Prabowo Subianto Disarankan Adopsi Budaya Sisu untuk Wujudkan Swasembada Pangan
Sabtu, 12 Oktober 2024 - 15:40 WIB
“Dikenal sebagai negara dengan pola pendidikan terbaik, dibuktikan dengan pertumbuhan masif inovasi dan teknologi hingga saat ini sekalipun populasinya terbatas,” urai Dina.
Menurut World Happiness Report 2024, Finlandia dinobatkan sebagai negara paling bahagia dengan pendapatan per kapita tertinggi se dunia. Selain itu, Newsweek 2010 menempatkan Finlandia sebagai negara terbaik di dunia, juga posisi pertama Indeks Manusia Dunia di 2015. Finlandia saat ini juga merupakan salah satu negara terkuat bidang Pertahanan Keamanan di Uni Eropa dengan komposisi kekuatan seimbang antara jumlah personel militer dan persenjataan.
Sisu di Finlandia, serupa dengan Ppali-ppali di Korea Selatan, Ganbaru di Jepang, Sumud di Palestina, atau alon alon waton kelakon di Jawa (Indonesia) yang intinya berarti spirit kegigihan menembus peluang. Tanpa kegigihan atau kesungguhan maka potensi sebesar apa pun tidak akan termanfaatkan dengan baik. Sisu mengombinasikan kerja cerdas dan kerja keras yang melibatkan kekuatan fisik, otak dan juga psikologis dengan ritme yang konsisten.
Ketua Umum IKATANI ini mengingatkan jelang rezim Orde Baru berakhir di era 90an, masa pergeseran agraris ke industri lambat laun menanggalkan fundamental sehingga mendegradasi kemampuan bangsa dalam mengoptimalkan sektor andalan yang seyogyanya diperlakukan sebagai prioritas, yang pertama dan utama.
”Maka retrospeksi atas fakta masa lalu, nampaknya menjadi komitmen Pemerintahan baru, presiden terpilih Prabowo Subianto, melalui tekadnya mewujudkan swasembada pangan dalam kurun waktu empat tahun ke depan, yakni maksimum di 2029,” ujarnya.
Involusi atau kemunduran akut sektor pangan dan pertanian yang berlangsung selama beberapa dekade terakhir, ditunjukkan dengan semakin rendahnya minat generasi muda bergerak di sektor agraris, importasi pangan yang semakin tinggi serta masih mendominasinya kelompok masyarakat berkategori miskin bersumber dari profesi petani dan nelayan.
“Selain itu budaya pangan lokal telah bergeser pada selera asing, terutama di kalangan muda yang menampakkan rentannya political gastronomy kita,” ucapnya.
Memastikan lahirnya patriot-patriot pangan yang keberadaan dan eksistensinya direkontruksi oleh sistem yang terintegrasi, mutlak perlu dilakukan pemerintah yang akan datang. Alih-alih swasembada, jangan sampai meminggirkan petani atau nelayan tradisional dan minat generasi muda akibat kebijakan kooptasi, semata-mata pro koorporasi besar. Kesejahteraan rakyat, dalam hal ini petani dan nelayan adalah pilar utama kesuksesan swasembada yang dalam jangka panjang diartikan sebagai kedaulatan pangan.
Berbagai kendala dan kemustahilan yang mungkin muncul dalam wacana penguatan sektor pangan dan pertanian perlu diterobos melalui ide-ide atau konseptual yang mengakar pada budaya lokal dan kekuatan sumber daya nasional secara detil dan komprehensif.
”Kegigihan dalam budaya Sisu, dapat dimaknai sebagai upaya sungguh-sungguh memenuhi kebutuhan pangan lokal yang berkualitas dan konsisten untuk sekaligus mencetak generasi masa depan yang sehat dan cerdas serta mensejahterakan petani dan nelayan Indonesia sebagaimana mestinya dengan mengoptimalkan kekuatan domestik, agar kesuksesan hakiki bukan sekedar mimpi,” pungkas Dina yang juga alumnus Doktoral Strategi Pertahanan Unhan RI.
Menurut World Happiness Report 2024, Finlandia dinobatkan sebagai negara paling bahagia dengan pendapatan per kapita tertinggi se dunia. Selain itu, Newsweek 2010 menempatkan Finlandia sebagai negara terbaik di dunia, juga posisi pertama Indeks Manusia Dunia di 2015. Finlandia saat ini juga merupakan salah satu negara terkuat bidang Pertahanan Keamanan di Uni Eropa dengan komposisi kekuatan seimbang antara jumlah personel militer dan persenjataan.
Sisu di Finlandia, serupa dengan Ppali-ppali di Korea Selatan, Ganbaru di Jepang, Sumud di Palestina, atau alon alon waton kelakon di Jawa (Indonesia) yang intinya berarti spirit kegigihan menembus peluang. Tanpa kegigihan atau kesungguhan maka potensi sebesar apa pun tidak akan termanfaatkan dengan baik. Sisu mengombinasikan kerja cerdas dan kerja keras yang melibatkan kekuatan fisik, otak dan juga psikologis dengan ritme yang konsisten.
Ketua Umum IKATANI ini mengingatkan jelang rezim Orde Baru berakhir di era 90an, masa pergeseran agraris ke industri lambat laun menanggalkan fundamental sehingga mendegradasi kemampuan bangsa dalam mengoptimalkan sektor andalan yang seyogyanya diperlakukan sebagai prioritas, yang pertama dan utama.
”Maka retrospeksi atas fakta masa lalu, nampaknya menjadi komitmen Pemerintahan baru, presiden terpilih Prabowo Subianto, melalui tekadnya mewujudkan swasembada pangan dalam kurun waktu empat tahun ke depan, yakni maksimum di 2029,” ujarnya.
Involusi atau kemunduran akut sektor pangan dan pertanian yang berlangsung selama beberapa dekade terakhir, ditunjukkan dengan semakin rendahnya minat generasi muda bergerak di sektor agraris, importasi pangan yang semakin tinggi serta masih mendominasinya kelompok masyarakat berkategori miskin bersumber dari profesi petani dan nelayan.
“Selain itu budaya pangan lokal telah bergeser pada selera asing, terutama di kalangan muda yang menampakkan rentannya political gastronomy kita,” ucapnya.
Memastikan lahirnya patriot-patriot pangan yang keberadaan dan eksistensinya direkontruksi oleh sistem yang terintegrasi, mutlak perlu dilakukan pemerintah yang akan datang. Alih-alih swasembada, jangan sampai meminggirkan petani atau nelayan tradisional dan minat generasi muda akibat kebijakan kooptasi, semata-mata pro koorporasi besar. Kesejahteraan rakyat, dalam hal ini petani dan nelayan adalah pilar utama kesuksesan swasembada yang dalam jangka panjang diartikan sebagai kedaulatan pangan.
Berbagai kendala dan kemustahilan yang mungkin muncul dalam wacana penguatan sektor pangan dan pertanian perlu diterobos melalui ide-ide atau konseptual yang mengakar pada budaya lokal dan kekuatan sumber daya nasional secara detil dan komprehensif.
”Kegigihan dalam budaya Sisu, dapat dimaknai sebagai upaya sungguh-sungguh memenuhi kebutuhan pangan lokal yang berkualitas dan konsisten untuk sekaligus mencetak generasi masa depan yang sehat dan cerdas serta mensejahterakan petani dan nelayan Indonesia sebagaimana mestinya dengan mengoptimalkan kekuatan domestik, agar kesuksesan hakiki bukan sekedar mimpi,” pungkas Dina yang juga alumnus Doktoral Strategi Pertahanan Unhan RI.
tulis komentar anda