Resesi dan Pandemi Sebagai Masalah Bersama
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 07:30 WIB
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
RESESI ekonomi dan pandemi Covid-19 menjadi dua persoalan saling berkait. Sebab, resesi ekonomi 2020 terjadi karena Pandemi Covid-19. Untuk keluar dari dua perangkap ini, peran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan justru menjadi kontribusi penyelesaian masalah yang paling menentukan.
Bahkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 sekali pun mengakui tidak bisa memprediksi kapan puncak kasus Covid-19 di Indonesia. Bagi Satgas, riwayat pandemi ini sangat bergantung pada kepatuhan masyarakat menerapkan protokol kesehatan. Naik-turunnya jumlah kasus Covid-19 benar-benar ditentukan oleh perilaku masyarakat menyikapi protokol kesehatan tentang pemakaian masker, menjaga jarak dan rajin cuci tangan.
Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama, perekonomian Indonesia sudah berada dalam zona resesi karena pertumbuhan negatif di kuartal II dan III tahun ini. Kalkulasi tentang proyeksi pemullihan ekonomi nasional pun tidak bisa tidak harus berpijak pada kecenderungan jumlah kasus Covid-19 sebagai faktor utama. Mengedepankan optimisme, pemerintah memproyeksikan perekonomian nasional diharapkan mulai awali proses pemulihan pada kuartal IV-2020 dan berakselerasi pada 2021. Namun, optimisme ini tetap masih dipengaruhi kecenderungan pandemi Covid-19 dan faktor ketersediaan vaksin corona pada 2021.
Kalau semua elemen masyarakat gagal berkontribusi menekan jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri, optimisme itu tak akan terwujud, dan akibatnya akan sangat tidak menyenangkan. Sebab, semua orang tak bisa menghindar dari ekses resesi ekonomi. Tentu saja kehidupan bersama sepanjang periode itu menjadi sangat tidak nyaman karena masih dihantui rasa takut akan tertular Covid-19, sementara sisi perekonomian setiap orang pun menjadi makin sulit. Jadi, keterkaitan atau saling mempengaruhi antara resesi ekonomi dengan pandemi Covid-19 tidaklah mengada-ada, melainkan sebuah fakta yang harus diterima dan disikapi bersama oleh semua elemen masyarakat.
Karena itu, jangan lagi ada kelompok masyarakat yang merasa kebal dari kemungkinan tertular Covid-19. Pun, jangan lagi membangun persepsi bahwa pandemi global Covid-19 sebagai rekayasa. Bahkan, jangan pernah lagi beranggapan bahwa Covid-19 sebagai penyakit orang kaya. Sudah terbukti bahwa virus ini bisa menular ke siapa saja tanpa kecuali; dari mereka yang lanjut usia hingga usia anak; dari orang kaya hingga mereka yang berkekurangan, dan dari masyarakat biasa hingga pejabat tinggi negara. Dan, jangan lupa bahwa disebut pandemi global karena virus SARS-CoV-2 ini sudah mewabah ke seluruh negara di dunia; dari negara kaya atau super power hingga negara miskin.
Kematian di seluruh dunia akibat Covid-19 telah melampaui jumlah satu juta, dengan jumlah kasus terkonfirmasi lebih dari 34 juta. Para ahli pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat yakin bahwa angka-angka ini tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya. Jumlah kasus maupun jumlah kematian diyakini lebih tinggi dari angka-angka terkonfirmasi itu. Gambaran paling memprihatinkan terlihat di Amerika Serikat (AS), dengan 7,1 juta kasus terkonfirmasi dan 205 ribu kematian. Menyusul kemudian Brasil dengan 4,7 juta kasus dan 142 ribu kematian. India di urutan berikutnya. Kendati jumlah kasusnya lebih banyak, sekitar enam juta kasus, namun jumlah kematian 95.000 atau lebih rendah dibanding Brasil.
Dengan memahami fakta dan kecenderungan di AS, Brasil dan India itu, seluruh elemen masarakat Indonesia hendaknya tidak boleh lagu menyederhanakan ancaman dari Covid-19. Semua orang patut prihatin karena jumlah rata-rata kasus baru per harinya bertambah dengan jumlah di atas 4.000 kasus. Karena bertambah 4.174 kasus baru per Kamis (1/10), jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri menjadi 291.182, dengan total kematian 10.856. Memang, jumlah pasien sembuh berdasarkan pemeriksaan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) juga terus bertambah. Hingga awal Oktober 2020 ini, total pasien Covid-19 yang sembuh menjadi 218.417 pasien. Namun, angka kesembuhan itu tidak boleh mendorong setiap orang meremehkan ancaman dari Covid-19. Selain itu, dengan kesadaran dan gerakan bersama menekan jumlah kasus Covid-19 hingga level terendah, citra negara-bangsa akan favourable untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi.
Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
RESESI ekonomi dan pandemi Covid-19 menjadi dua persoalan saling berkait. Sebab, resesi ekonomi 2020 terjadi karena Pandemi Covid-19. Untuk keluar dari dua perangkap ini, peran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan justru menjadi kontribusi penyelesaian masalah yang paling menentukan.
Bahkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 sekali pun mengakui tidak bisa memprediksi kapan puncak kasus Covid-19 di Indonesia. Bagi Satgas, riwayat pandemi ini sangat bergantung pada kepatuhan masyarakat menerapkan protokol kesehatan. Naik-turunnya jumlah kasus Covid-19 benar-benar ditentukan oleh perilaku masyarakat menyikapi protokol kesehatan tentang pemakaian masker, menjaga jarak dan rajin cuci tangan.
Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama, perekonomian Indonesia sudah berada dalam zona resesi karena pertumbuhan negatif di kuartal II dan III tahun ini. Kalkulasi tentang proyeksi pemullihan ekonomi nasional pun tidak bisa tidak harus berpijak pada kecenderungan jumlah kasus Covid-19 sebagai faktor utama. Mengedepankan optimisme, pemerintah memproyeksikan perekonomian nasional diharapkan mulai awali proses pemulihan pada kuartal IV-2020 dan berakselerasi pada 2021. Namun, optimisme ini tetap masih dipengaruhi kecenderungan pandemi Covid-19 dan faktor ketersediaan vaksin corona pada 2021.
Kalau semua elemen masyarakat gagal berkontribusi menekan jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri, optimisme itu tak akan terwujud, dan akibatnya akan sangat tidak menyenangkan. Sebab, semua orang tak bisa menghindar dari ekses resesi ekonomi. Tentu saja kehidupan bersama sepanjang periode itu menjadi sangat tidak nyaman karena masih dihantui rasa takut akan tertular Covid-19, sementara sisi perekonomian setiap orang pun menjadi makin sulit. Jadi, keterkaitan atau saling mempengaruhi antara resesi ekonomi dengan pandemi Covid-19 tidaklah mengada-ada, melainkan sebuah fakta yang harus diterima dan disikapi bersama oleh semua elemen masyarakat.
Karena itu, jangan lagi ada kelompok masyarakat yang merasa kebal dari kemungkinan tertular Covid-19. Pun, jangan lagi membangun persepsi bahwa pandemi global Covid-19 sebagai rekayasa. Bahkan, jangan pernah lagi beranggapan bahwa Covid-19 sebagai penyakit orang kaya. Sudah terbukti bahwa virus ini bisa menular ke siapa saja tanpa kecuali; dari mereka yang lanjut usia hingga usia anak; dari orang kaya hingga mereka yang berkekurangan, dan dari masyarakat biasa hingga pejabat tinggi negara. Dan, jangan lupa bahwa disebut pandemi global karena virus SARS-CoV-2 ini sudah mewabah ke seluruh negara di dunia; dari negara kaya atau super power hingga negara miskin.
Kematian di seluruh dunia akibat Covid-19 telah melampaui jumlah satu juta, dengan jumlah kasus terkonfirmasi lebih dari 34 juta. Para ahli pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat yakin bahwa angka-angka ini tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya. Jumlah kasus maupun jumlah kematian diyakini lebih tinggi dari angka-angka terkonfirmasi itu. Gambaran paling memprihatinkan terlihat di Amerika Serikat (AS), dengan 7,1 juta kasus terkonfirmasi dan 205 ribu kematian. Menyusul kemudian Brasil dengan 4,7 juta kasus dan 142 ribu kematian. India di urutan berikutnya. Kendati jumlah kasusnya lebih banyak, sekitar enam juta kasus, namun jumlah kematian 95.000 atau lebih rendah dibanding Brasil.
Dengan memahami fakta dan kecenderungan di AS, Brasil dan India itu, seluruh elemen masarakat Indonesia hendaknya tidak boleh lagu menyederhanakan ancaman dari Covid-19. Semua orang patut prihatin karena jumlah rata-rata kasus baru per harinya bertambah dengan jumlah di atas 4.000 kasus. Karena bertambah 4.174 kasus baru per Kamis (1/10), jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri menjadi 291.182, dengan total kematian 10.856. Memang, jumlah pasien sembuh berdasarkan pemeriksaan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) juga terus bertambah. Hingga awal Oktober 2020 ini, total pasien Covid-19 yang sembuh menjadi 218.417 pasien. Namun, angka kesembuhan itu tidak boleh mendorong setiap orang meremehkan ancaman dari Covid-19. Selain itu, dengan kesadaran dan gerakan bersama menekan jumlah kasus Covid-19 hingga level terendah, citra negara-bangsa akan favourable untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi.
tulis komentar anda