Animo Kartu Prakerja Tinggi, PDIP: Gelombang Tambahan Perlu Kajian Khusus
Rabu, 04 November 2020 - 13:53 WIB
JAKARTA - Animo masyarakat yang melamar Program Kartu Prakerja sangat tinggi. Hingga Oktober lalu, ada 40 juta orang yang melamar. Sampai hari ini, program ini sudah menjangkau 5,6 juta orang.
Mengingat tinggi minat masyarakat, Komite Cipta Kerja membuka gelombang tambahan atau yang ke-11. Sejak dibuka pada 2 November 2020, jumlah orang yang melamar sudah mencapai 400.000 orang. Tingginya animo masyarakat yang melamar program Kartu Prakerja ini diduga karena meningkatnya jumlah pengangguran akibat pandemi Covid-19. (Baca juga: Hasil Pelatihan Kartu Prakerja, Kini Banyak Jadi Youtuber dan Perias)
Anggota Komisi IX Muchamad Nabil Haroen mengatakan pembukaan gelombang selanjutnya untuk menampung masyarakat yang membutuhkan program ini perlu dilakukan kajian khusus. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu meminta pemerintah memperhatikan fenomena itu. “Perlu riset lagi, seberapa besar dampak peserta pelatihan terhadap kemampuan yang mereka dapatkan dan efek bagi pekerjaan dan produktivitas. Jangan sampai, orang ikut hanya karena ingin mencairkan bantuan. Harus ada kajian terkait manfaat program ini,” ujarnya kepada SINDOnews, Rabu (4/11/2020). (Baca juga: Maksimalkan Kartu Prakerja)
Dia menjelaskan, program ini menelan anggaran sebesar Rp20 triliun. Rinciannya, Rp5,6 triliun untuk biaya pelatihan, insentif Rp13,45 triliun, survei Rp840 miliar, dan Project Management Office (PMO) sebesar Rp100 juta. Setiap peserta akan mendapatkan uang sebesar Rp3,55 juta. Rinciannya, Rp1 juta untuk pelatihan, insentif penuntasan latihan Rp600.000 selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp150.000. (Baca juga: 5,6 Juta Orang Sudah Terima SK Kartu Prakerja)
Berdasarkan data Komite Cipta Kerja, peserta menggunakan insentif untuk membeli bahan pangan, listrik, modal usaha, bensin, serta pulsa dan kuota internet. Nabil mengingatkan program ini untuk meningkatkan kemampuan seraya memberikan tunjangan modal. Dia berharap para peserta menggunakan dana bantuan untuk sektor yang produktif, bukan konsumtif. “Jika anggaran terserap untuk konsumtif meski karena pandemi, program ini harus dikaji lagi dampaknya strategisnya. Jangan sampai mubazir. Anggaran besar, tapi dampak produktifnya tidak sebanding,” pungkasnya.
Mengingat tinggi minat masyarakat, Komite Cipta Kerja membuka gelombang tambahan atau yang ke-11. Sejak dibuka pada 2 November 2020, jumlah orang yang melamar sudah mencapai 400.000 orang. Tingginya animo masyarakat yang melamar program Kartu Prakerja ini diduga karena meningkatnya jumlah pengangguran akibat pandemi Covid-19. (Baca juga: Hasil Pelatihan Kartu Prakerja, Kini Banyak Jadi Youtuber dan Perias)
Anggota Komisi IX Muchamad Nabil Haroen mengatakan pembukaan gelombang selanjutnya untuk menampung masyarakat yang membutuhkan program ini perlu dilakukan kajian khusus. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu meminta pemerintah memperhatikan fenomena itu. “Perlu riset lagi, seberapa besar dampak peserta pelatihan terhadap kemampuan yang mereka dapatkan dan efek bagi pekerjaan dan produktivitas. Jangan sampai, orang ikut hanya karena ingin mencairkan bantuan. Harus ada kajian terkait manfaat program ini,” ujarnya kepada SINDOnews, Rabu (4/11/2020). (Baca juga: Maksimalkan Kartu Prakerja)
Dia menjelaskan, program ini menelan anggaran sebesar Rp20 triliun. Rinciannya, Rp5,6 triliun untuk biaya pelatihan, insentif Rp13,45 triliun, survei Rp840 miliar, dan Project Management Office (PMO) sebesar Rp100 juta. Setiap peserta akan mendapatkan uang sebesar Rp3,55 juta. Rinciannya, Rp1 juta untuk pelatihan, insentif penuntasan latihan Rp600.000 selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp150.000. (Baca juga: 5,6 Juta Orang Sudah Terima SK Kartu Prakerja)
Berdasarkan data Komite Cipta Kerja, peserta menggunakan insentif untuk membeli bahan pangan, listrik, modal usaha, bensin, serta pulsa dan kuota internet. Nabil mengingatkan program ini untuk meningkatkan kemampuan seraya memberikan tunjangan modal. Dia berharap para peserta menggunakan dana bantuan untuk sektor yang produktif, bukan konsumtif. “Jika anggaran terserap untuk konsumtif meski karena pandemi, program ini harus dikaji lagi dampaknya strategisnya. Jangan sampai mubazir. Anggaran besar, tapi dampak produktifnya tidak sebanding,” pungkasnya.
(cip)
tulis komentar anda