Ahli Hukum Ragukan Efektif Perpres Supervisi Bakal Pompa Kinerja KPK
Kamis, 29 Oktober 2020 - 15:28 WIB
JAKARTA - Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar meragukan Peraturan Presidan (Perpres) No.102/2020 tentang tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat dilaksanakan dengan efektif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meski secara teoritis yuridis Perpres dapat memperkuat kewenangan KPK untuk mensupervisi atau juga mengambil alih kasus dari penegak hukum lain baik kepolisian maupun Kejaksaan Agung.
"Tetapi apakah itu akan efektif ? Akan sangat tergantung pada KPK sekarang kalau yang dulu dengan UU yang lama jangan diragukan terutama komisionernya," ujar Fickar saat dihubungi SINDOnews, Kamis (29/10/2020).
(Baca: ICW Ingatkan KPK Fokus Supervisi Kasus Mangkrak di Kepolisian dan Kejaksaan)
Menurut Fickar, dengan undang-undang yang belum direvisi dan pimpinan KPK terdahulu sangat bisa Perpres Supervisi berjalan sangat efektif. Berbeda dengan kepemimpinan di bawah Firli Bahuri , karena Firli sendiri masih menjadi polisi aktif yang sarat akan konflik kepentingan.
"Apalagi Ketua komisionernya polisi aktif akan menimbulkan konflik kepentingan jika harus mengambil alih kasus korupsi dari kepolisian, karena itu diragukan efektivitasnya jika komposisi pimpinan KPK seperti sekarang ini," ungkapnya.
(Baca: Gratifikasi Sepeda Disebut untuk KSP, KPK: Catatkan sebagai Barang Negara)
Fickar menyebut bahwa KPK saat ini sudah bukan lembaga independen meskipun sebagai penegak hukum. Hal itu didukung pegawai KPK yang akan menjadi ASN dan Ketuanya Firli Bahuri masih menjadi polisi aktif.
"Jadi jangan mengharap kan KPK seperti yang dulu, KPK sengaja dilemahkan sama sprti penegak hukum lain yang dibawah eksekutif. Bahkan sangat mungkin pelemahan KPK ini bagian dari penerbitan Omnibus Law," jelasnya.
"Karena itu tidak mengherankan jika KPK (dibawah) komisioner nya sekarang hanya sibuk ngurusi kenaikan gaji dan mobil dinas yang mewah saja," pungkasnya.
Raka Dwi Novianto
Lihat Juga: Respons Golkar Usai Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Terjaring OTT KPK Jelang Pencoblosan
Meski secara teoritis yuridis Perpres dapat memperkuat kewenangan KPK untuk mensupervisi atau juga mengambil alih kasus dari penegak hukum lain baik kepolisian maupun Kejaksaan Agung.
"Tetapi apakah itu akan efektif ? Akan sangat tergantung pada KPK sekarang kalau yang dulu dengan UU yang lama jangan diragukan terutama komisionernya," ujar Fickar saat dihubungi SINDOnews, Kamis (29/10/2020).
(Baca: ICW Ingatkan KPK Fokus Supervisi Kasus Mangkrak di Kepolisian dan Kejaksaan)
Menurut Fickar, dengan undang-undang yang belum direvisi dan pimpinan KPK terdahulu sangat bisa Perpres Supervisi berjalan sangat efektif. Berbeda dengan kepemimpinan di bawah Firli Bahuri , karena Firli sendiri masih menjadi polisi aktif yang sarat akan konflik kepentingan.
"Apalagi Ketua komisionernya polisi aktif akan menimbulkan konflik kepentingan jika harus mengambil alih kasus korupsi dari kepolisian, karena itu diragukan efektivitasnya jika komposisi pimpinan KPK seperti sekarang ini," ungkapnya.
(Baca: Gratifikasi Sepeda Disebut untuk KSP, KPK: Catatkan sebagai Barang Negara)
Fickar menyebut bahwa KPK saat ini sudah bukan lembaga independen meskipun sebagai penegak hukum. Hal itu didukung pegawai KPK yang akan menjadi ASN dan Ketuanya Firli Bahuri masih menjadi polisi aktif.
"Jadi jangan mengharap kan KPK seperti yang dulu, KPK sengaja dilemahkan sama sprti penegak hukum lain yang dibawah eksekutif. Bahkan sangat mungkin pelemahan KPK ini bagian dari penerbitan Omnibus Law," jelasnya.
"Karena itu tidak mengherankan jika KPK (dibawah) komisioner nya sekarang hanya sibuk ngurusi kenaikan gaji dan mobil dinas yang mewah saja," pungkasnya.
Raka Dwi Novianto
Lihat Juga: Respons Golkar Usai Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Terjaring OTT KPK Jelang Pencoblosan
(muh)
tulis komentar anda