Hadapi Kompleksitas Ancaman Keamanan, Pasukan Khusus Perlu Dioptimalkan

Rabu, 21 Oktober 2020 - 19:24 WIB
Berdasarkan data Kemhan, sebanyak 3 persen anggota TNI terpapar ekstrimisme. Survei Alvara menyatakan 19,4% PNS tidak setuju Pancasila. Survei Cisfrom 2018 menyatakan, 36,5% kampus islam setuju khilafah, serta data BNPT menyatakan tujuh kampus terpapar ekstrimisme agama.

“Pasca reformasi terjadi kekosongan yang luar biasa terhadap pembinaan mental ideologi bangsa, terutama pada anak-anak kita di sekolah dan perguruan tinggi. Akibatnya, data PPIM UIN 2018 menyebutkan, sebanyak 63 persen guru memiliki opini intoleran terhadap agama lain. Berdasarkan data Kemhan, sebanyak 3 persen anggota TNI terpapar ekstremisme," tuturnya.

Survei Alvara, kata dia, menyatakan 19,4% PNS tidak setuju Pancasila. Survei Cisfrom 2018 menyatakan 36,5% kampus islam setuju khilafah, serta data BNPT menyatakan tujuh kampus terpapar ekstremisme agama,” tuturnya kepada lebih dari seribu peserta Webminar.

Sementara itu, Danjen Kopassus, Mayjen TNI M Hasan menyatakan, Kopassus dibutuhkan sebagai satuan pemukul yang memiliki kemampuan dan fleksilibilitas tinggi dengan bertujuan untuk merubah perimbangan strategis.

Menurut dia, Kopassus selalu siap digerakkan dalam menghadapi ancaman militer, non militer dan hibdria, serta potensi ancaman saat ini, yaitu Covid-19, krisis ekonomi, perang siber, media sosial, perang nubika, bencana alam, proxy war, terorisme, narkoba, dan ideologi.

Strategi Kopassus dalam menghadapi kompeksitas ancaman tersebut adalah dengan mewujudkan Kopassus yang adaptif, fleksibel, modern dan tangguh dengan pembangunan postur Kopassus yang highly prepared, highly trained, highly equipped dan highly supported. Secara khusus, dalam menghadapi ancaman terorisme, Kopassus sudah melakukan sejak tahun 1981 dan telah diakui oleh dunia.

(Baca juga: Pemerintah Tegaskan Vaksin Covid-19 Gratis untuk Rakyat Miskin)

Untuk itu, dari sisi kemampuan dan pengalaman, Kopassus mampu dan siap dalam mengatasi aksi terorisme, namun perlu adanya payung hukum berupa peraturan presiden yang sedang dirancang saat ini.

Menurut dia, strategi Kopassus dalam menghadapi kompeksitas ancaman tersebut adalah dengan mewujudkan Kopassus yang adaptif, fleksibel, modern dan tangguh dengan pembangunan postur Kopassus yang highly prepared, highly trained, highly equipped dan highly supported.

"Secara khusus, dalam menghadapi ancaman terorisme, Kopassus sudah melakukan sejak tahun 1981 dan telah diakui oleh dunia. Untuk itu, dari sisi kemampuan dan pengalaman, Kopassus mampu dan siap dalam mengatasi aksi terorisme, namun perlu adanya payung hukum berupa peraturan presiden yang sedang dirancang saat ini,” kata perwira tinggi lulusan akademi militer angkatan 1993, ini.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More