Ombudsman: Staf Khusus Presiden Tidak Bisa Memerintah
Senin, 09 November 2020 - 17:39 WIB
JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menyoroti penerbitan surat perintah yang dikeluarkan Staf Khusus Presiden, Aminuddin Maruf kepada Dewan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (Dema PTKIN).
Dalam surat perintah bernomor Sprint-054/SKP-AM/11/2020 yang beredar tersebut, berisi perintah kepada sembilan orang Dewan Eksekutif Lembaga Mahasiswa dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri se-Indonesia untuk menghadiri pertemuan dengan Staf Khusus Presiden RI dalam rangka penyerahan rekomendasi sikap Omnibus Law di Gedung Wisma Negara Lantai 6 pada Jumat 6 November 2020 pukul 13.00 sampai selesai.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala pun menyoroti mengenai kewenangan dari staf khusus dalam menerbitkan surat perintah, penulisan serta penggunaan dasar hukum yang kurang tepat dalam surat perintah dimaksud.
"Staf Khusus Presiden tidak memiliki kewenangan eksekutif yang bersifat memerintah. Staf khusus bisa saja menerima dan berdialog dengan pengurus Dema PTKIN, namun tidak bisa menerbitkan surat yang isinya perintah. Surat yang sifatnya berisi perintah itu lazimnya diterbitkan dalam hubungan koordinasi atasan dan bawahan. Sementara hubungan staf khusus dengan Dema PTKIN ini kan setara," tutur Adrianus Meliala, Senin (9/11/2020) di Jakarta.
Adrianus menjelaskan, yang berwenang menerbitkan surat perintah atau penugasan adalah pimpinan dari satuan kerja (satker), bukan staf khusus yang secara administratif bertanggung jawab kepada Sekretariat Kabinet sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2018.
Dia juga menyesalkan adanya kesalahan penulisan/salah ketik dan penggunaan dasar hukum yang kurang tepat dalam surat perintah tersebut yang berpotensi maladministrasi.
"Kesalahan mendasar seperti ini harusnya tidak boleh terjadi, kesalahan ini seperti mengulang kejadian sebelumnya, di mana terjadi pelanggaran administrasi surat menyurat oleh Staf Khusus Presiden yang dilakukan oleh Andi Taufan Garuda Putra, dengan mengirimkan surat kepada camat seluruh Indonesia. Kesalahan tersebut dapat berpengaruh pada kehormatan Presiden," tuturnya.(Baca Juga: KPK Periksa Mantan Pejabat Pemkab Mimika Terkait Dugaan Korupsi Pembangunan Gereja)
Menurut dia, kesalahan yang berulang mengenai administrasi surat menyurat ini mengindikasikan bahwa staf khusus kurang memahami tata kerja dari instansi/ lembaga pemerintah serta asas-asas umum perintahan yang baik. Untuk itu, Ombudsman bersedia memberikan pelatihan kepada staf khusus milenial tersebut.
Mengingat bahwa kejadian yang dilakukan oleh Staf Khusus ini tidak hanya sekali saja maka Ombudsman meminta Presiden untuk melakukan evaluasi terkait keberadaan dan fungsi staf khusus dimaksud.
Dalam surat perintah bernomor Sprint-054/SKP-AM/11/2020 yang beredar tersebut, berisi perintah kepada sembilan orang Dewan Eksekutif Lembaga Mahasiswa dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri se-Indonesia untuk menghadiri pertemuan dengan Staf Khusus Presiden RI dalam rangka penyerahan rekomendasi sikap Omnibus Law di Gedung Wisma Negara Lantai 6 pada Jumat 6 November 2020 pukul 13.00 sampai selesai.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala pun menyoroti mengenai kewenangan dari staf khusus dalam menerbitkan surat perintah, penulisan serta penggunaan dasar hukum yang kurang tepat dalam surat perintah dimaksud.
"Staf Khusus Presiden tidak memiliki kewenangan eksekutif yang bersifat memerintah. Staf khusus bisa saja menerima dan berdialog dengan pengurus Dema PTKIN, namun tidak bisa menerbitkan surat yang isinya perintah. Surat yang sifatnya berisi perintah itu lazimnya diterbitkan dalam hubungan koordinasi atasan dan bawahan. Sementara hubungan staf khusus dengan Dema PTKIN ini kan setara," tutur Adrianus Meliala, Senin (9/11/2020) di Jakarta.
Adrianus menjelaskan, yang berwenang menerbitkan surat perintah atau penugasan adalah pimpinan dari satuan kerja (satker), bukan staf khusus yang secara administratif bertanggung jawab kepada Sekretariat Kabinet sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2018.
Dia juga menyesalkan adanya kesalahan penulisan/salah ketik dan penggunaan dasar hukum yang kurang tepat dalam surat perintah tersebut yang berpotensi maladministrasi.
"Kesalahan mendasar seperti ini harusnya tidak boleh terjadi, kesalahan ini seperti mengulang kejadian sebelumnya, di mana terjadi pelanggaran administrasi surat menyurat oleh Staf Khusus Presiden yang dilakukan oleh Andi Taufan Garuda Putra, dengan mengirimkan surat kepada camat seluruh Indonesia. Kesalahan tersebut dapat berpengaruh pada kehormatan Presiden," tuturnya.(Baca Juga: KPK Periksa Mantan Pejabat Pemkab Mimika Terkait Dugaan Korupsi Pembangunan Gereja)
Menurut dia, kesalahan yang berulang mengenai administrasi surat menyurat ini mengindikasikan bahwa staf khusus kurang memahami tata kerja dari instansi/ lembaga pemerintah serta asas-asas umum perintahan yang baik. Untuk itu, Ombudsman bersedia memberikan pelatihan kepada staf khusus milenial tersebut.
Mengingat bahwa kejadian yang dilakukan oleh Staf Khusus ini tidak hanya sekali saja maka Ombudsman meminta Presiden untuk melakukan evaluasi terkait keberadaan dan fungsi staf khusus dimaksud.
tulis komentar anda