Komnas HAM Soroti Permasalahan Penanganan COVID-19 Mulai dari BLT Hingga Hak Pekerja

Selasa, 13 Oktober 2020 - 05:38 WIB
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti penanganan pandemi COVID-19 dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) menyoroti penanganan pandemi COVID-19 dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Sejak pandemi COVID-19 merebak di Indonesia hingga hari ini, masih ditemukan masalah.

Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga memaparkan beberapa permasalahan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat Indonesia di masa pandemi COVID-19. Pertama, bantuan langsung tunai yang bermasalah, seperti data calon penerima tidak update, penyalurannya terlambat, dan mengundang kerumunan. (Baca juga: Ini Masalah-Masalah Temuan Komnas HAM Selama Penanganan Covid-19)

“Di perumahan saya, ada tujuh warga yang masuk daftar penerima. Sementara orang yang sangat membutuhkan di sekeliling perumahan tidak masuk daftar. Beberapa masalah lain, seperti calon penerima sudah meninggal dan pindah,” ujarnya dalam acara daring dengan tema ““Peluncuran Laporan dan Diskusi Publik Tata Kelola Penanggulangan COVID-19 dalam Perspektif HAM”, Senin (12/10/2020).



Sandrayati menilai koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah (pemda) tidak berjalan baik. Sorotan kedua adalah timpangnya jumlah tenaga dan fasilitas kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh Komnas HAM, hanya ada 6.000 dokter penanggung jawab pasien dan 98% tenaga medis berada di Jawa.

“Hak hidup tenaga medis terancam. Jumlah dokter yang menangani COVID-19 tidak cukup. IDI pernah meminta agar petugas medis tidak bekerja lebih dari 8 jam sehari karena rentan terkena COVID-19,” jelasnya.

Komnas HAM mendapati masih kurangnya perlindungan kesehatan terhadap tenaga medis. Apalagi pada Maret-Juni, penyaluran alat pelindung diri (APD) dari pemerintah masih sering terlambat. Bahkan, masyarakat bahu-membahu membantu kebutuhan APD petugas medis.

Sandrayati mengungkapkan penanganan pasien COVID-19 bagi penyandang disabilitas pun bermasalah. Ada kasus empat orang penyandang disabilitas yang ditolak Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet karena tidak ada perawat khusus untuk mereka.

Padahal dalam situasi bencana, penyandang disabilitas harusnya mendapatkan prioritas penanganan. Komnas HAM menyoroti masa pelonggaran pembatasan sosial yang mulai menimbulkan klaster-klaster di perkantoran, pabrik, dan restoran. (Baca juga: Komnas HAM: Bukan Hanya Indonesia, Seluruh Dunia Gamang Hadapi Corona)

“Kami melihat risiko (penyebaran COVID-19) terhadap pekerja. Hak ekonomi, tidak boleh mengalami penurunan. Kesehatan buruh dan keluarganya harus tetap dipenuhi,” pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More