Istana: UU Ciptaker Beri Akses Pengelolaan Hutan dan Lindungi Masyarakat Adat
Sabtu, 07 November 2020 - 17:40 WIB
JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP), Usep Setiawan, mengatakan Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) memberikan peluang kepada rakyat untuk mengelola hutan dan melindungi masyarakat adat. Penegasan itu tertuang dalam sejumlah pasal menyangkut sektor kehutanan.
“Ada pasal yang mengatur tentang pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi melalui program Perhutanan Sosial. Program ini bisa diberikan kepada perseorangan, kelompok tani hutan dan koperasi," ujar Usep melalui keterangan persnya, Sabtu (7/11/202. (Baca juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Bakal Lindungi Usaha Masyarakat di Sekitar Hutan)
Menurut Usep aturan itu ada pada paragraf 4 bagian kehutanan. Di antara Pasal 29 dan Pasal 30 UU Kehutanan disisipkan 2 (dua) pasal baru yakni Pasal 29A dan Pasal 29B yang salah satunya mengatur penguatan perhutanan sosial. Pengaturan ini akan memperkuat upaya pemerintah dalam pemberian akses pengelolaan kawasan hutan bagi rakyat. “Jadi, nanti ada dampak positif yang muncul berupa perluasan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat di sekitar hutan,” tambah Usep.
Usep menuturkan, program perhutanan sosial semakin kuat sejak disahkannya UU Ciptaker. Apalagi selama pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah menyerahkan 4,2 juta hektare lahan untuk dikelola masyarakat. “Selanjutnya, yang paling penting adalah soal pendampingan program lanjutan. Sehingga masyarakat di sekitar hutan itu memiliki kemampuan dalam mengelola kewenangan yang telah diberikan, seperti masuk dalam aspek bisnis perhutanan sosial. Dalam hal ini tidak hanya agroforestry,” ujar dia. (Baca juga: UU Ciptaker Wajib Lindungi Fungsi Konservasi Hutan)
Usep menambahkan, Undang-undang Cipta Kerja juga sangat berpihak dan melindungi masyarakat adat, terutama yang tinggal di kawasan hutan dan kebun. Bahkan, dalam UU Ciptaker, kata dia masyarakat adat akan diikutkan dalam kebijakan penataan kawasan hutan, konservasi hingga Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). "UU Ciptaker ini menegaskan keberpihakan pemerintah pada masyarakat dengan restorative justice atau penyelesaian hukum di luar pengadilan," katanya.
Dalam Undang Undang Cipta Kerja juga masuk persoalan lingkungan hutan yang terbagi atas dua bagian, yakni bagian persetujuan lingkungan yang menjadi persyaratan dasar perizinan berusaha. Sedang bagian berikutnya adalah bagian perizinan berusaha serta kemudahan persyaratan investasi dari sektor kehutanan.
Keduanya berasal dari tiga UU berbeda yakni UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. “Penyatuan ini akan membuat aturan semakin mudah dipahami dan tidak akan merepotkan masyarakat adat dan masyarakat sekitar hutan,” kata Usep.
“Ada pasal yang mengatur tentang pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi melalui program Perhutanan Sosial. Program ini bisa diberikan kepada perseorangan, kelompok tani hutan dan koperasi," ujar Usep melalui keterangan persnya, Sabtu (7/11/202. (Baca juga: RUU Cipta Kerja Dinilai Bakal Lindungi Usaha Masyarakat di Sekitar Hutan)
Menurut Usep aturan itu ada pada paragraf 4 bagian kehutanan. Di antara Pasal 29 dan Pasal 30 UU Kehutanan disisipkan 2 (dua) pasal baru yakni Pasal 29A dan Pasal 29B yang salah satunya mengatur penguatan perhutanan sosial. Pengaturan ini akan memperkuat upaya pemerintah dalam pemberian akses pengelolaan kawasan hutan bagi rakyat. “Jadi, nanti ada dampak positif yang muncul berupa perluasan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat di sekitar hutan,” tambah Usep.
Usep menuturkan, program perhutanan sosial semakin kuat sejak disahkannya UU Ciptaker. Apalagi selama pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah menyerahkan 4,2 juta hektare lahan untuk dikelola masyarakat. “Selanjutnya, yang paling penting adalah soal pendampingan program lanjutan. Sehingga masyarakat di sekitar hutan itu memiliki kemampuan dalam mengelola kewenangan yang telah diberikan, seperti masuk dalam aspek bisnis perhutanan sosial. Dalam hal ini tidak hanya agroforestry,” ujar dia. (Baca juga: UU Ciptaker Wajib Lindungi Fungsi Konservasi Hutan)
Usep menambahkan, Undang-undang Cipta Kerja juga sangat berpihak dan melindungi masyarakat adat, terutama yang tinggal di kawasan hutan dan kebun. Bahkan, dalam UU Ciptaker, kata dia masyarakat adat akan diikutkan dalam kebijakan penataan kawasan hutan, konservasi hingga Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). "UU Ciptaker ini menegaskan keberpihakan pemerintah pada masyarakat dengan restorative justice atau penyelesaian hukum di luar pengadilan," katanya.
Dalam Undang Undang Cipta Kerja juga masuk persoalan lingkungan hutan yang terbagi atas dua bagian, yakni bagian persetujuan lingkungan yang menjadi persyaratan dasar perizinan berusaha. Sedang bagian berikutnya adalah bagian perizinan berusaha serta kemudahan persyaratan investasi dari sektor kehutanan.
Keduanya berasal dari tiga UU berbeda yakni UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. “Penyatuan ini akan membuat aturan semakin mudah dipahami dan tidak akan merepotkan masyarakat adat dan masyarakat sekitar hutan,” kata Usep.
(cip)
tulis komentar anda