Komisi II Ingin UU Pemilu Bisa Berlaku Hingga 25 Tahun
Sabtu, 02 Mei 2020 - 21:01 WIB
JAKARTA - Komisi II DPR menyiapkan dua paket undang-undang (UU) sistem politik. Rancangan UU itu terbagi dua, yakni proses politik dan produk politik.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan yang masuk paket proses politik itu UU pemilu. Rencananya, ini akan menggabungkan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Nomor 2017 Tentang Pemilu. “UU pemilu itu cukup satu rezim saja,” ujarnya dalam diskusi virtual bertema Polemik Paket UU Politik di Tengah Pandemi Coviud-19, Sabtu (2/5/2020).
Kemudian, ada UU partai politik dan MPR, DPR, pemerintahan daerah (pemda) dan DPD (MD2). Tidak lagi MD3 karena akan ada UU khusus DPRD. “Ada dua UU pemda dan DPRD. DPRD harus diatur karena tidak equal. Kepala daerah itu pejabat negara, sedangkan pimpinan DPRD itu pejabat daerah,” tutur politisi Partai Golkar itu.
Komisi II, menurutnya, ingin menyelesaikan RUU pemilu dan parpol pada tahun pertama masa kerja DPR saat ini. Paling lambat selesai tahun depan. Hal tersebut untuk memberikan kesempatan bagi yang mau melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Nantinya, ada waktu tiga tahun untuk membuat UU ini mapan dan bisa jalan. Sejak Reformasi, Indonesia memang selalu berganti-ganti UU Pemilu. Doli menginginkan sebuah UU yang bisa tahan minimal 25 tahun. “Kami tidak ingin setiap lima tahun berganti. Lebih dari 20 tahun Reformasi, enough is enough, kita menemukan (UU) yang kompatibel. Kita tiap lima tahun trail and error,” tuturnya.
Komisi II sedang menggodok model keserentakan pemilu. Salah satu opsi yang dibahas pemilu pusat terdiri dari presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD, serta pemilu daerah, kepala daerah, DPRD provinsi, kabupaten, dan kota.
Ada kemungkinan parlementary threshold (PT) pun dinaikan pada kisaran 5-7%. Presidential threshold tetap dengan 25% kursi DPR dan 20% suara sah nasional. “Kita masih berunding,” ucapnya.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan yang masuk paket proses politik itu UU pemilu. Rencananya, ini akan menggabungkan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Nomor 2017 Tentang Pemilu. “UU pemilu itu cukup satu rezim saja,” ujarnya dalam diskusi virtual bertema Polemik Paket UU Politik di Tengah Pandemi Coviud-19, Sabtu (2/5/2020).
Kemudian, ada UU partai politik dan MPR, DPR, pemerintahan daerah (pemda) dan DPD (MD2). Tidak lagi MD3 karena akan ada UU khusus DPRD. “Ada dua UU pemda dan DPRD. DPRD harus diatur karena tidak equal. Kepala daerah itu pejabat negara, sedangkan pimpinan DPRD itu pejabat daerah,” tutur politisi Partai Golkar itu.
Komisi II, menurutnya, ingin menyelesaikan RUU pemilu dan parpol pada tahun pertama masa kerja DPR saat ini. Paling lambat selesai tahun depan. Hal tersebut untuk memberikan kesempatan bagi yang mau melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Nantinya, ada waktu tiga tahun untuk membuat UU ini mapan dan bisa jalan. Sejak Reformasi, Indonesia memang selalu berganti-ganti UU Pemilu. Doli menginginkan sebuah UU yang bisa tahan minimal 25 tahun. “Kami tidak ingin setiap lima tahun berganti. Lebih dari 20 tahun Reformasi, enough is enough, kita menemukan (UU) yang kompatibel. Kita tiap lima tahun trail and error,” tuturnya.
Komisi II sedang menggodok model keserentakan pemilu. Salah satu opsi yang dibahas pemilu pusat terdiri dari presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD, serta pemilu daerah, kepala daerah, DPRD provinsi, kabupaten, dan kota.
Ada kemungkinan parlementary threshold (PT) pun dinaikan pada kisaran 5-7%. Presidential threshold tetap dengan 25% kursi DPR dan 20% suara sah nasional. “Kita masih berunding,” ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda