PKS Menilai Celah Liberalisasi UU Cipta Kerja Hambat BUMN Pertahanan

Jum'at, 16 Oktober 2020 - 09:18 WIB
Politikus PKS Sukamta menilai celah liberalisasi dalam UU Cipta Kerja menghambat BUMN Pertahanan untuk berkembang. Foto/pks.id
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengungkapkan ada celah liberalisasi dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Titik bahayanya ada pada kepemilikan modal dan pengawasan.

Pasal 52 ayat 1 UU Cipta Kerja menyatakan kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki badan usaha milik negara (BUMN) dan/atau badan usaha dalam negeri. Politikus PKS Sukamta menyebut pasal ini mengubah lanskap industri pertahanan Indonesia.

Sebab sebelumnya, pada Pasal 11 UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menyebutkan hanya pemerintah yang menugaskan kepada BUMN pertahanan sebagai pemandu utama dalam bahwa industri alat utama.



“Namun, kini swasta bisa masuk ke industri alat utama. Permasalahan, kemudian muncul ketika sebuah industri strategis bisa dikuasai pihak swasta. Modal perusahaan swasta bisa berasal dari asing walaupun status perusahaan tersebut merupakan badan usaha dalam negeri,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (16/10/2020).

(Baca: Demokrat-PKS Ditantang Jadi Motor Pembatalan UU Cipta Kerja lewat Legislatve Review)

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini menerangkan kepemilikan modal menjadi krusial karena menyangkut arah, kebijakan usaha, dan kerahasian data mengenai produksi alat utama pertahanan.

“UU ini jelas akan banyak mengubah Daftar Negatif Investasi (DNI) khususnya dalam hal penanaman modal di bidang alat utama pertahanan. Selama ini, sesuai dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang DNI badan usaha alat utama mensyaratkan 100 persen modal berasal dari dalam negeri,” tuturnya.

(Baca: Pengamat Sebut Ada Ketentuan Baru yang Lindungi Buruh dalam UU Ciptaker)

Dengan masuknya badan usaha dalam negeri nonpemerintah, bisa jadi tidak harus 100 persen modalnya berasal dari dalam negeri. Sukamta mewanti-wanti jangan sampai niat untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri menjadi liberalisasi. Lalu, ujung-ujungnya pihak asing yang menikmati.

Dia mengungkapkan kondisi perusahaan plat merah di bidang militer masih memprihatinkan. Tidak memiliki banyak modal, minim dukungan riset dan development, dan kurangnya dukungan penjualan. Hal itu membuat industri pertahanan Indonesia lesu darah.

“Liberalisasi yang akan terjadi akibat UU ini membuat BUMN bidang militer sulit berkemang. Saat ini praktis hanya Pindad yang eksis dalam industri alat utama pertahanan,” pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More