Lahan Gambut Butuh Manajemen Konservasi
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 09:35 WIB
JAKARTA - Badan Restorasi Gambut (BRG) mengajak para akademisi dan praktisi untuk mencari tahu peran dan tantangan pembasahan lahan gambut di Indonesia. Hal tersebut dibahas dalam Seri Diskusi Ilmiah Sains Hidrologi untuk Pengelolaan dan Restorasi Permanen Lanskap Ekosistem Gambut Tantangan Pembasahan Gambut di Tapak.
Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan BRG, Haris Gunawan mengatakan, diskusi ini untuk mencari tahu pemanfaatan keilmuan dan teknologi untuk mengembangkan fungsi hidrologis dalam lanskap. (Baca: Berikut Beberapa Doa Memohon Diberi Rezeki)
“Kita punya tantangan yang besar dalam melakukan restorasi dan diskusi ini diharapkan menemukan titik temu, pengetahuan dan teknologi untuk menuju kondisi ideal hidrologis di lanskap gambut,” kata Haris di Jakarta, kemarin
Director Hokkaido Institute of Hydro-Climate, Japan, Hidenori Tokahashi dalam paparannya menyebut penurunan lapisan utama dari gambut dari tahun ke tahun.
Melalui monitoring satelit, dia memantau kondisi titik panas di Kalimantan Tengah. “Meski begitu, area yang dipantau tersebut memiliki indeks air yang tinggi,” ucap dia.
Hidenori mengatakan, tingginya ground level air penting bagi memotong dekomposisi lahan gambut. Melihat hal ini, dia menyarankan perlunya manajemen konservasi. (Baca juga: Bantuan Kuota Data Diminta Pakai Sistem Akumulasi)
Environmental coexistent Center for SEA Studies, Kyoto University, Prof Osamu Kozan menyatakan, restorasi sangat sulit dan dibutuhkan manajemen lahan dan sistem penanaman yang prima. Untuk itu, Osamu mengajukan dua hal penting bagi proses restorasi lahan gambut.
“Langkah pertama yaitu manajemen air, kedua yaitu rencana pembudidayaan tanaman spesies asli dan manajemen lahan,” kata Osamu.
Menurut Osamu, masalah utama dari kondisi hidrologis tanah gambut tropis yaitu kesuburan dan proses hidrologis. “Diantaranya terdapat kapasitas penahan air yang rendah, kontrol kelembaban tanah yang sulit, aliran air tanah yang tidak bisa diprediksi, dan lapisan permukaan yang mudah terbakar,” kata dia.
Osamu mengatakan, persoalan lain bagi penelitian di lahan gambut yaitu masalah kurangnya data mengenai kondisi lahan dan akurasi prakiraan cuaca. “Sehingga kita tidak bisa mengkalkulasikan jumlah air tanpa adanya data,” ucap dia. (Lihat videonya: Harga Tes Swab akan Segera Dievaluasi)
Untuk itu, dia menyarankan adanya pengembangan konsep restorasi. Tidak hanya pembasahan kembali, penanaman kembali, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di area gambut, namun juga mengembalikan hak tanah.
Sementara itu, Kasubpokja Wilayah Sumatera Kedeputian Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan BRG, Soesilo Indrarto dalam paparannya menyebut mengenai kanal blocking yang dibangun dari area teratas gambut ke area terendah. “Dari kanal tersier, kanal kedua, dan yang terakhir kanal utama,” ucap dia. (Heru Febrianto)
Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan BRG, Haris Gunawan mengatakan, diskusi ini untuk mencari tahu pemanfaatan keilmuan dan teknologi untuk mengembangkan fungsi hidrologis dalam lanskap. (Baca: Berikut Beberapa Doa Memohon Diberi Rezeki)
“Kita punya tantangan yang besar dalam melakukan restorasi dan diskusi ini diharapkan menemukan titik temu, pengetahuan dan teknologi untuk menuju kondisi ideal hidrologis di lanskap gambut,” kata Haris di Jakarta, kemarin
Director Hokkaido Institute of Hydro-Climate, Japan, Hidenori Tokahashi dalam paparannya menyebut penurunan lapisan utama dari gambut dari tahun ke tahun.
Melalui monitoring satelit, dia memantau kondisi titik panas di Kalimantan Tengah. “Meski begitu, area yang dipantau tersebut memiliki indeks air yang tinggi,” ucap dia.
Hidenori mengatakan, tingginya ground level air penting bagi memotong dekomposisi lahan gambut. Melihat hal ini, dia menyarankan perlunya manajemen konservasi. (Baca juga: Bantuan Kuota Data Diminta Pakai Sistem Akumulasi)
Environmental coexistent Center for SEA Studies, Kyoto University, Prof Osamu Kozan menyatakan, restorasi sangat sulit dan dibutuhkan manajemen lahan dan sistem penanaman yang prima. Untuk itu, Osamu mengajukan dua hal penting bagi proses restorasi lahan gambut.
“Langkah pertama yaitu manajemen air, kedua yaitu rencana pembudidayaan tanaman spesies asli dan manajemen lahan,” kata Osamu.
Menurut Osamu, masalah utama dari kondisi hidrologis tanah gambut tropis yaitu kesuburan dan proses hidrologis. “Diantaranya terdapat kapasitas penahan air yang rendah, kontrol kelembaban tanah yang sulit, aliran air tanah yang tidak bisa diprediksi, dan lapisan permukaan yang mudah terbakar,” kata dia.
Osamu mengatakan, persoalan lain bagi penelitian di lahan gambut yaitu masalah kurangnya data mengenai kondisi lahan dan akurasi prakiraan cuaca. “Sehingga kita tidak bisa mengkalkulasikan jumlah air tanpa adanya data,” ucap dia. (Lihat videonya: Harga Tes Swab akan Segera Dievaluasi)
Untuk itu, dia menyarankan adanya pengembangan konsep restorasi. Tidak hanya pembasahan kembali, penanaman kembali, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di area gambut, namun juga mengembalikan hak tanah.
Sementara itu, Kasubpokja Wilayah Sumatera Kedeputian Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan BRG, Soesilo Indrarto dalam paparannya menyebut mengenai kanal blocking yang dibangun dari area teratas gambut ke area terendah. “Dari kanal tersier, kanal kedua, dan yang terakhir kanal utama,” ucap dia. (Heru Febrianto)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda