UU Ciptaker Menyulut Kontroversi, Begini Pandangan Yusril Ihza Mahendra
Rabu, 04 November 2020 - 09:38 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra ikut menanggapi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Omnibus Law Cipta Kerja ( UU Ciptaker ) yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) pada Senin 2 November 2020. Dengan demikian, RUU Ciptaker yang menyulut banyak kontroversi telah final menjadi UU yang berlaku setelah diumumkan oleh Menkumham dalam Lembaran Negara RI pada hari yang sama.
Yusril mengatakan ada sejumlah masalah yang kini dihadapi pemerintah dan seharusnya juga DPR dengan disahkannya UU Ciptaker ini. Pertama adalah penolakan keras dari berbagai kalangan, terutama kalangan pekerja yang menilai UU ini sebuah kemunduran yang merugikan kepentingan mereka. (Baca juga: UU Ciptaker Diprotes Banyak Typo, Arteria Dahlan Bela Jokowi)
"Demo besar-besaran yang digerakkan Serikat Pekerja dan didukung elemen lain dalam masyarakat dalam menolak UU Cipta Kerja menambah keadaan yang sudah runyam akibat pandemi COVID-19 menjadi semakin mengkhawatirkan," tutur Yusril dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (4/11/2020).
Menurut Yusril, sejumlah akademisi dan aktivis sosial juga mengkritik UU yang proses pembuatannya kurang transparan. Pembahasannya terkesan tergesa-gesa sehingga menabrak UU lain. UU ini juga dinilai terlalu banyak mendelegasikan pengaturan lanjutan baik kepada Peraturan Pemerintah maupun kepada Peraturan Presiden.
Pendelegasian pengaturan yang begitu banyak menimbulkan kekhawatiran para akademisi akan makin membesarnya kekuasaan presiden yang potensial menabrak asas-asas demokrasi. "Potensi seperti itu dianggap bertentangan dengan cita-cita Reformasi 22 tahun yang lalu," kata dia.
Selanjutnya, Yusril melihat setelah pemerintah dan DPR menyepakati RUU Ciptaker menjadi UU kemudian isu ini bergeser ke Uji Formil dan Materil ke Mahkamah Kontitusi (MK). Dia menjelaskan sejak sebelum ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 3 November silam, sudah ada pihak-pihak yang mendaftarkan permohonan pengujian UU Cipta Kerja ini ke MK.
Presiden Jokowi sendiri dalam statemen kepada masyarakat tanggal 9 Otober yang lalu telah mempersilakan elemen-elemem masyarakat yang tidak puas dan bahkan menolak UU Ciptaker ini untuk mengujinya di MK.
"Keinginan mereka yang ingin menguji UU Cipta Kerja ke MK, baik uji formil maupun materil memang pantas didukung agar MK secara obyektif dapat memeriksa dan memutuskan apakah secara formil proses pembentukan UU Cipta Kerja ini menabrak prosedur pembentukan undang-undang --termasuk melakukan amanden terhadap undang-undang-- atau tidak," jelas Yusril.
"MK akan menggunakan norma-norma dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 untuk menilainya," sambungnya.
Yusril mengatakan ada sejumlah masalah yang kini dihadapi pemerintah dan seharusnya juga DPR dengan disahkannya UU Ciptaker ini. Pertama adalah penolakan keras dari berbagai kalangan, terutama kalangan pekerja yang menilai UU ini sebuah kemunduran yang merugikan kepentingan mereka. (Baca juga: UU Ciptaker Diprotes Banyak Typo, Arteria Dahlan Bela Jokowi)
"Demo besar-besaran yang digerakkan Serikat Pekerja dan didukung elemen lain dalam masyarakat dalam menolak UU Cipta Kerja menambah keadaan yang sudah runyam akibat pandemi COVID-19 menjadi semakin mengkhawatirkan," tutur Yusril dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (4/11/2020).
Menurut Yusril, sejumlah akademisi dan aktivis sosial juga mengkritik UU yang proses pembuatannya kurang transparan. Pembahasannya terkesan tergesa-gesa sehingga menabrak UU lain. UU ini juga dinilai terlalu banyak mendelegasikan pengaturan lanjutan baik kepada Peraturan Pemerintah maupun kepada Peraturan Presiden.
Pendelegasian pengaturan yang begitu banyak menimbulkan kekhawatiran para akademisi akan makin membesarnya kekuasaan presiden yang potensial menabrak asas-asas demokrasi. "Potensi seperti itu dianggap bertentangan dengan cita-cita Reformasi 22 tahun yang lalu," kata dia.
Selanjutnya, Yusril melihat setelah pemerintah dan DPR menyepakati RUU Ciptaker menjadi UU kemudian isu ini bergeser ke Uji Formil dan Materil ke Mahkamah Kontitusi (MK). Dia menjelaskan sejak sebelum ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 3 November silam, sudah ada pihak-pihak yang mendaftarkan permohonan pengujian UU Cipta Kerja ini ke MK.
Presiden Jokowi sendiri dalam statemen kepada masyarakat tanggal 9 Otober yang lalu telah mempersilakan elemen-elemem masyarakat yang tidak puas dan bahkan menolak UU Ciptaker ini untuk mengujinya di MK.
"Keinginan mereka yang ingin menguji UU Cipta Kerja ke MK, baik uji formil maupun materil memang pantas didukung agar MK secara obyektif dapat memeriksa dan memutuskan apakah secara formil proses pembentukan UU Cipta Kerja ini menabrak prosedur pembentukan undang-undang --termasuk melakukan amanden terhadap undang-undang-- atau tidak," jelas Yusril.
"MK akan menggunakan norma-norma dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 untuk menilainya," sambungnya.
tulis komentar anda