KPK Wajib Penuhi Syarat Ini Jika Mau Ambil Alih Perkara Jaksa Pinangki
Rabu, 02 September 2020 - 13:39 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengambil alih perkara dugaan suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari bila ada salah satu syarat terpenuhi. Syarat tersebut tercantum dalam dalam Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"KPK memahami harapan publik terkait penyelesaian perkara tersebut, namun semua harus sesuai mekanisme aturan main yaitu UU. KPK akan ambil alih jika ada salah satu syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 10 A terpenuhi," ujar Plt juru bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (2/9/2020).
Adapun, dalam Pasal 10A UU KPK disebutkan, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan.Pengambilalihan itu bisa dilakukan atas beberapa alasan. Poin pertama yakni adanya laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti. ( )
Poin kedua, pengambilalihan dilakukan bila proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Poin ketiga, bila penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku yang sesungguhnya.
Kemudian poin keempat adalah bila penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi. Untuk poin kelima, pengambilalihan dilakukan bila ada hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif. Di poin keenam, bila ada keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabakan.
KPK juga mendorong Kejaksaan Agung untuk transparan dan objektif dalam penanganan perkara tersebut. "Kembangkan jika ada fakta-fakta keterlibatan pihak lain karena bagaimana pun publik akan memberikan penilaian hasil kerjanya," katanya. ( )
"KPK memahami harapan publik terkait penyelesaian perkara tersebut, namun semua harus sesuai mekanisme aturan main yaitu UU. KPK akan ambil alih jika ada salah satu syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 10 A terpenuhi," ujar Plt juru bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (2/9/2020).
Adapun, dalam Pasal 10A UU KPK disebutkan, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan.Pengambilalihan itu bisa dilakukan atas beberapa alasan. Poin pertama yakni adanya laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti. ( )
Poin kedua, pengambilalihan dilakukan bila proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Poin ketiga, bila penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku yang sesungguhnya.
Kemudian poin keempat adalah bila penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi. Untuk poin kelima, pengambilalihan dilakukan bila ada hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif. Di poin keenam, bila ada keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabakan.
KPK juga mendorong Kejaksaan Agung untuk transparan dan objektif dalam penanganan perkara tersebut. "Kembangkan jika ada fakta-fakta keterlibatan pihak lain karena bagaimana pun publik akan memberikan penilaian hasil kerjanya," katanya. ( )
(abd)
tulis komentar anda