Pengesahan RUU Ciptaker Tuai Polemik, Pimpinan DPR Anggap Lumrah
Selasa, 06 Oktober 2020 - 18:26 WIB
JAKARTA - Pengesahan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) pada Rapat Paripurna DPR, Senin, 5 Oktober 2020 sore kemarin menuai kritik yang masif di masyarakat. Namun, Wakil Ketua DPR Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) Azis Syamsuddin menanggapi santai soal itu, karena pro-kontra UU itu biasa terjadi.
“Ya DPR sebagai masukan, bahwa masukan-masukan itu kan biasa pro dan kontra. Yang pro dan kontra bukan hanya UU Cipta Kerja saja tapi seluruh produk UU ada pro dan kontranya. Kalau kita lihat di MK (Mahkamah Konstitusi) itu ada beberapa UU lumayan banyak,” kata Azis kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/10/2020). (Baca juga: Selain Inkonstitusional, UU Cipta Kerja Khianati Kedaulatan Rakyat)
Karena itu, politikus Partai Golkar ini menegaskan, bukan hanya UU Cipta Kerja yang menuai pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, kalau melihat di sistem data MK, UU yang digugat jumlahnya hampir 90%. “Sehingga DPR sebagai masukan untuk introspeksi ke depan baik secara prosedur, baik secara substansi, sehingga mekanisme tata tertib itu diikuti,” ujarnya. (Baca juga: Margarito Kamis: UU Cipta Kerja Memunculkan Ketidakpastian Hukum)
Soal penolakan pengesahan RUU Ciptaker yang menjadi trending topic, menurut mantan Ketua Komisi III DPR itu, popular tidaknya suatu itu tergantung wartawannya. UU lain juga pernah menjadi trending topic. Namun, DPR berusaha maksimal, bekerja secara kolektif kolegial antara 9 fraksi yang ada. “Sehingga putusan ini bukan putusan personal tapi keputusan dari institusi yang bersifat kolektif kolegial dari sembilan partai yang ada di sini,” tegas Azis. (Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Rezim Terjebak Arus menuju Kleptokrasi)
Adapun penolakan RUU Ciptaker yang berimbas pada tingkat kepercayaan masyarakat pada DPR, kata Azis, kalau masyarakat tidak percaya tentu wakil rakyat yang dimaksud tidak akan dipilih lagi saat pemilu, dan pilkada tidak memilih partai yang tidak dipercaya masyarakat. “Sepanjang rakyatnya memilih di 2024 dia akan masuk lagi di dalam parlemen treshold kan begitu. Yang menilai itu masyarakat,” tuturnya.
“Ya DPR sebagai masukan, bahwa masukan-masukan itu kan biasa pro dan kontra. Yang pro dan kontra bukan hanya UU Cipta Kerja saja tapi seluruh produk UU ada pro dan kontranya. Kalau kita lihat di MK (Mahkamah Konstitusi) itu ada beberapa UU lumayan banyak,” kata Azis kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/10/2020). (Baca juga: Selain Inkonstitusional, UU Cipta Kerja Khianati Kedaulatan Rakyat)
Karena itu, politikus Partai Golkar ini menegaskan, bukan hanya UU Cipta Kerja yang menuai pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, kalau melihat di sistem data MK, UU yang digugat jumlahnya hampir 90%. “Sehingga DPR sebagai masukan untuk introspeksi ke depan baik secara prosedur, baik secara substansi, sehingga mekanisme tata tertib itu diikuti,” ujarnya. (Baca juga: Margarito Kamis: UU Cipta Kerja Memunculkan Ketidakpastian Hukum)
Soal penolakan pengesahan RUU Ciptaker yang menjadi trending topic, menurut mantan Ketua Komisi III DPR itu, popular tidaknya suatu itu tergantung wartawannya. UU lain juga pernah menjadi trending topic. Namun, DPR berusaha maksimal, bekerja secara kolektif kolegial antara 9 fraksi yang ada. “Sehingga putusan ini bukan putusan personal tapi keputusan dari institusi yang bersifat kolektif kolegial dari sembilan partai yang ada di sini,” tegas Azis. (Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Rezim Terjebak Arus menuju Kleptokrasi)
Adapun penolakan RUU Ciptaker yang berimbas pada tingkat kepercayaan masyarakat pada DPR, kata Azis, kalau masyarakat tidak percaya tentu wakil rakyat yang dimaksud tidak akan dipilih lagi saat pemilu, dan pilkada tidak memilih partai yang tidak dipercaya masyarakat. “Sepanjang rakyatnya memilih di 2024 dia akan masuk lagi di dalam parlemen treshold kan begitu. Yang menilai itu masyarakat,” tuturnya.
(cip)
tulis komentar anda