Teguhkan Kemandirian dengan Vaksin Merah Putih
Kamis, 03 September 2020 - 07:13 WIB
JAKARTA - Vaksin anticovid menjadi barang panas yang dicari oleh hampir seluruh penduduk bumi. Negara dan perusahaan farmasi tercepat yang memproduksi bakal menangguk keuntungan politik dan ekonomi. Sementara negara yang gagal memproduksi hanya akan menjadi pasar dan memiliki ketergantungan tinggi.
Berdasarkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini ada 31 kandidat potensial vaksin anticovid-19 di dunia. Ke-31 kandidat potensial vaksin anticovid-19 tersebut telah memasuki uji klinis. Puluhan kandidat vaksin anticovid-19 tersebut di antaranya produksi dari Astrazeneca, Moderna, dan Sinovac. (Baca: Kepemimpinan KAMI Sudah Final, STruktur Anggota Segera Diumumkan)
Di Indonesia saat ini ada tiga pengembangan kandidat potensial vaksin anticovid-19 yang sedang didampingi oleh BPOM. Pertama, vaksin kerja sama Bio Farma dengan Sinovac. Kedua, vaksin kerja sama Kimia Farma dengan G42. Ketiga, vaksin kerja sama Kalbe Farma dengan Genexine. Vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac dan Sinopharm menggunakan platform inactivated virus, sedangkan vaksin dari Genexine menggunakan platfrom DNA. Dari ketiga kandidat potensial vaksin anticovid-19 tersebut, vaksin produksi Bio Farma dengan Sinovac, China, berada di baris terdepan.
Saat ini vaksin Sinovac telah memasuki fase uji klinis tahap III di Bandung. Ada 1.600 orang yang menjadi sukarelawan untuk menjadi objek uji coba vaksin dari China itu. Sedangkan vaksin kerja sama Kalbe Farma dengan Genixine asal Korea Selatan baru masuk uji klinis tahap I. Pada Oktober hingga November 2020 nanti dijadwalkan uji klinis fase II di Indonesia.
Indonesia juga tengah mengembangkan vaksin Merah Putih. Anticovid-19 ini dikembangkan sebuah konsorsium yang berintikan Lembaga Biologi Moluker Eijkman dan BUMN Farmasi Biofarma. Vaksin Merah Putih ini diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan Indonesia secara jangka Panjang.
Di masa depan pandemi corona bisa saja terus berulang. Jika Indonesia hanya mengandalkan vaksin dari luar negeri, maka akan terjadi ketergantungan yang membuat nilai tawar dalam pergaulan internasional kian lemah. Oleh karena itu, Indonesia perlu siap vaksin dengan buatan sendiri.
Pengembangan vaksin Merah Putih ini terkesan lebih lambat karena Indonesia tertinggal sekitar empat bulan dalam pengembangan vaksin anticovid-19 dibandingkan dengan China dan Korea Selatan. LBM Eijkman mengklaim jika vaksin Merah Putih berbeda dengan vaksin Sinovac produksi China. Perbedaan tersebut terletak pada vaksin Sinovac China menggunakan virus utuh sebagai antigennya.
Virus dari China dibiak kemudian setelah banyak dimatikan dengan bahan kimia atau cara-cara lain lalu dimurnikan virusnya dan dipisahkan dengan bagian-bagian lain, dan itu langsung dipakai sebagai antigen sebagai bahan vaksin. Vaksin Merah Putih hanya menggunakan bagian yang dibutuhkan dari virus. (Baca juga: Pesta Gay di Kuningan Jakarta Digerebek, Puluha Pria Diamankan Polisi)
Eijkman mengisolasi dua bagian virus yang terpenting dalam patogenisitasnya, yaitu spike protein dan nukleus capsid protein. Itu yang dijadikan antigen dan itu yang diberikan kepada subjek. Jadi tak lebih dari dua protein tadi. Langkah ini diharapkan mengurangi efek samping dari bagian virus yang tidak dibutuhkan dalam menundukkan Covid-19 pada tubuh pasien.
Berdasarkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini ada 31 kandidat potensial vaksin anticovid-19 di dunia. Ke-31 kandidat potensial vaksin anticovid-19 tersebut telah memasuki uji klinis. Puluhan kandidat vaksin anticovid-19 tersebut di antaranya produksi dari Astrazeneca, Moderna, dan Sinovac. (Baca: Kepemimpinan KAMI Sudah Final, STruktur Anggota Segera Diumumkan)
Di Indonesia saat ini ada tiga pengembangan kandidat potensial vaksin anticovid-19 yang sedang didampingi oleh BPOM. Pertama, vaksin kerja sama Bio Farma dengan Sinovac. Kedua, vaksin kerja sama Kimia Farma dengan G42. Ketiga, vaksin kerja sama Kalbe Farma dengan Genexine. Vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac dan Sinopharm menggunakan platform inactivated virus, sedangkan vaksin dari Genexine menggunakan platfrom DNA. Dari ketiga kandidat potensial vaksin anticovid-19 tersebut, vaksin produksi Bio Farma dengan Sinovac, China, berada di baris terdepan.
Saat ini vaksin Sinovac telah memasuki fase uji klinis tahap III di Bandung. Ada 1.600 orang yang menjadi sukarelawan untuk menjadi objek uji coba vaksin dari China itu. Sedangkan vaksin kerja sama Kalbe Farma dengan Genixine asal Korea Selatan baru masuk uji klinis tahap I. Pada Oktober hingga November 2020 nanti dijadwalkan uji klinis fase II di Indonesia.
Indonesia juga tengah mengembangkan vaksin Merah Putih. Anticovid-19 ini dikembangkan sebuah konsorsium yang berintikan Lembaga Biologi Moluker Eijkman dan BUMN Farmasi Biofarma. Vaksin Merah Putih ini diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan Indonesia secara jangka Panjang.
Di masa depan pandemi corona bisa saja terus berulang. Jika Indonesia hanya mengandalkan vaksin dari luar negeri, maka akan terjadi ketergantungan yang membuat nilai tawar dalam pergaulan internasional kian lemah. Oleh karena itu, Indonesia perlu siap vaksin dengan buatan sendiri.
Pengembangan vaksin Merah Putih ini terkesan lebih lambat karena Indonesia tertinggal sekitar empat bulan dalam pengembangan vaksin anticovid-19 dibandingkan dengan China dan Korea Selatan. LBM Eijkman mengklaim jika vaksin Merah Putih berbeda dengan vaksin Sinovac produksi China. Perbedaan tersebut terletak pada vaksin Sinovac China menggunakan virus utuh sebagai antigennya.
Virus dari China dibiak kemudian setelah banyak dimatikan dengan bahan kimia atau cara-cara lain lalu dimurnikan virusnya dan dipisahkan dengan bagian-bagian lain, dan itu langsung dipakai sebagai antigen sebagai bahan vaksin. Vaksin Merah Putih hanya menggunakan bagian yang dibutuhkan dari virus. (Baca juga: Pesta Gay di Kuningan Jakarta Digerebek, Puluha Pria Diamankan Polisi)
Eijkman mengisolasi dua bagian virus yang terpenting dalam patogenisitasnya, yaitu spike protein dan nukleus capsid protein. Itu yang dijadikan antigen dan itu yang diberikan kepada subjek. Jadi tak lebih dari dua protein tadi. Langkah ini diharapkan mengurangi efek samping dari bagian virus yang tidak dibutuhkan dalam menundukkan Covid-19 pada tubuh pasien.
tulis komentar anda