Friksi Internal PDIP Pemicu Alotnya Penentuan Calon Wali Kota Surabaya
Jum'at, 28 Agustus 2020 - 20:17 WIB
JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( DPP PDIP ) hingga saat ini belum memutuskan nama yang akan diusung sebagai calon wali kota dan wakil wali Kota Surabaya pada Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) Kota Surabaya , 9 Desember 2020 mendatang.
Dalam pengumuman nama-nama calon gelombang IV, Jumat (28/8/2020), Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani yang sudah memagang amplop berisi surat rekomendasi pencalonan wali kota dan wakil wali Kota Surabaya akhirnya batal diumumkan. Tidak tersambungnya siaran virtual dengan DPD PDIP Jatim ataupun DPC PDIP Surabaya menjadi salah satu alasan pemicunya. (Baca juga: Tunjukkan Amplop, Puan Masih Sembunyikan Jagoan PDIP di Pilkada Surabaya)
Namun, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyebutkan bahwa partainya masih membutuhkan konsolidasi bersama untuk mematangkan nama calon di Surabaya. Menurut Hasto, dibutuhkan momentum yang tepat. Karena itu, rencananya DPP PDIP akan datang ke DPD PDIP Jatim pada Minggu (31/8/2020) mendatang, untuk memfinalkan nama calon yang diusung di Pilkada Surabaya dan sejumlah daerah lain di Jawa Timur seperti Sidoarjo dan Pacitan.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo menyebutkan adanya friksi di internal PDIP Surabaya menjadi pemicu utama alotnya penentuan calon yang bakal diusung partai banteng moncong putih dalam Pilkada Surabaya. "Memang ada friksi dalam pencalonan dari PDIP ini, di kalangan partai pecah. Misalnya ada (kelompok) Armuji (anggota DPRD Jatim), ada Wishnu (Wakil Wali Kota Surabaya Wishnu Sakti Buana), tapi Bu Risma sebagai orang PDIP, memang menyiapkan kader Eri (Kepala Bappeko Eri Cahyadi)," ujar Suko Widodo kepada SINDOnews, Jumat (28/8/2020).
Dengan melihat dinamika yang terjadi, kata Suko, tampaknya memang tidak ada kesepakatan di antara tokoh-tokoh PDIP Surabaya. "Belum ada kata sepakat. Menurut saya tidak ada hubungannya dengan lawan (Machfud Arifin), tapi lebih pada problem internal," tuturnya.
Menurutnya, ada dilema di internal PDIP. "Karena kalau memilih Wishnu karena dia kader PDIP maka diaharapkan PDIP bakal solid, soal menang atau tidak itu soal kemudian. Kalau memilih Eri, dia kan basisnya bukan kader. Nah, dilema-dilema itu yang belum ketemu di antara tokoh-tokoh di Surabaya," paparnya.
Suko juga membaca kekaguman Ketua umum DPP PDIP Megawati yang dalam berbagai kesempatan selalu mengelu-elukan prestasi Risma dalam memimpin Kota Surabaya. "Kalau Bu Mega pasti prefer ke calon yang dijagokan Bu Risma otomatis. Faktor trust Bu Mega terhadap Bu Risma itu pasti. tetapi kan di dalam keputusan PDIP setempat kan yang dijagokan Pak Wishnu," urainya.
Di sisi lain, kata Suko, alotnya pencalonan wali kota dan wakil wali Kota Surabaya di internal PDIP ini juga dipengaruhi misi politik 2024. Menurutnya, DPP PDIP pasti berhitung bahwa PDIP harus tetap menjaga kekuasaannya di Kota Surabaya yang sudah digenggamnya selama 20 tahun, yakni dua periode kepemimpinan Bambang Dh dan dua periode kepemimpinan Tri Rismaharini.
"PDIP sangat membaca kepentingan Pilkada Surabaya dengan Pemilu 2024 karena Surabaya kan barometernya Jawa Timur, dan PDIP yang sangat kuat di Jawa Timur kan salah satunya di Surabaya," tuturnya. (Baca juga: Megawati Tugaskan Anak Buahnya Konsolidasi di Jatim dan Kota Surabaya)
Dikatakan Suko, jumlah anggota DPR PDIP yang terpilih dari Surabaya cukup banyak. Selain itu, banyak tokoh PDIP di pusat yang andal berasal dari Surabaya. Misalnya Bambang DH atau Indah Kurnia.
Dalam pengumuman nama-nama calon gelombang IV, Jumat (28/8/2020), Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani yang sudah memagang amplop berisi surat rekomendasi pencalonan wali kota dan wakil wali Kota Surabaya akhirnya batal diumumkan. Tidak tersambungnya siaran virtual dengan DPD PDIP Jatim ataupun DPC PDIP Surabaya menjadi salah satu alasan pemicunya. (Baca juga: Tunjukkan Amplop, Puan Masih Sembunyikan Jagoan PDIP di Pilkada Surabaya)
Namun, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyebutkan bahwa partainya masih membutuhkan konsolidasi bersama untuk mematangkan nama calon di Surabaya. Menurut Hasto, dibutuhkan momentum yang tepat. Karena itu, rencananya DPP PDIP akan datang ke DPD PDIP Jatim pada Minggu (31/8/2020) mendatang, untuk memfinalkan nama calon yang diusung di Pilkada Surabaya dan sejumlah daerah lain di Jawa Timur seperti Sidoarjo dan Pacitan.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo menyebutkan adanya friksi di internal PDIP Surabaya menjadi pemicu utama alotnya penentuan calon yang bakal diusung partai banteng moncong putih dalam Pilkada Surabaya. "Memang ada friksi dalam pencalonan dari PDIP ini, di kalangan partai pecah. Misalnya ada (kelompok) Armuji (anggota DPRD Jatim), ada Wishnu (Wakil Wali Kota Surabaya Wishnu Sakti Buana), tapi Bu Risma sebagai orang PDIP, memang menyiapkan kader Eri (Kepala Bappeko Eri Cahyadi)," ujar Suko Widodo kepada SINDOnews, Jumat (28/8/2020).
Dengan melihat dinamika yang terjadi, kata Suko, tampaknya memang tidak ada kesepakatan di antara tokoh-tokoh PDIP Surabaya. "Belum ada kata sepakat. Menurut saya tidak ada hubungannya dengan lawan (Machfud Arifin), tapi lebih pada problem internal," tuturnya.
Menurutnya, ada dilema di internal PDIP. "Karena kalau memilih Wishnu karena dia kader PDIP maka diaharapkan PDIP bakal solid, soal menang atau tidak itu soal kemudian. Kalau memilih Eri, dia kan basisnya bukan kader. Nah, dilema-dilema itu yang belum ketemu di antara tokoh-tokoh di Surabaya," paparnya.
Suko juga membaca kekaguman Ketua umum DPP PDIP Megawati yang dalam berbagai kesempatan selalu mengelu-elukan prestasi Risma dalam memimpin Kota Surabaya. "Kalau Bu Mega pasti prefer ke calon yang dijagokan Bu Risma otomatis. Faktor trust Bu Mega terhadap Bu Risma itu pasti. tetapi kan di dalam keputusan PDIP setempat kan yang dijagokan Pak Wishnu," urainya.
Di sisi lain, kata Suko, alotnya pencalonan wali kota dan wakil wali Kota Surabaya di internal PDIP ini juga dipengaruhi misi politik 2024. Menurutnya, DPP PDIP pasti berhitung bahwa PDIP harus tetap menjaga kekuasaannya di Kota Surabaya yang sudah digenggamnya selama 20 tahun, yakni dua periode kepemimpinan Bambang Dh dan dua periode kepemimpinan Tri Rismaharini.
"PDIP sangat membaca kepentingan Pilkada Surabaya dengan Pemilu 2024 karena Surabaya kan barometernya Jawa Timur, dan PDIP yang sangat kuat di Jawa Timur kan salah satunya di Surabaya," tuturnya. (Baca juga: Megawati Tugaskan Anak Buahnya Konsolidasi di Jatim dan Kota Surabaya)
Dikatakan Suko, jumlah anggota DPR PDIP yang terpilih dari Surabaya cukup banyak. Selain itu, banyak tokoh PDIP di pusat yang andal berasal dari Surabaya. Misalnya Bambang DH atau Indah Kurnia.
(kri)
tulis komentar anda