Disepakati Desember, Pilkada Serentak 2020 Diprediksi Sepi Pemilih
Rabu, 15 April 2020 - 22:06 WIB
JAKARTA - DPR dan Pemerintah telah sepakat untuk menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang sedianya dilakukan pada September 2020 menjadi 9 Desember 2020.
Namun, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) memprediksi bahwa Pilkada nantinya akan sepi pemilih mengingat, pandemi ini trennya masih terus meningkat dan menyebar.
Koordinator Nasional (Koornas) JPPR Alwan Ola Riantoby memahami bahwa penundaan Pilkada Serentak 2020 akibat adanya penyebaran pandemi virus Corona atau Covid-19 yang sampai pada saat ini belum diketahui kapan akan berakhir.
Dalam kondisi seperti ini negara harus hadir, kehadiran negara harus lebih cepat dari pergerakan Covid-19, dan negara mempunyai kekuasaan dalam melindungi hak rakyat dan menciptakan keamanan publik, termasuk dalam menyampaikan pilihan di Pilkada ini.
"Demokrasi prosedural sebagai suatu proses dalam memilih pemimpin politik, kini dalam tantangan berat. Karena pada pilkada 2020 yang diselenggarakan di 270 daerah terancam berjalan dengan kondisi rendahnya partisipasi masyarakat pemilih serta hilangnya kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia," kata Alwan kepada SINDO Media, Rabu (15/4/2020).
Alwan menjelaskan, Pilkada 2020 tentu melibatkan banyak pihak. Dalam data DP4 dalam Pilkada 2020 sebanyak 105.396.460 pemilih. Jika melihat data pada Pilkada 2015 terdapat 838 pasangan calon (paslon) dan jumlah TPS sebanyak 237.790 TPS, sedangkan penyelenggara ad hoc PPK berjumlah 10.337, PPS 131.886 dan KPPS 1.664.530.
"Dalam kondisi pandemi seperti ini, sangat riskan karena Pilkada 2020 melibatkan banyak pihak, selain itu mulainya tahapan juga belum menemukan kejelasan dan kepastian," ujarnya.
Karena itu lanjut dia, JPPR memberikan sejumlah catatan dan rekomendasi kepada Pemerintah, DPR dan juga penyelenggara pemilu agar kebijakan penundaan Pilkada 2020 bisa dievaluasi kembali.
Pertama, tren Covid-19 sudah mulai berkembang ke daerah, sedangkan adanya kekosangan kepemimpinan di daerah melihat kewenangan Penjabat sementara (Pjs) kepala daerah yang sangat terbatas.
Namun, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) memprediksi bahwa Pilkada nantinya akan sepi pemilih mengingat, pandemi ini trennya masih terus meningkat dan menyebar.
Koordinator Nasional (Koornas) JPPR Alwan Ola Riantoby memahami bahwa penundaan Pilkada Serentak 2020 akibat adanya penyebaran pandemi virus Corona atau Covid-19 yang sampai pada saat ini belum diketahui kapan akan berakhir.
Dalam kondisi seperti ini negara harus hadir, kehadiran negara harus lebih cepat dari pergerakan Covid-19, dan negara mempunyai kekuasaan dalam melindungi hak rakyat dan menciptakan keamanan publik, termasuk dalam menyampaikan pilihan di Pilkada ini.
"Demokrasi prosedural sebagai suatu proses dalam memilih pemimpin politik, kini dalam tantangan berat. Karena pada pilkada 2020 yang diselenggarakan di 270 daerah terancam berjalan dengan kondisi rendahnya partisipasi masyarakat pemilih serta hilangnya kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia," kata Alwan kepada SINDO Media, Rabu (15/4/2020).
Alwan menjelaskan, Pilkada 2020 tentu melibatkan banyak pihak. Dalam data DP4 dalam Pilkada 2020 sebanyak 105.396.460 pemilih. Jika melihat data pada Pilkada 2015 terdapat 838 pasangan calon (paslon) dan jumlah TPS sebanyak 237.790 TPS, sedangkan penyelenggara ad hoc PPK berjumlah 10.337, PPS 131.886 dan KPPS 1.664.530.
"Dalam kondisi pandemi seperti ini, sangat riskan karena Pilkada 2020 melibatkan banyak pihak, selain itu mulainya tahapan juga belum menemukan kejelasan dan kepastian," ujarnya.
Karena itu lanjut dia, JPPR memberikan sejumlah catatan dan rekomendasi kepada Pemerintah, DPR dan juga penyelenggara pemilu agar kebijakan penundaan Pilkada 2020 bisa dievaluasi kembali.
Pertama, tren Covid-19 sudah mulai berkembang ke daerah, sedangkan adanya kekosangan kepemimpinan di daerah melihat kewenangan Penjabat sementara (Pjs) kepala daerah yang sangat terbatas.
tulis komentar anda