Meneladani Sikap Pemaaf Menag Nasaruddin Umar di Momen Idulfitri
Sabtu, 29 Maret 2025 - 20:53 WIB
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, hal ini mengingatkan umat Islam untuk mengedepankan sikap memaafkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesediaan untuk memaafkan bukan hanya menunjukkan kedewasaan emosional dan spiritual, tetapi juga menjadi kunci dalam menciptakan masyarakat yang damai dan penuh toleransi.
Disisi lain menanggapi peristiwa ini, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, Prof Martin Kustati menyatakan bahwa sikap Menteri Agama mencerminkan nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi teladan bagi semua pihak.
“Dalam konteks pendidikan dan pembinaan karakter, tindakan memaafkan menunjukkan kedewasaan emosional dan spiritual yang tinggi. Seorang pemimpin tidak hanya harus memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga kebesaran hati dalam merespons berbagai situasi, termasuk kritik yang kurang berdasar,” ungkap Martin Kustati.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa dalam dunia akademik dan pemerintahan, budaya tabayyun (klarifikasi) sangat penting untuk menghindari penyebaran informasi yang keliru.
“Sebagai akademisi dan masyarakat intelektual, kita harus mengedepankan verifikasi informasi sebelum menyebarkan opini yang dapat merugikan pihak lain. Sikap Nasaruddin Umar adalah contoh nyata bagaimana seorang pemimpin mampu menyelesaikan konflik dengan cara yang beradab, tanpa memperkeruh suasana,” tambahnya.
Dengan mendekatnya Idulfitri, momen ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa memaafkan adalah bagian dari kekuatan sejati. Semoga sikap pemaaf yang dicontohkan oleh Menag dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat luas untuk lebih bijak, saling menghargai, dan mempererat persaudaraan.
Disisi lain menanggapi peristiwa ini, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, Prof Martin Kustati menyatakan bahwa sikap Menteri Agama mencerminkan nilai-nilai luhur yang seharusnya menjadi teladan bagi semua pihak.
“Dalam konteks pendidikan dan pembinaan karakter, tindakan memaafkan menunjukkan kedewasaan emosional dan spiritual yang tinggi. Seorang pemimpin tidak hanya harus memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga kebesaran hati dalam merespons berbagai situasi, termasuk kritik yang kurang berdasar,” ungkap Martin Kustati.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa dalam dunia akademik dan pemerintahan, budaya tabayyun (klarifikasi) sangat penting untuk menghindari penyebaran informasi yang keliru.
“Sebagai akademisi dan masyarakat intelektual, kita harus mengedepankan verifikasi informasi sebelum menyebarkan opini yang dapat merugikan pihak lain. Sikap Nasaruddin Umar adalah contoh nyata bagaimana seorang pemimpin mampu menyelesaikan konflik dengan cara yang beradab, tanpa memperkeruh suasana,” tambahnya.
Dengan mendekatnya Idulfitri, momen ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa memaafkan adalah bagian dari kekuatan sejati. Semoga sikap pemaaf yang dicontohkan oleh Menag dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat luas untuk lebih bijak, saling menghargai, dan mempererat persaudaraan.
(shf)
Lihat Juga :