Peningkatan Kapasitas Daerah, Mengawal Janji Politik
Senin, 09 Desember 2024 - 09:08 WIB
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PEMILIHANKepala Daerah ( Pilkada ) serentak telah usai, meninggalkan ekspektasi tinggi di kalangan masyarakat terhadap realisasi janji-janji politik yang dilontarkan selama masa kampanye. Janji-janji tersebut, yang sering kali bersifat aspiratif dan idealis, kini menghadapi tantangan untuk diwujudkan dalam bentuk kebijakan teknokratis yang terukur.
Terkait hal ini, kepala daerah terpilih harus mampu menerjemahkan visi-misi politiknya ke dalam bahasa teknokratis yang dapat dioperasionalkan. Artinya, slogan-slogan kampanye dan komitmen yang bersifat umum harus dipadukan dengan analisis kebutuhan daerah, prioritas pembangunan, serta kemampuan fiskal.
Janji seperti "peningkatan kesejahteraan rakyat" atau "penguatan infrastruktur" harus mampu diuraikan menjadi program-program spesifik yang memiliki indikator keberhasilan yang jelas dan terukur. Tahun 2025, akan menjadi momen strategis untuk merealisasikan janji-janji tersebut melalui pengintegrasian dalam perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Salah satu instrumen penting untuk mewujudkan janji politik adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab itu, APBD tahun 2025 harus menjadi dokumen strategis yang merefleksikan prioritas kepala daerah sesuai dengan visi-misi yang disampaikan selama kampanye. Berbagai bahasa-bahasa politik yang sering kali bersifat umum dan abstrak harus diterjemahkan menjadi program yang praktis dan sesuai dengan aturan keuangan negara.
Artinya, proses penyusunan APBD harus berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, data empiris, dan mengacu pada regulasi pengelolaan keuangan negara. Pendekatan ini tidak hanya memastikan keberlanjutan program, tetapi juga menghindarkan daerah dari potensi ketidaksesuaian penggunaan anggaran.
Pada akhirnya, Pilkada bukan sekadar kontestasi politik, melainkan awal dari komitmen untuk membangun daerah. Kepala daerah terpilih memiliki tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan janji politiknya tidak sekadar menjadi dokumen kosong, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Transformasi janji politik menjadi kebijakan anggaran yang teknokratis, realistis, dan berbasis pada kebutuhan masyarakat adalah langkah strategis untuk mewujudkan pemerintahan yang kredibel dan responsif.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PEMILIHANKepala Daerah ( Pilkada ) serentak telah usai, meninggalkan ekspektasi tinggi di kalangan masyarakat terhadap realisasi janji-janji politik yang dilontarkan selama masa kampanye. Janji-janji tersebut, yang sering kali bersifat aspiratif dan idealis, kini menghadapi tantangan untuk diwujudkan dalam bentuk kebijakan teknokratis yang terukur.
Terkait hal ini, kepala daerah terpilih harus mampu menerjemahkan visi-misi politiknya ke dalam bahasa teknokratis yang dapat dioperasionalkan. Artinya, slogan-slogan kampanye dan komitmen yang bersifat umum harus dipadukan dengan analisis kebutuhan daerah, prioritas pembangunan, serta kemampuan fiskal.
Janji seperti "peningkatan kesejahteraan rakyat" atau "penguatan infrastruktur" harus mampu diuraikan menjadi program-program spesifik yang memiliki indikator keberhasilan yang jelas dan terukur. Tahun 2025, akan menjadi momen strategis untuk merealisasikan janji-janji tersebut melalui pengintegrasian dalam perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah, sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Salah satu instrumen penting untuk mewujudkan janji politik adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab itu, APBD tahun 2025 harus menjadi dokumen strategis yang merefleksikan prioritas kepala daerah sesuai dengan visi-misi yang disampaikan selama kampanye. Berbagai bahasa-bahasa politik yang sering kali bersifat umum dan abstrak harus diterjemahkan menjadi program yang praktis dan sesuai dengan aturan keuangan negara.
Artinya, proses penyusunan APBD harus berbasis pada kebutuhan riil masyarakat, data empiris, dan mengacu pada regulasi pengelolaan keuangan negara. Pendekatan ini tidak hanya memastikan keberlanjutan program, tetapi juga menghindarkan daerah dari potensi ketidaksesuaian penggunaan anggaran.
Pada akhirnya, Pilkada bukan sekadar kontestasi politik, melainkan awal dari komitmen untuk membangun daerah. Kepala daerah terpilih memiliki tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan janji politiknya tidak sekadar menjadi dokumen kosong, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Transformasi janji politik menjadi kebijakan anggaran yang teknokratis, realistis, dan berbasis pada kebutuhan masyarakat adalah langkah strategis untuk mewujudkan pemerintahan yang kredibel dan responsif.
Lihat Juga :
tulis komentar anda