Menelusuri Kemenangan Donald Trump dan Kesalahan Fatal Kamala Harris
Jum'at, 29 November 2024 - 11:05 WIB
Namun hal yang membedakannya dengan Harris adalah Trump mengimbangi serangan personalnya dengan mengkomunikasikan dengan jelas apa-apa saja yang akan dilakukan saat ia kembali ke Gedung Putih. Trump menjadikan keimigrasian sebagai isu andalan, dan ia berulang kali menyuarakan janji mengusir imigran gelap begitu dirinya menjadi presiden. Sementara Harris dipersepsikan kurang tegas pada isu ini, dengan hanya menjanjikan perbatasan yang lebih aman dan menjunjung hak-hak para imigran serta pencari suaka.
Untuk bidang ekonomi, Harris dan Trump sebenarnya sama-sama menyuarakan janji untuk memperbaiki nasib kelas pekerja. Namun sekali lagi, Trump menggunakan gaya komunikasi yang lebih mudah dipahami kelas pekerja, dengan salah satunya mengatakan bahwa ia akan lebih keras terhadap China yang dituding telah banyak mencuri pekerjaan di AS. Kata-kata yang digunakan Harris dalam isu ini lebih teknis, dan cenderung sulit masuk ke dalam benak masyarakat kelas pekerja, terutama yang tinggal di wilayah pinggiran dan pedesaan.
Seperti Trump, Prabowo juga mengkomunikasikan janji-janji kampanyenya dengan memaparkan program konkret. Salah satu janji yang sering disuarakan Prabowo selama kampanye adalah program Makan Siang Gratis, yang belakangan diubah menjadi Makan Bergizi Gratis. Mengkomunikasikan sesuatu yang konkret cenderung lebih mudah diterima ketimbang hal-hal yang mengawang dan sulit diukur.
Semisal, masyarakat akan lebih welcome terhadap janji politikus yang berkata, "saya akan menerapkan Makan Bergizi Gratis" ketimbang berkata, "saya akan berusaha sekuat tenaga dalam memperbaiki gizi anak-anak Indonesia." Kedua pernyataan tersebut sama-sama bertujuan baik, namun yang pertama lebih mudah diterima dan diukur ke depannya, sementara yang kedua berpotensi dipersepsikan hanya sebagai janji kosong.
Kembali ke pemilu AS, janji-janji Trump lebih dapat diterima masyarakat karena dikomunikasikan berupa program konkret dalam bahasa sederhana. Sedangkan Harris cenderung mengawang sehingga masyarakat AS merasa ragu mengenai apa yang akan dilakukannya sebagai presiden di hari pertama, 100 hari pertama, dan seterusnya.
Hasil pilpres di Indonesia dan AS sudah seharusnya menjadi pelajaran berharga, bahwa komunikasi efektif merupakan hal krusial untuk berbagai bidang. Perihal kampanye politik. komunikasi efektif dapat dibangun dengan menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan segmentasi sasaran dengan pemaparan program-program konkret yang dapat diukur dan dipertanggungjawabkan ke depannya.
Untuk bidang ekonomi, Harris dan Trump sebenarnya sama-sama menyuarakan janji untuk memperbaiki nasib kelas pekerja. Namun sekali lagi, Trump menggunakan gaya komunikasi yang lebih mudah dipahami kelas pekerja, dengan salah satunya mengatakan bahwa ia akan lebih keras terhadap China yang dituding telah banyak mencuri pekerjaan di AS. Kata-kata yang digunakan Harris dalam isu ini lebih teknis, dan cenderung sulit masuk ke dalam benak masyarakat kelas pekerja, terutama yang tinggal di wilayah pinggiran dan pedesaan.
Pilpres AS x Pilpres RI
Ada sedikit kemiripan antara pilpres di AS dan Indonesia tahun ini. Prabowo Subianto, yang saat ini menjadi presiden ke-8 Republik Indonesia, menggunakan gaya komunikasi yang lebih luwes dan membumi semasa kampanye untuk menyentuh masyarakat umum di wilayah pinggiran dan pedesaan. Sementara rival terdekat Prabowo semasa kampanye, Anies Baswedan, cenderung menggunakan kata-kata dan istilah teknis yang 'terlalu tinggi' dan sulit dipahami masyarakat umum, terutama dari kelompok yang tidak mengenyam pendidikan tinggi.Seperti Trump, Prabowo juga mengkomunikasikan janji-janji kampanyenya dengan memaparkan program konkret. Salah satu janji yang sering disuarakan Prabowo selama kampanye adalah program Makan Siang Gratis, yang belakangan diubah menjadi Makan Bergizi Gratis. Mengkomunikasikan sesuatu yang konkret cenderung lebih mudah diterima ketimbang hal-hal yang mengawang dan sulit diukur.
Semisal, masyarakat akan lebih welcome terhadap janji politikus yang berkata, "saya akan menerapkan Makan Bergizi Gratis" ketimbang berkata, "saya akan berusaha sekuat tenaga dalam memperbaiki gizi anak-anak Indonesia." Kedua pernyataan tersebut sama-sama bertujuan baik, namun yang pertama lebih mudah diterima dan diukur ke depannya, sementara yang kedua berpotensi dipersepsikan hanya sebagai janji kosong.
Kembali ke pemilu AS, janji-janji Trump lebih dapat diterima masyarakat karena dikomunikasikan berupa program konkret dalam bahasa sederhana. Sedangkan Harris cenderung mengawang sehingga masyarakat AS merasa ragu mengenai apa yang akan dilakukannya sebagai presiden di hari pertama, 100 hari pertama, dan seterusnya.
Hasil pilpres di Indonesia dan AS sudah seharusnya menjadi pelajaran berharga, bahwa komunikasi efektif merupakan hal krusial untuk berbagai bidang. Perihal kampanye politik. komunikasi efektif dapat dibangun dengan menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan segmentasi sasaran dengan pemaparan program-program konkret yang dapat diukur dan dipertanggungjawabkan ke depannya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda