Setahun Pertama Jokowi Melawan Arus
Selasa, 20 Oktober 2020 - 06:06 WIB
Tahun Pembuktian
Secara umum, sepertinya publik tak terlampau puas dengan kinerja Jokowi di tahun pertama periode kedua pemerintahannya. Tiap hari bermunculan opini tidak berkesudahan, menilai kinerja pemerintah yang masih jauh dari ekspektasi. Ke depan, tak ada pilihan lain bagi Jokowi selain pembuktian di tahun berikutnya, terutama melakukan pembenahan di bidang kesehatan, ekonomi, dan politik.
Tahun pertama cukup menjadi cambuk yang bisa melecut kinerja lanjutan Jokowi. Dalam hal penanganan Covid-19 misalnya, pilihan menyelaraskan ekonomi dan kesehatan nyatanya tak efektif. Jumlah warga yang terpapar virus korona terus melonjak. Ekonomi juga dalam bayang-bayang resesi. Pemerintah mesti tegas memilih salah satu opsinya. Priotitas ekonomi atau kesehatan. Pilihannya terbatas. Hitam atau putih. Tak bisa memilih abu-abu.
Sementara di bidang ekonomi, UU Omnibus Law mesti mendatangkan banyak manfaat seperti yang dijanjikan Jokowi, yakni, investasi berlimpah serta membuka banyak lapangan kerja baru. Regulasi sapu jagat yang dikebut cepat itu harus mampu menjadi obat mujarab perbaikan ekonomi yang luluh lantak karena badai korona.
Begitupun di bidang politik. Jangan ada lagi kebijakan politik pemerintah yang justru melukai perasaan publik. Tak elok bagi demokrasi. Di saat semua orang dilanda ketakutan akibat pandemi virus korona, pemerintah dan DPR justru secara maraton membahas sejumlah regulasi yang selama ini disorot tajam. Terkesan mencari keuntungan dalam kesempitan hidup rakyat.
Oleh karena itu, masih banyak waktu tersisa bagi presiden untuk memperbaiki keadaan. Cukup sudah tahun pertama gagap menghadapi berbagai persoalan. Namun di tahun kedua dan seterusnya recovery di semua bidang mulai harus terlihat nyata. Tentu dengan segala prioritas yang ada.
Pemerintah punya segala instrumen melakukan banyak hal. Bermanuver membalikkan keadaan kembali baik dan normal. Dukungan partai politik dan parlemen yang berlimpah tentu saja menjadi bekal utama. Tidak ada lagi kerikil yang menghambat target bombastis pemerintah. Kini, oposisi di parlemen nyaris tak lagi ada. Kalaupun ada, suaranya nyaris tak terdengar. Karenanya, secara politik Jokowi cukup kuat dan bisa malakukan apa saja demi perbaikan bangsa ke depan.
Memaksimalkan Wapres
Di antara sekian banyak catatan kritis di tahun pertama Jokowi, ada satu hal yang selalu luput dari perhatian publik, yakni, soal peran Wakil Presiden (Wapres) yang dinilai belum maksimal. Tak ada yang tahu persis apa yang sebenarnya terjadi di lingkaran Istana. Publik sekadar ingin melihat Wapres diberikan ruang penuh untuk terlibat dalam berbagai persoalan kebangsaan. Sekaligus menunjukkan kepada khalayak bahwa posisi Wapres bukan sekadar membendung populisme agama yang kian pesat.
Publik menduga ruang gerak Wapres dibatasi semata urusan agama. Sebab, sudah mulai banyak aktor kunci lain yang masuk jejaring kekuasaan yang dalam banyak hal “mengambil alih” peran Wapres. Padahal, portofolio Ma’ruf Amin cukup meyakinkan untuk menyelesaikan berbagai masalah bangsa. Termasuk ekonomi, politik, dan hukum.
Secara umum, sepertinya publik tak terlampau puas dengan kinerja Jokowi di tahun pertama periode kedua pemerintahannya. Tiap hari bermunculan opini tidak berkesudahan, menilai kinerja pemerintah yang masih jauh dari ekspektasi. Ke depan, tak ada pilihan lain bagi Jokowi selain pembuktian di tahun berikutnya, terutama melakukan pembenahan di bidang kesehatan, ekonomi, dan politik.
Tahun pertama cukup menjadi cambuk yang bisa melecut kinerja lanjutan Jokowi. Dalam hal penanganan Covid-19 misalnya, pilihan menyelaraskan ekonomi dan kesehatan nyatanya tak efektif. Jumlah warga yang terpapar virus korona terus melonjak. Ekonomi juga dalam bayang-bayang resesi. Pemerintah mesti tegas memilih salah satu opsinya. Priotitas ekonomi atau kesehatan. Pilihannya terbatas. Hitam atau putih. Tak bisa memilih abu-abu.
Sementara di bidang ekonomi, UU Omnibus Law mesti mendatangkan banyak manfaat seperti yang dijanjikan Jokowi, yakni, investasi berlimpah serta membuka banyak lapangan kerja baru. Regulasi sapu jagat yang dikebut cepat itu harus mampu menjadi obat mujarab perbaikan ekonomi yang luluh lantak karena badai korona.
Begitupun di bidang politik. Jangan ada lagi kebijakan politik pemerintah yang justru melukai perasaan publik. Tak elok bagi demokrasi. Di saat semua orang dilanda ketakutan akibat pandemi virus korona, pemerintah dan DPR justru secara maraton membahas sejumlah regulasi yang selama ini disorot tajam. Terkesan mencari keuntungan dalam kesempitan hidup rakyat.
Oleh karena itu, masih banyak waktu tersisa bagi presiden untuk memperbaiki keadaan. Cukup sudah tahun pertama gagap menghadapi berbagai persoalan. Namun di tahun kedua dan seterusnya recovery di semua bidang mulai harus terlihat nyata. Tentu dengan segala prioritas yang ada.
Pemerintah punya segala instrumen melakukan banyak hal. Bermanuver membalikkan keadaan kembali baik dan normal. Dukungan partai politik dan parlemen yang berlimpah tentu saja menjadi bekal utama. Tidak ada lagi kerikil yang menghambat target bombastis pemerintah. Kini, oposisi di parlemen nyaris tak lagi ada. Kalaupun ada, suaranya nyaris tak terdengar. Karenanya, secara politik Jokowi cukup kuat dan bisa malakukan apa saja demi perbaikan bangsa ke depan.
Memaksimalkan Wapres
Di antara sekian banyak catatan kritis di tahun pertama Jokowi, ada satu hal yang selalu luput dari perhatian publik, yakni, soal peran Wakil Presiden (Wapres) yang dinilai belum maksimal. Tak ada yang tahu persis apa yang sebenarnya terjadi di lingkaran Istana. Publik sekadar ingin melihat Wapres diberikan ruang penuh untuk terlibat dalam berbagai persoalan kebangsaan. Sekaligus menunjukkan kepada khalayak bahwa posisi Wapres bukan sekadar membendung populisme agama yang kian pesat.
Publik menduga ruang gerak Wapres dibatasi semata urusan agama. Sebab, sudah mulai banyak aktor kunci lain yang masuk jejaring kekuasaan yang dalam banyak hal “mengambil alih” peran Wapres. Padahal, portofolio Ma’ruf Amin cukup meyakinkan untuk menyelesaikan berbagai masalah bangsa. Termasuk ekonomi, politik, dan hukum.
tulis komentar anda