeksi COVID-19, lebih susah memerangi virus ini. Bukti-bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa perokok memiliki tingkat kematian dan keparahan yang lebih tinggi dibanding pasien COVID-19 yang bukan perokok.
“Yang paling kasihan perokok pasif. Karena mereka ini adalah bukan penikmat rokok tapi terkena imbas dari asapnya yang terhirup secara tidak langsung. Walaupun memang yang paling berat adalah perokok itu sendiri, karena pada asapnya itu ada sel-sel radang yang menyebabkan kemampuan pertahanan tubuh kita berkurang. Sehingga saat terinfeksi virus dan penyakit-penyakit lain, lebih gampang terserang”, tambah dr. Vito Anggarino Damay.
Pemerintah berterima kasih kepada 29.000 dokter umum dan spesialis, 9.600 relawan tenaga kesehatan Nusantara Sehat dan internship, juga 300 relawan ahli teknologi laboratorium medik, yang telah bekerja sama berjuang tanpa lelah selama pandemi COVID-19.
“Prestasi ini sebaiknya kita pertahankan bersama bapak dan ibu sekalian. Tugas kita bersama adalah untuk kompak dan tidak menambahkan kasus baru. COVID-19 bukan satu-satunya penyakit yang kita lawan di Indonesia. Masih ada penyakit menular lainnya seperti, demam berdarah dengue, rabies, hepatitis, avian flu, malaria, yang juga butuh penanganan serius dari para kolega saya, dokter dan ahli tenaga kesehatan masyarakat lainnya”, ujar dr. Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Satgas COVID-19, pada Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru yang diselenggakan oleh Komite Nasional Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (9/11/2020).
Risiko penyakit tidak menular seperti, jantung, kanker, diabetes, juga masih dihadapi masyarakat Indonesia, bukan hanya karena penyakit itu membutuhkan biaya pengobatan yang mahal, namun juga menghilangkan hari-hari produktif pasien dan keluarga yang merawat mereka.
Catatan data Kemenkes menunjukkan risiko kematian COVID-19 lebih tinggi akibat adanya penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Hal ini berarti penyakit tidak menular bukan masalah ringan. Penanganannya juga membutuhkan bantuan dokter spesialis yang andal.
“Perlu untuk memperhatikan risiko penyakit jantung, risiko penyakit pembuluh darah lainnya, bahkan risiko penyakit paru-paru selain COVID-19, sehingga orang yang masih merokok dan kurang aktivitas fisik, harus mengubah gaya hidup mereka agar lebih sehat. Jadi di masa depan, kalau kita memperhatikan COVID-19 saja, tanpa memperhatikan penyakit lainnya, bisa saja menjadi pandemi yang baru”, terang dr. Vito Anggarino Damay, Spesialis Jantung.
Salah satu gaya hidup yang bisa meningkatkan risiko penularan COVID-19 dan penyakit tidak menular lainnya adalah merokok. Selain seorang perokok harus melepas masker saat merokok, kebiasaan merokok beramai-ramai juga kerap tidak mengindahkan jarak yang aman. Ditambah lagi risiko virus yang masuk dari tangan yang memegang rokok pun masih ada.
Lebih daripada itu, COVID-19 adalah penyakit yang menyerang paru-paru, sementara merokok merusak fungsi paru-paru dan menurunkan kekebalan tubuh. Saat perokok terinfeksi COVID-19, lebih susah memerangi virus ini. Bukti-bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa perokok memiliki tingkat kematian dan keparahan yang lebih tinggi dibanding pasien COVID-19 yang bukan perokok.
“Yang paling kasihan perokok pasif. Karena mereka ini adalah bukan penikmat rokok tapi terkena imbas dari asapnya yang terhirup secara tidak langsung. Walaupun memang yang paling berat adalah perokok itu sendiri, karena pada asapnya itu ada sel-sel radang yang menyebabkan kemampuan pertahanan tubuh kita berkurang. Sehingga saat terinfeksi virus dan penyakit-penyakit lain, lebih gampang terserang”, tambah dr. Vito Anggarino Damay.
tulis komentar anda