Tetap Waspada COVID-19, Kemenkes: Kemungkinan Berlangsung dalam Waktu Lama
Rabu, 04 November 2020 - 10:51 WIB
JAKARTA - Kepala bidang Pencegahan, Mitigasi, dan Kesiapsiagaan Kementerian Kesehatan ( Kemenkes ), dr Ina Agustina Isturini meminta masyarakat tetap waspada terhadap penularan COVID-19 . Pasalnya, virus COVID-19 ini adalah virus baru yang belum ditemukan obat dan vaksinnya.
“Kenapa kita harus tetap waspada terhadap COVID-19? Karena, pertama ini adalah virus baru. Dia belum banyak yang kita ketahui tentang virus ini, obat dan vaksin masih diteliti. Dan kemungkinan akan berlangsung lama,” ujar Ina dalam diskusi secara virtual, Rabu (4/11/2020). (Baca juga: Jika Menang, Biden Segera Bentuk Tim Gugus Tugas Covid-19)
Ina menjelaskan bahwa ada sejumlah penelitian baik dari World Health Organization, Harvard University, dan China menyatakan bahwa pandemi COVID-19 akan berlangsung lama hingga tahun 2022. Bahkan, ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 akan berlangsung sampai tahun 2024.
“Sejumlah penelitian baik itu WHO juga sudah menyatakan bahwa kita akan bertemu dalam jangka waktu lama. Kemudian peneliti dari Harvard maupun dari China bahwa semuanya menunjukkan bahwa (pandemi) ini akan berlangsung lama. Bisa ada yang menyatakan sampai tahun 2022, ada menyampaikan sampai bisa sampai 2024,” jelas Ina.
Ina pun mengatakan berdasarkan pengalaman sejarah bahwa pandemi seperti Spanish Flu atau Flu Spanyol pada tahun 1918 berlangsung selama 3 tahun. “Dan berdasarkan pengalaman pandemi pada masa sebelumnya, memang pandemi itu bisa berlangsung. Pada Spanish Flu pada tahun 1900-an ya, 1918 ya itu berlangsung sekitar 3 tahunan ya. Sehingga memang ini akan berlangsung lama,” tuturnya.
Kedua, kata Ina, bahwa banyak orang yang tanpa gejala tapi tetap dapat menularkan. Ketiga adalah potensi lonjakan pasien. “Memang untuk COVID-19 ini sekitar 80% dengan gejala ringan sedang dan 20% apa namanya harus membutuhkan perawatan rumah sakit. Artinya sebagian besar akan sembuh. Itu udah memang sudah berdasarkan statistik ya untuk kasus-kasus yang sebagian besar 20% akan sakit.”
Ina menuturkan virus COVID-19 juga menyebar sangat cepat hanya dalam beberapa bulan saja sejak ditemukan kasus pertama kini jumlahnya mencapai hampir 50 juta di seluruh dunia. “Tapi kebayang dengan begitu mudahnya dia menular, jadi ini salah satu ciri khas COVID-19 ini dia cepat sekali ya, kalau kita lihat dalam sejak dia muncul Januari sampai sekarang Oktober, Juni aja sudah 46 juta hampir 50 juta. Lalu, Indonesia sudah lebih dari 400 ribu. Bahwa ini menunjukkan bahwa virus ini sangat cepat,” katanya.
Kalau kalau kita tidak hati-hati, tegas Ina dimana ada 1 juta orang saja misalnya sakit berbarengan, maka 20% itu adalah 200.000 orang yang membutuhkan pelayanan rumah sakit. “Nah, itu artinya membutuhkan pelayanan rumah sakit. Padahal jumlah tempat tidur di rumah sakit itu yang tersedia saat ini kalau jumlahnya sekitar 200.000-an bed. Padahal, ada juga ada penyakit-penyakit lain tidak hanya COVID-19.” (Baca juga: Calon Wali Kota Semarang Terkonfirmasi COVID-19, Keluarga Mengakui)
“Jadi artinya dengan kemampuan penularan yang sangat cepat, itu juga akan berpotensi menimbulkan korban massal yang melebihi kapasitas kesehatan. Ini juga mengganggu pelayanan kesehatan rutin,” imbuh Ina.
“Kenapa kita harus tetap waspada terhadap COVID-19? Karena, pertama ini adalah virus baru. Dia belum banyak yang kita ketahui tentang virus ini, obat dan vaksin masih diteliti. Dan kemungkinan akan berlangsung lama,” ujar Ina dalam diskusi secara virtual, Rabu (4/11/2020). (Baca juga: Jika Menang, Biden Segera Bentuk Tim Gugus Tugas Covid-19)
Ina menjelaskan bahwa ada sejumlah penelitian baik dari World Health Organization, Harvard University, dan China menyatakan bahwa pandemi COVID-19 akan berlangsung lama hingga tahun 2022. Bahkan, ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 akan berlangsung sampai tahun 2024.
“Sejumlah penelitian baik itu WHO juga sudah menyatakan bahwa kita akan bertemu dalam jangka waktu lama. Kemudian peneliti dari Harvard maupun dari China bahwa semuanya menunjukkan bahwa (pandemi) ini akan berlangsung lama. Bisa ada yang menyatakan sampai tahun 2022, ada menyampaikan sampai bisa sampai 2024,” jelas Ina.
Ina pun mengatakan berdasarkan pengalaman sejarah bahwa pandemi seperti Spanish Flu atau Flu Spanyol pada tahun 1918 berlangsung selama 3 tahun. “Dan berdasarkan pengalaman pandemi pada masa sebelumnya, memang pandemi itu bisa berlangsung. Pada Spanish Flu pada tahun 1900-an ya, 1918 ya itu berlangsung sekitar 3 tahunan ya. Sehingga memang ini akan berlangsung lama,” tuturnya.
Kedua, kata Ina, bahwa banyak orang yang tanpa gejala tapi tetap dapat menularkan. Ketiga adalah potensi lonjakan pasien. “Memang untuk COVID-19 ini sekitar 80% dengan gejala ringan sedang dan 20% apa namanya harus membutuhkan perawatan rumah sakit. Artinya sebagian besar akan sembuh. Itu udah memang sudah berdasarkan statistik ya untuk kasus-kasus yang sebagian besar 20% akan sakit.”
Ina menuturkan virus COVID-19 juga menyebar sangat cepat hanya dalam beberapa bulan saja sejak ditemukan kasus pertama kini jumlahnya mencapai hampir 50 juta di seluruh dunia. “Tapi kebayang dengan begitu mudahnya dia menular, jadi ini salah satu ciri khas COVID-19 ini dia cepat sekali ya, kalau kita lihat dalam sejak dia muncul Januari sampai sekarang Oktober, Juni aja sudah 46 juta hampir 50 juta. Lalu, Indonesia sudah lebih dari 400 ribu. Bahwa ini menunjukkan bahwa virus ini sangat cepat,” katanya.
Kalau kalau kita tidak hati-hati, tegas Ina dimana ada 1 juta orang saja misalnya sakit berbarengan, maka 20% itu adalah 200.000 orang yang membutuhkan pelayanan rumah sakit. “Nah, itu artinya membutuhkan pelayanan rumah sakit. Padahal jumlah tempat tidur di rumah sakit itu yang tersedia saat ini kalau jumlahnya sekitar 200.000-an bed. Padahal, ada juga ada penyakit-penyakit lain tidak hanya COVID-19.” (Baca juga: Calon Wali Kota Semarang Terkonfirmasi COVID-19, Keluarga Mengakui)
“Jadi artinya dengan kemampuan penularan yang sangat cepat, itu juga akan berpotensi menimbulkan korban massal yang melebihi kapasitas kesehatan. Ini juga mengganggu pelayanan kesehatan rutin,” imbuh Ina.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda