Banyak Bantuan Terdampak Covid-19, Anggota DPR: Jangan Menipu

Selasa, 01 September 2020 - 05:20 WIB
Diskusi Empat Pilar dengan tema Optimalisasi Pemberdayaan UMKM di Tengah Pandemi di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020). Foto: SINDOnews/Abdul Rochim
JAKARTA - Pemerintah menggelontorkan sejumlah bantuan stimulus sebagai respons atas dampak pandemi Covid-19. Salah satu yang terbaru adalah bantuan untuk karyawan swasta yang gajinya di bawah Rp5 juta dan terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Sayangnya, dalam realisasinya berbagai bantuan yang digelontorkan kerap kali tidak tepat sasaran. Hal ini terjadi akibat data pemerintah yang rancu. (Baca juga: BLT Rp600 cuma Buat Pegawai yang Terdaftar di BPJS, yang Tidak Bisa Gigit Jari)





"Sekarang ini ada bantuan lagi Rp2,4 juta (untuk karyawan), terus apa lagi? Bantuan-bantuan itu tidak bisa disalurkan secara efektif karena datanya susah, datanya Senin-Kamis, jadi data-data itu yang menjadi masalah kita," ujar anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno dalam Diskusi Empat Pilar dengan tema 'Optimalisasi Pemberdayaan UMKM di Tengah Pandemi' di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020).

Politikus PDIP ini mengatakan, kerancuan data penerima terjadi karena selama ini persoalan data kerap diperjual-belikan. "Jujur saja, kementerian ini punya data sendiri, kementerian ini punya sendiri sehingga kalau mengurus izin, itu datanya berbeda-beda, koordinasi susah dilakukan karena koordinasi menjadi bagian dari, coba koordinasi selalu dipersepsi mengurangi rezeki, lebih bagus jangan koordinasi," tuturnya. (Baca juga: Diminta Jokowi Salurkan BLT Usaha Mikro, Bank BRI Sudah Transfer Rp4,4 Triliun)

Hendrawan mengaku selama ini stakeholder bangsa ini kerap kali menipu diri. "Jadi jangan menipu. Kita terlalu lama menipu diri. Sayang Bapak Syarif Hasan enggak ada di sini. Sebab menterinya (UMKM) saat itu Syarief Hasan, waktu saya menjadi anggota Komisi VI, ada begini, cair, pasar bangun, saya datang (tanya) ini sudah berapa? (jawabnya) 90 persen, nyatanya baru 10 persen," katanya.

Dikatakan Hendrawan, saat ini jumlah UMKM disebut mencapai 63 juta, padahal menurut sensus ekonomi 2016 hanya 27 juta. "Sebab kalau 63 juta, satu UMKM anggota keluarganya empat, berarti semua orang Indonesia UMKM semua, jadi kita harus kritis," tuturnya. (Baca juga: Terdampak COVID-19, Puluhan WNI di Panama dan Peru Dipulangkan)

Menurutnya, UMKM di Indonesia juga menjadi simbol dari kantong-kantong kemiskinan. Sebab banyak UMKM yang tidak bisa berkembang. "Banyak orang terlibat dalam UMKM itu hanya karena dia tidak bisa masuk ke sektor formal. Jadi usaha kecil-kecilan menunjukkan bukan karena kita begitu entrepreneur, punya semangat kewirausahaan yang tinggi, bukan, tetapi karena kita kepepet, management by kepepet," katanya.

Karena itu, banyaknya jumlah pelaku UMKM tidak lantas semakin menggembirakan. Justru, hal itu mengkhawatirkan karena jangan-jangan kemiskinan semakin berat.

Dalam kondisi krisis akibat pandemi sekarang, kata Hendrawan, salah satu solusi untuk memberdayakan atau optimalisasi UMKM adalah bantuan untuk stimukus UMKM harus jalan.

"Itu sebabnya ini saya bawa rapat kerja kemarin dengan Menteri Keuangan, tanggal 24 Agustus kemarin, minggu lalu ya, saya mengatakan kenapa anggaran pemulihan ekonomi nasional baru 25,1% realisasinya, semua halangan, kendala ini harus segera diatasi," tuturnya.
(thm)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More