BPIP dan BNPP Tangkal Radikalisme di Wilayah Perbatasan dengan Pancasila
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 10:36 WIB
Ancaman radikalisme terhadap bangsa Indonesia bukanlah isapan jempol. Pemikiran dan gerakannya bergerak secara terselubung melalu dunia pendidikan. Untuk melawan hal itu, penguatan Pancasila perlu dilakukan.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Pengendalian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Mukhamad Fahrurozi, dalam diskusi Rapat Koordinasi Peningkatan Aparatur Pemerintahan Kecamatan Perbatasan Tahun 2020 Regional II yang digelar oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Manado, Sulawesi Utara, Kamis, (8/10/2020).
"Radikalisme, hal itu sudah menjalar ke dunia pendidikan. Bahkan menurut survei, pendidikan kita itu sudah disusupi oleh paham-paham radikalisme," kata Fahrurozi.
Fahrurozi menuturkan, radikalisme tumbuh dan berkembang secara masif karena pengaruh digitalisasi. Sasarannya tak pandang bulu karena siapapun memiliki akses informasi melalui gawai. Namun, generasi muda kerap menjadi incaran yang mudah terpengaruh.
Hal itu, lanjut Fahrurozi, pada gilirannya membuat sikap mereka beragama dan bersosial menjadi lebih eksklusif. Pergaulan akan lebih cenderung berada dalam kelompok mereka sendiri serta mudah menghakimi orang lain dalam persoalan agama. "Kalau dalam istilah agama mereka suka menyebut bid'ah namanya," ujar Fahrurozi.
Fahrurozi pun mendorong para camat di wilayah perbatasan untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila kepada masyarakatnya karena kawasan di perbatasan sangat rentan tersusupi ideologi dan budaya asing yang datang dari luar. Hal inilah yang menurut Fahrurozi berpotensi menggerogoti nilai-nilai Pancasila di masyarakat.
Program penguatan karakter masyarakat perbatasan yang diinisiasi BNPP dalam rapat koordinasi kali ini merupakan bagian solusi mengatasi persoalan tersebut. Pasalnya, mengarusutamakan Pancasila bukanlah hal yang mudah, perlu kerjasama dan koordinasi yang terstruktur agar masyarakat di perbatasan dapat sepenuhnya menyadari nilai-nilai Pancasila.
Fahrurozi mengapresiasi upaya yang dilakukan BNPP dengan menggandeng BPIP dan instansi lain untuk menangani beragam persoalan yang mendera wilayah perbatasan.
"Ini merupakan kehormatan bagi BPIP untuk bisa mensosialisasikan secara konkret. Harapannya kerjasama yang dilakukan BPIP dengan BNPP ini bisa diimplementasikan," kata Fahrurozi.
Lanjut, menurutnya sosialisasi Pancasila yang dilakukan BPIP banyak melibatkan pihak, utamanya para pemangku kebijakan, dengan cara mengintegrasikan program yang dimiliki. Di instansi perguruan tinggi, misalnya, kebijakan kampus yang mendorong penguatan ideologi akan dikombinasikan dengan materi tentang Pancasila yang dirumuskan oleh BPIP.
Dengan cara seperti itu, lanjut Fahrurozi, maka upaya mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila akan lebih terstruktur. Siar Pancasila membutuhkan dukungan dan upaya semua pihak agar mudah terealisasikan. "Sejatinya tugas pengarusutamaan Pancasila bukan semata mata di emban BPIP, namun perlu sinergi semua pihak termasuk sinergi antar sesama masyarakat" kata Fahrurozi.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Pengendalian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Mukhamad Fahrurozi, dalam diskusi Rapat Koordinasi Peningkatan Aparatur Pemerintahan Kecamatan Perbatasan Tahun 2020 Regional II yang digelar oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Manado, Sulawesi Utara, Kamis, (8/10/2020).
"Radikalisme, hal itu sudah menjalar ke dunia pendidikan. Bahkan menurut survei, pendidikan kita itu sudah disusupi oleh paham-paham radikalisme," kata Fahrurozi.
Fahrurozi menuturkan, radikalisme tumbuh dan berkembang secara masif karena pengaruh digitalisasi. Sasarannya tak pandang bulu karena siapapun memiliki akses informasi melalui gawai. Namun, generasi muda kerap menjadi incaran yang mudah terpengaruh.
Hal itu, lanjut Fahrurozi, pada gilirannya membuat sikap mereka beragama dan bersosial menjadi lebih eksklusif. Pergaulan akan lebih cenderung berada dalam kelompok mereka sendiri serta mudah menghakimi orang lain dalam persoalan agama. "Kalau dalam istilah agama mereka suka menyebut bid'ah namanya," ujar Fahrurozi.
Fahrurozi pun mendorong para camat di wilayah perbatasan untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila kepada masyarakatnya karena kawasan di perbatasan sangat rentan tersusupi ideologi dan budaya asing yang datang dari luar. Hal inilah yang menurut Fahrurozi berpotensi menggerogoti nilai-nilai Pancasila di masyarakat.
Program penguatan karakter masyarakat perbatasan yang diinisiasi BNPP dalam rapat koordinasi kali ini merupakan bagian solusi mengatasi persoalan tersebut. Pasalnya, mengarusutamakan Pancasila bukanlah hal yang mudah, perlu kerjasama dan koordinasi yang terstruktur agar masyarakat di perbatasan dapat sepenuhnya menyadari nilai-nilai Pancasila.
Fahrurozi mengapresiasi upaya yang dilakukan BNPP dengan menggandeng BPIP dan instansi lain untuk menangani beragam persoalan yang mendera wilayah perbatasan.
"Ini merupakan kehormatan bagi BPIP untuk bisa mensosialisasikan secara konkret. Harapannya kerjasama yang dilakukan BPIP dengan BNPP ini bisa diimplementasikan," kata Fahrurozi.
Lanjut, menurutnya sosialisasi Pancasila yang dilakukan BPIP banyak melibatkan pihak, utamanya para pemangku kebijakan, dengan cara mengintegrasikan program yang dimiliki. Di instansi perguruan tinggi, misalnya, kebijakan kampus yang mendorong penguatan ideologi akan dikombinasikan dengan materi tentang Pancasila yang dirumuskan oleh BPIP.
Dengan cara seperti itu, lanjut Fahrurozi, maka upaya mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila akan lebih terstruktur. Siar Pancasila membutuhkan dukungan dan upaya semua pihak agar mudah terealisasikan. "Sejatinya tugas pengarusutamaan Pancasila bukan semata mata di emban BPIP, namun perlu sinergi semua pihak termasuk sinergi antar sesama masyarakat" kata Fahrurozi.
(atk)
tulis komentar anda