Akulturasi Tiga Budaya Ras Ini Warnai Peradaban Bangsa Indonesia
Jum'at, 11 September 2020 - 08:14 WIB
Tanpa diduga, kuliner hasil akulturasi dua budaya tersebut digemari oleh banyak orang. Perlahan namun pasti kelesan menjadi komoditas pasar dan dijual oleh pedagang lokal ataupun China. Sementara asal mula kelesan ini berubah menjadi pempek, karena pada tahun 1910-an banyak sekali penjual kelesan orang China yang telah berumur yang biasa disebut dengan 'apek'.
Mereka yang membeli kelesan dari para apek ini terbiasa menyebut dengan panggilan 'pek pek pek', sehingga muncullah nama baru yang lebih terkenal dibanding nama aslinya yakni pempek. Kepopuleran pempek tidak berhenti di situ saja, banyak sekali masyarakat asli Palembang yang merantau ke wilayah lain sehingga kuliner berbahan dasar ikan ini semakin kondang saja.
Tidak hanya pempek saja, makanan hasil akulturasi budaya dengan China, ada juga tekwan, model, celimpungan dan juga laksan. Para penjual pempek sendiri terus berinovasi membuat jenisnya beragam. Ada pempek lenjer, lenggang, kapal selam, pastel, dan masih banyak lagi lainnya. Untuk menambah nikmat pempek, dipadukan dengan cuko.
Kuliner lainnya yang terkenal hasil asimilasi budaya adalah nasi minyak. Sama dengan pempek, nasi minyak juga dibawa oleh para pedagang. Namun bukan dari China, nasi minyak terpengaruh oleh para pedagang Timur Tengah, khususnya Arab. Juga pada zaman Sriwijaya masih berkuasa. Hal ini tentu saja bisa terlihat jelas dari peninggalan yang ada.
Nasi minyak ini memiliki bahan utama minyak samin. Maka dari itulah disebut dengan 'nasi minyak' atau ada juga yang menyebutnya dengan 'nasi samin'. Awalnya, olahan tersebut akan disebut dengan 'nasi minyak samin' namun karena terlalu panjang, nama nasi minyak lebih dipilih.
Nasi minyak ini mirip sekali dengan nasi kebuli.
Tapi, jika nasi kebuli dibuat dengan beras basmati, warga setempat menggunakan besar lokal untuk membuatnya lebih ekonomis. Meskipun mirip dengan nasi kebuli, ada beberapa perbedaan yang mendasar mengenai bahannya. Nasi kebuli menggunakan susu kambing dan kaldu daging kambing, sementara nasi minyak tidak.
Mereka yang membeli kelesan dari para apek ini terbiasa menyebut dengan panggilan 'pek pek pek', sehingga muncullah nama baru yang lebih terkenal dibanding nama aslinya yakni pempek. Kepopuleran pempek tidak berhenti di situ saja, banyak sekali masyarakat asli Palembang yang merantau ke wilayah lain sehingga kuliner berbahan dasar ikan ini semakin kondang saja.
Tidak hanya pempek saja, makanan hasil akulturasi budaya dengan China, ada juga tekwan, model, celimpungan dan juga laksan. Para penjual pempek sendiri terus berinovasi membuat jenisnya beragam. Ada pempek lenjer, lenggang, kapal selam, pastel, dan masih banyak lagi lainnya. Untuk menambah nikmat pempek, dipadukan dengan cuko.
Kuliner lainnya yang terkenal hasil asimilasi budaya adalah nasi minyak. Sama dengan pempek, nasi minyak juga dibawa oleh para pedagang. Namun bukan dari China, nasi minyak terpengaruh oleh para pedagang Timur Tengah, khususnya Arab. Juga pada zaman Sriwijaya masih berkuasa. Hal ini tentu saja bisa terlihat jelas dari peninggalan yang ada.
Nasi minyak ini memiliki bahan utama minyak samin. Maka dari itulah disebut dengan 'nasi minyak' atau ada juga yang menyebutnya dengan 'nasi samin'. Awalnya, olahan tersebut akan disebut dengan 'nasi minyak samin' namun karena terlalu panjang, nama nasi minyak lebih dipilih.
Nasi minyak ini mirip sekali dengan nasi kebuli.
Tapi, jika nasi kebuli dibuat dengan beras basmati, warga setempat menggunakan besar lokal untuk membuatnya lebih ekonomis. Meskipun mirip dengan nasi kebuli, ada beberapa perbedaan yang mendasar mengenai bahannya. Nasi kebuli menggunakan susu kambing dan kaldu daging kambing, sementara nasi minyak tidak.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda