Paslon Interaksi Fisik, Transformasi Kampanye Virtual Belum Efektif
Jum'at, 23 Oktober 2020 - 13:50 WIB
JAKARTA - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Mahardika menyatakan, jika merujuk data paling mutakhir terkait dengan pelaksanaan kampanye Pilkada adalah yang diungkap oleh Bawaslu per Rabu 20 Oktober 2020 yang menyebutkan, ada peringatan tertulis sekitar 303, dan ada 83 pembubaran hasil koordinasi antara Bawaslu dan tim pokja Covid-19, Kepolisian dan Kejaksaan.
(Baca juga: Antre Bansos, Ribuan Warga Ciampea Abaikan Protokol Kesehatan)
Menurut Mahardika, dari data itu bisa dilihat bahwa kampanye tatap muka masih menjadi pilihan bagi pasangan calon. Dia melihat transformasi kampanye ke virtual belum signifikan.
(Baca juga: Jadi Ikon Baru, Jokowi Puji Arsitektur Jembatan Teluk Kendari)
"Kandidat masih mengedepankan interaksi langsung tatap muka secara fisik. Metode ini mungkin dipilih karena secara psikologis lebih memperkuat relasi pemilih dan calon juga ada kantung-kantung pemilih yang tidak bisa dijangkau oleh kampanye virtual," tuturnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (23/10/2020).
Meski begitu, Mahardika menilai, transformasi ke digital juga sebetulnya banyak catatan. Menurut dia, sejak awal lembaganya sebenarnya menganjurkan semua berpindah ke digital tanpa menyiapkan rambu-rambu yang jelas, dan kerangka hukum yang kuat agar jalannya kampanye bisa setara.
"Kami mengidentifikasi ada 23 risiko yang bisa terjadi di dunia digital khususunya media sosial dari mulai disinformasi, microtargeting, transparansi iklan, dan masih banyak lagi," ungkap dia.
"Sementara kerangka hukum belum kuat. Sebagai contoh saja, pengaturan soal iklan di media sosial hanya terbatas pada teknis seperti pembatasan jumlah akun terdaftar, waktu penanyangan iklan tanpa menyentuh soal transparansi iklan tersebut," tambahnya.
Menurutnya, karena tidak memadai regulasi yang disiapkan, iklan kampanye berjalan liar sekarang di medsos. Di pustaka iklan, salah satu sosial media, kalau kita masukkan kata kunci pilkada di mesin pencariannya, akan muncul 1100 iklan yang beredar selama Oktober. Dan itu mayoritas iklan kampanye kandidat di berbagai daerah.
"Padahal kalo merujuk PKPU 11/2020, kampanye iklan di media sosial baru boleh 14 hari sebelum masa tenang. Kampanye (iklan) di luar jadwal itu masih terjadi baik di offline maupun online," jelasnya.
(Baca juga: Antre Bansos, Ribuan Warga Ciampea Abaikan Protokol Kesehatan)
Menurut Mahardika, dari data itu bisa dilihat bahwa kampanye tatap muka masih menjadi pilihan bagi pasangan calon. Dia melihat transformasi kampanye ke virtual belum signifikan.
(Baca juga: Jadi Ikon Baru, Jokowi Puji Arsitektur Jembatan Teluk Kendari)
"Kandidat masih mengedepankan interaksi langsung tatap muka secara fisik. Metode ini mungkin dipilih karena secara psikologis lebih memperkuat relasi pemilih dan calon juga ada kantung-kantung pemilih yang tidak bisa dijangkau oleh kampanye virtual," tuturnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (23/10/2020).
Meski begitu, Mahardika menilai, transformasi ke digital juga sebetulnya banyak catatan. Menurut dia, sejak awal lembaganya sebenarnya menganjurkan semua berpindah ke digital tanpa menyiapkan rambu-rambu yang jelas, dan kerangka hukum yang kuat agar jalannya kampanye bisa setara.
"Kami mengidentifikasi ada 23 risiko yang bisa terjadi di dunia digital khususunya media sosial dari mulai disinformasi, microtargeting, transparansi iklan, dan masih banyak lagi," ungkap dia.
"Sementara kerangka hukum belum kuat. Sebagai contoh saja, pengaturan soal iklan di media sosial hanya terbatas pada teknis seperti pembatasan jumlah akun terdaftar, waktu penanyangan iklan tanpa menyentuh soal transparansi iklan tersebut," tambahnya.
Menurutnya, karena tidak memadai regulasi yang disiapkan, iklan kampanye berjalan liar sekarang di medsos. Di pustaka iklan, salah satu sosial media, kalau kita masukkan kata kunci pilkada di mesin pencariannya, akan muncul 1100 iklan yang beredar selama Oktober. Dan itu mayoritas iklan kampanye kandidat di berbagai daerah.
"Padahal kalo merujuk PKPU 11/2020, kampanye iklan di media sosial baru boleh 14 hari sebelum masa tenang. Kampanye (iklan) di luar jadwal itu masih terjadi baik di offline maupun online," jelasnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda