Ledakan Covid-19 di Eropa-AS Jadi Pelajaran
Selasa, 10 November 2020 - 05:35 WIB
HARI-HARI ini masyarakat di sejumlah kota-kota Eropa tak lagi leluasa. Di Inggris, Jerman, dan Prancis virus korona belum bisa terkendali. Tren kenaikan justru meningkat tajam. Buntut lonjakan tajam inilah yang membuat mereka tak lagi bebas bergerak lantaran pemerintah setempat memberlakukan lockdown.
Jika lockdown ini berhasil, Natal tahun ini diharapkan bisa dirayakan meski tentu tidak akan semeriah tahun-tahun sebelumnya. Kendati tidak seketat lockdown sebelumnya, toh pembatasan ini pasti menyebabkan banyak kontraksi di berbagai lini kehidupan. Semua pun tidak mampu menjamin bahwa dengan lockdown kasus Covid-19 lantas mudah turun. Dengan asumsi ini, kemeriahan Natal pun yang mereka harapkan hakikatnya juga masih jadi misteri.
Di Amerika Serikat (AS) tren lonjakan kasus Covid-19 juga terlihat kembali seperti di Illinois, North Carolina, Ohio, Minnesota, dan Utah. Meski belum berpikir untuk memberlakukan pembatasan seperti di sejumlah negara Eropa, peningkatan kasus ini patut diwaspadai. Kasus yang terjadi di Eropa dan AS memberi sinyal kuat bahwa pandemi korona ini belum benar-benar berhasil terkendali. Pun di negara yang selama ini dikenal dengan kepatuhan dan kedisiplinan tinggi.
Lantas bagaimana dengan Indonesia yang dalam beberapa waktu terakhir makin memberikan banyak kelonggaran? Jelas belum aman. Bahkan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito kemarin menyatakan, pascaliburan panjang akhir Oktober lalu ada tren kenaikan kasus kendati masih kecil. Namun, semuanya belum final karena hitungannya baru mencapai sembilan hari usai libur. Tren kenaikan lebih realistis, kata Wiku, akan baru jelas terlihat pada hari ke-10 hingga 14 pascalibur.
Kita semua pasti tidak ingin Satgas Penanganan Covid-19 dalam beberapa hari ke depan menyampaikan kabar buruk ada kenaikan tajam kasus. Kendati sudah jauh-jauh hari kenaikan ini diskenariokan, penambahan kasus akan makin membuyarkan usaha-usaha keras yang selama ini dilakukan.
Tak sekadar langkah-langkah teknis penanganan yang kian berat, masalah serius yang bakal dihadapi bangsa ini adalah makin lemahnya membangun semangat bersama. Dokter, perawat, tenaga medis, maupun relawan-relawan yang siang-malam bekerja menjadi kian putus asa. Mereka seolah tak memiliki harapan lantaran korona menjadi kian tak berujung. Pengetatan kembali sejumlah kota di Eropa maupun ke depan di AS harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Pada saat korona nyatanya belum terkendali, semua pihak harus memiliki kesadaran kuat untuk tidak lengah dengan ancaman virus yang disebut-sebut berawal dari Kota Wuhan, China tersebut. Eropa dan AS yang relatif maju dan terbiasa hidup disiplin begitu mudah rapuh menghadapi virus ini, lantas bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang cenderung abai dan senang berkumpul?
Akumulasi kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai 440.569 setelah mendapat tambahan kasus baru sebanyak 2.853 kemarin. Masih ada enam provinsi yang relatif tinggi penambahan kasusnya karena di atas 100 orang/hari, yakni di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jabar Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Banten. Seperti di Eropa dan AS, pendidikan penduduk di sejumlah provinsi tersebut tergolong lebih maju dibandingkan provinsi yang lain. Namun, modal itu belum cukup untuk menjamin hukum bahwa korona akan hilang di tempat orang yang berpendidikan tinggi. Sebabnya, kadang kala semakin orang berpendidikan justru mudah untuk menyepelekan.
Semua memahami bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) secara ketat yang selama ini diberlakukan layaknya lockdown di Eropa dan AS membuat aktivitas serba tak leluasa. Dampak ekonomi pun kian luas. Maka itu, jika tak ingin ada pengekangan, saatnya semua meneguhkan komitmennya untuk tidak bertindak sewenang-wenang, apalagi dengan dalih kebebasan.
Jika lockdown ini berhasil, Natal tahun ini diharapkan bisa dirayakan meski tentu tidak akan semeriah tahun-tahun sebelumnya. Kendati tidak seketat lockdown sebelumnya, toh pembatasan ini pasti menyebabkan banyak kontraksi di berbagai lini kehidupan. Semua pun tidak mampu menjamin bahwa dengan lockdown kasus Covid-19 lantas mudah turun. Dengan asumsi ini, kemeriahan Natal pun yang mereka harapkan hakikatnya juga masih jadi misteri.
Di Amerika Serikat (AS) tren lonjakan kasus Covid-19 juga terlihat kembali seperti di Illinois, North Carolina, Ohio, Minnesota, dan Utah. Meski belum berpikir untuk memberlakukan pembatasan seperti di sejumlah negara Eropa, peningkatan kasus ini patut diwaspadai. Kasus yang terjadi di Eropa dan AS memberi sinyal kuat bahwa pandemi korona ini belum benar-benar berhasil terkendali. Pun di negara yang selama ini dikenal dengan kepatuhan dan kedisiplinan tinggi.
Lantas bagaimana dengan Indonesia yang dalam beberapa waktu terakhir makin memberikan banyak kelonggaran? Jelas belum aman. Bahkan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito kemarin menyatakan, pascaliburan panjang akhir Oktober lalu ada tren kenaikan kasus kendati masih kecil. Namun, semuanya belum final karena hitungannya baru mencapai sembilan hari usai libur. Tren kenaikan lebih realistis, kata Wiku, akan baru jelas terlihat pada hari ke-10 hingga 14 pascalibur.
Kita semua pasti tidak ingin Satgas Penanganan Covid-19 dalam beberapa hari ke depan menyampaikan kabar buruk ada kenaikan tajam kasus. Kendati sudah jauh-jauh hari kenaikan ini diskenariokan, penambahan kasus akan makin membuyarkan usaha-usaha keras yang selama ini dilakukan.
Tak sekadar langkah-langkah teknis penanganan yang kian berat, masalah serius yang bakal dihadapi bangsa ini adalah makin lemahnya membangun semangat bersama. Dokter, perawat, tenaga medis, maupun relawan-relawan yang siang-malam bekerja menjadi kian putus asa. Mereka seolah tak memiliki harapan lantaran korona menjadi kian tak berujung. Pengetatan kembali sejumlah kota di Eropa maupun ke depan di AS harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Pada saat korona nyatanya belum terkendali, semua pihak harus memiliki kesadaran kuat untuk tidak lengah dengan ancaman virus yang disebut-sebut berawal dari Kota Wuhan, China tersebut. Eropa dan AS yang relatif maju dan terbiasa hidup disiplin begitu mudah rapuh menghadapi virus ini, lantas bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang cenderung abai dan senang berkumpul?
Akumulasi kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai 440.569 setelah mendapat tambahan kasus baru sebanyak 2.853 kemarin. Masih ada enam provinsi yang relatif tinggi penambahan kasusnya karena di atas 100 orang/hari, yakni di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jabar Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Banten. Seperti di Eropa dan AS, pendidikan penduduk di sejumlah provinsi tersebut tergolong lebih maju dibandingkan provinsi yang lain. Namun, modal itu belum cukup untuk menjamin hukum bahwa korona akan hilang di tempat orang yang berpendidikan tinggi. Sebabnya, kadang kala semakin orang berpendidikan justru mudah untuk menyepelekan.
Semua memahami bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) secara ketat yang selama ini diberlakukan layaknya lockdown di Eropa dan AS membuat aktivitas serba tak leluasa. Dampak ekonomi pun kian luas. Maka itu, jika tak ingin ada pengekangan, saatnya semua meneguhkan komitmennya untuk tidak bertindak sewenang-wenang, apalagi dengan dalih kebebasan.
(bmm)
tulis komentar anda