Soal RUU PKS, Menteri PPPA Cari Dukungan Tokoh dan Organisasi Keagamaan
Rabu, 09 September 2020 - 16:17 WIB
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS ) masih harus menempuh jalan panjang. Terlebih lagi setelah Badan Legislasi DPR resmi menarik pembahasan beleid tersebut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 pada Juli lalu.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga memahami masih ada prokontra terkait RUU tersebut. Lantaran itu, dirinya terus berupaya membuka pintu diskusi sembari mencari dukungan dari berbagai kalangan, termasuk tokoh dan organisasi keagamaan.
“Tentu menjadi keprihatinan bagi kita semua, mengingat urgensi adanya RUU ini sangatlah besar karena kekerasan seksual tidak hanya memberikan dampak kepada korban, tetapi juga kehidupan masyarakat. Karena itu, saya mengharapkan tokoh agama dan organisasi keagamaan untuk turut serta mengadvokasi, mengedukasi, menarasikan, dan membangun persepsi yang benar di masyarakat mengenai muatan RUU PKS,” tutur Bintang dalam keterangannya, Rabu (9/9/2020).( )
Melalui berbagai diskusi dan pertemuan yang telah dilakukan, urgensi disahkannya RUU PKS sudah tidak dapat ditunda lagi. Sebab, RUU PKS telah memenuhi syarat secara dasar penyusunan. Selain itu, dibutuhkan sistem pencegahan kekerasan seksual yang komprehensif dan adanya pengaturan yang berperspektif korban.
“RUU PKS bukan hanya permasalahan bagi perempuan, tetapi juga menyangkut kepentingan semua pihak, baik laki-laki, anak-anak, dan penyandang disabilitas,” ujarnya.( )
Bintang menjelaskan Kementerian PPPA secara proaktif terus membuka ruang diskusi dan dialog untuk mendapat masukan, gambaran, menghimpun berbagai perspektif, upaya, pendapat, dan masukan dari berbagai pihak mengenai strategi terbaik dalam rangka penghapusan kekerasan seksual.
Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Tauhid, Cirebon, KH Husein Muhammad meyakini jika tujuan dari semua agama bukan untuk menciptakan kerusakan, membodohi, apalagi melakukan kekerasan tapi untuk menciptakan lingkungan sosial yang baik, persaudaraan, keadilan, kasih sayang dan cinta. Karena itu, kehadiran RUU PKS diharapkan dapat dimaknai dengan bijak.
“Sesungguhnya secara normatif, RUU PKS ini sudah menjadi dapat diterima tinggal penyesuaian pada isu-isu krusial yang mungkin harus dipahami secara bersama. Mungkin ada pemahaman-pemahaman yang belum cukup disepakati mengenai terminologi sehingga menimbulkan kesan-kesan negatif,” tutur Husein.
Di sisi lain, Musda Mulia dari Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP) menjelaskan ada banyak faktor yang menyebabkan kekerasan seksual dan yang paling menonjol adalah faktor ketidakadilan gender. Musda menegaskan jika pandangan-pandangan bias gender harus dihapuskan, terutama dalam konteks untuk menggolkan RUU PKS.
“Prinsip keadilan gender adalah prinsip yang sejalan dengan konstitusi, bahkan sejalan dengan esensi agama itu sendiri, yang ujungnya adalah memanusiakan manusia. Marilah kita bersama-sama memahami dengan baik bahwa RUU PKS ini sangat-sangat urgent. Semua tokoh agama seharusnya dilibatkan karena Undang-Undang ini bukan untuk mengatur perempuan tetapi membawa kesejahteraan bagi kita semua,” tutur Musda Mulia.
Dalam dialog tersebut, dukungan terhadap RUU PKS juga disampaikan oleh berbagai perwakilan tokoh agama yang hadir mulai dari tokoh agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, juga Katolik serta organisasi keagamaan lainnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga memahami masih ada prokontra terkait RUU tersebut. Lantaran itu, dirinya terus berupaya membuka pintu diskusi sembari mencari dukungan dari berbagai kalangan, termasuk tokoh dan organisasi keagamaan.
“Tentu menjadi keprihatinan bagi kita semua, mengingat urgensi adanya RUU ini sangatlah besar karena kekerasan seksual tidak hanya memberikan dampak kepada korban, tetapi juga kehidupan masyarakat. Karena itu, saya mengharapkan tokoh agama dan organisasi keagamaan untuk turut serta mengadvokasi, mengedukasi, menarasikan, dan membangun persepsi yang benar di masyarakat mengenai muatan RUU PKS,” tutur Bintang dalam keterangannya, Rabu (9/9/2020).( )
Melalui berbagai diskusi dan pertemuan yang telah dilakukan, urgensi disahkannya RUU PKS sudah tidak dapat ditunda lagi. Sebab, RUU PKS telah memenuhi syarat secara dasar penyusunan. Selain itu, dibutuhkan sistem pencegahan kekerasan seksual yang komprehensif dan adanya pengaturan yang berperspektif korban.
“RUU PKS bukan hanya permasalahan bagi perempuan, tetapi juga menyangkut kepentingan semua pihak, baik laki-laki, anak-anak, dan penyandang disabilitas,” ujarnya.( )
Bintang menjelaskan Kementerian PPPA secara proaktif terus membuka ruang diskusi dan dialog untuk mendapat masukan, gambaran, menghimpun berbagai perspektif, upaya, pendapat, dan masukan dari berbagai pihak mengenai strategi terbaik dalam rangka penghapusan kekerasan seksual.
Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Tauhid, Cirebon, KH Husein Muhammad meyakini jika tujuan dari semua agama bukan untuk menciptakan kerusakan, membodohi, apalagi melakukan kekerasan tapi untuk menciptakan lingkungan sosial yang baik, persaudaraan, keadilan, kasih sayang dan cinta. Karena itu, kehadiran RUU PKS diharapkan dapat dimaknai dengan bijak.
“Sesungguhnya secara normatif, RUU PKS ini sudah menjadi dapat diterima tinggal penyesuaian pada isu-isu krusial yang mungkin harus dipahami secara bersama. Mungkin ada pemahaman-pemahaman yang belum cukup disepakati mengenai terminologi sehingga menimbulkan kesan-kesan negatif,” tutur Husein.
Di sisi lain, Musda Mulia dari Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP) menjelaskan ada banyak faktor yang menyebabkan kekerasan seksual dan yang paling menonjol adalah faktor ketidakadilan gender. Musda menegaskan jika pandangan-pandangan bias gender harus dihapuskan, terutama dalam konteks untuk menggolkan RUU PKS.
“Prinsip keadilan gender adalah prinsip yang sejalan dengan konstitusi, bahkan sejalan dengan esensi agama itu sendiri, yang ujungnya adalah memanusiakan manusia. Marilah kita bersama-sama memahami dengan baik bahwa RUU PKS ini sangat-sangat urgent. Semua tokoh agama seharusnya dilibatkan karena Undang-Undang ini bukan untuk mengatur perempuan tetapi membawa kesejahteraan bagi kita semua,” tutur Musda Mulia.
Dalam dialog tersebut, dukungan terhadap RUU PKS juga disampaikan oleh berbagai perwakilan tokoh agama yang hadir mulai dari tokoh agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, juga Katolik serta organisasi keagamaan lainnya.
(dam)
tulis komentar anda