Meningkat Tajam, Jumlah ABK yang Minta Perlindungan LPSK
Sabtu, 19 September 2020 - 05:31 WIB
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap pemerintah dapat membenahi proses perizinan dalam perekrutan dan penempatan anak buah kapal (ABK).
Dengan demikian, jika kembali terjadi kasus perbudakan yang menimpa ABK Indonesia , penanganan kasus dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai korban bisa lebih mudah.
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo mendukung komunikasi yang dilakukan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi yang meminta Menlu China melakukan investigasi menyeluruh berbagai kasus ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China.
Langkah penanganan yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri tersebut, merupakan langkah di bagian hilir. “Sebaiknya, penanganan jangan di hilir saja, dan perlu dilakukan pembenahan di bagian hulunya,” kata Anton di Jakarta, Jumat 18 September 2020.
Pembenahan di bagian hulu adalah dalam hal proses perizinan ABK. Anton mencontohkan setidaknya ada dua model perizinan perekrutan dan penempatan ABK yang berlaku, yaitu Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI).
Menurut Anton, SIUPPAK menjadi domainnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, sedangkan SIP3MI menjadi domain Kemnaker. Kedua perizinan ini memiliki persyaratan dan prosedur berbeda, meskipun keduanya berhubungan dengan penempatan ABK di luar negeri.( )
Anton menambahkan, dengan melakukan pembenahan dan penataan perizinan dalam perekrutan dan penempatan ABK sedari awal, diharapkan pendataan terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing lebih akurat. Bermodal akurasi data itulah, seandainya terjadi masalah yang menimpa ABK Indonesia, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak mereka bisa lebih mudah.
Berbeda halnya jika sejak awal, yaitu sejak proses perizinan, data ABK sudah tidak valid. Tentunya, akan menyulitkan penegak hukum maupun pihak terkait lainnya, termasuk LPSK dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi ABK yang menjadi korban kejahatan. “Poin penting ini hendaknya dapat segera diatasi dan dibenahi,” kata Anton.(Baca juga: Dokter Reisa: Masker Jangan Hanya Dijadikan Hiasan )
Merujuk data LPSK, permohonan perlindungan ke LPSK dari ABK mengalami kenaikan secara tajam pada dua tahun terakhir. Pada tahun 2018 hanya ada enam permohonan, sedangkan pada tahun ini terdapat 64 permohonan perlindungan.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Luar Negeri Indonesia aktif berkomunikasi dengan Menlu China membahas persoalan ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China.
Pertemuan kedua menlu itu ditindaklanjuti dengan pertemuan virtual Pemerintah Indonesia yang diwakili Kemlu, Kemenkumham, Kemenaker, KKP, Kejagung dan Polri, dengan Pemerintah China pada 16 September 2020.
Tujuan pertemuan itu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada serta mencegah kejadian serupa kembali terjadi di masa yang akan datang.
Dengan demikian, jika kembali terjadi kasus perbudakan yang menimpa ABK Indonesia , penanganan kasus dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai korban bisa lebih mudah.
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo mendukung komunikasi yang dilakukan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi yang meminta Menlu China melakukan investigasi menyeluruh berbagai kasus ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China.
Langkah penanganan yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri tersebut, merupakan langkah di bagian hilir. “Sebaiknya, penanganan jangan di hilir saja, dan perlu dilakukan pembenahan di bagian hulunya,” kata Anton di Jakarta, Jumat 18 September 2020.
Pembenahan di bagian hulu adalah dalam hal proses perizinan ABK. Anton mencontohkan setidaknya ada dua model perizinan perekrutan dan penempatan ABK yang berlaku, yaitu Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI).
Menurut Anton, SIUPPAK menjadi domainnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, sedangkan SIP3MI menjadi domain Kemnaker. Kedua perizinan ini memiliki persyaratan dan prosedur berbeda, meskipun keduanya berhubungan dengan penempatan ABK di luar negeri.( )
Anton menambahkan, dengan melakukan pembenahan dan penataan perizinan dalam perekrutan dan penempatan ABK sedari awal, diharapkan pendataan terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing lebih akurat. Bermodal akurasi data itulah, seandainya terjadi masalah yang menimpa ABK Indonesia, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak mereka bisa lebih mudah.
Berbeda halnya jika sejak awal, yaitu sejak proses perizinan, data ABK sudah tidak valid. Tentunya, akan menyulitkan penegak hukum maupun pihak terkait lainnya, termasuk LPSK dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi ABK yang menjadi korban kejahatan. “Poin penting ini hendaknya dapat segera diatasi dan dibenahi,” kata Anton.(Baca juga: Dokter Reisa: Masker Jangan Hanya Dijadikan Hiasan )
Merujuk data LPSK, permohonan perlindungan ke LPSK dari ABK mengalami kenaikan secara tajam pada dua tahun terakhir. Pada tahun 2018 hanya ada enam permohonan, sedangkan pada tahun ini terdapat 64 permohonan perlindungan.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Luar Negeri Indonesia aktif berkomunikasi dengan Menlu China membahas persoalan ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China.
Pertemuan kedua menlu itu ditindaklanjuti dengan pertemuan virtual Pemerintah Indonesia yang diwakili Kemlu, Kemenkumham, Kemenaker, KKP, Kejagung dan Polri, dengan Pemerintah China pada 16 September 2020.
Tujuan pertemuan itu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada serta mencegah kejadian serupa kembali terjadi di masa yang akan datang.
(dam)
tulis komentar anda