Prabowo Subianto Disarankan Adopsi Budaya Sisu untuk Wujudkan Swasembada Pangan

Sabtu, 12 Oktober 2024 - 15:40 WIB
loading...
Prabowo Subianto Disarankan...
Pakar pertahanan dan pangan, Dina Hidayana mengusulkan presiden terpilih Prabowo Subianto mengadopsi budaya Sisu Finlandia untuk mewujudkan swasembada pangan. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Gagasan strategis terkait rencana penguatan sektor pangan sebagai basis utama pertahanan negara yang disampaikan Presiden terpilih Prabowo Subianto disambut positif. Gagasan itu disampaikan Prabowo saat acara BNI Investor Daily Summit 2024 di JCC, Senayan.

Pakar pertahanan dan pangan, Dina Hidayana mengatakan, sebuah negara tidak bisa mengklaim diri sebagai negara besar dan digdaya apabila masih menggantungkan sektor pangan sebagai fundamental pada negara atau bangsa lain. Selain itu, urusan pangan bukan sekadar menyoal kondisi hari ini, tapi menyangkut kualitas generasi masa depan.

“Karenanya dimensi pangan ini sangat luas dan berdampak jangka panjang tidak bisa diperlakukan secara serampangan,” tegas Dina, Sabtu (12/10/2024).



Dina Hidayana melihat pentingnya pelibatan multi aktor dalam mensintesa kompleksitas permasalahan sektor pangan dan pertanian Indonesia dari hulu ke hilir, khususnya dalam penguatan riset dan teknologi serta adaptasi transformasi yang terintegrasi.

Swasembada pangan diharapkan bukan sekadar pengadaan produksi di masa tertentu, namun menyangkut sikap mental bangsa dalam memahami pentingnya kemandirian tanpa menabukan budaya tradisional serta perlunya mengelaborasi kekuatan baru berupa pengetahuan visioner, teknologi kekinian dan daya kolaborasi.



Dina melihat Budaya Sisu yang dimiliki Negara Finlandia yang memiliki kondisi iklim dan topografi relatif sulit, menarik untuk diadopsi sebagai pemantik inspirasi. Sisu bisa diartikan sebagai kombinasi tekad bulat, pendirian kuat, harga diri tinggi, kegigihan, semangat, ketekunan dan konsistensi dalam mengatasi hambatan atau kesulitan yang ekstrem atau tidak lazim. Bahkan perjuangan mencapai tujuan tetap difokuskan meskipun peluang keberhasilan mendekati nol.

Kemampuan bukan sekadar untuk bertahan hidup dari cuaca ekstrem namun sekaligus upaya sungguh-sungguh meraih kesuksesan yang dipandang sebagai mustahil sekalipun. Finlandia masa itu melalui konsep Sisu, berhasil mendeklarasikan kemerdekaan di 1917 dari cengkraman Rusia dan bahkan dikenal sebagai produsen telepon genggam Nokia yang sangat populer era 1990an.

“Dikenal sebagai negara dengan pola pendidikan terbaik, dibuktikan dengan pertumbuhan masif inovasi dan teknologi hingga saat ini sekalipun populasinya terbatas,” urai Dina.

Menurut World Happiness Report 2024, Finlandia dinobatkan sebagai negara paling bahagia dengan pendapatan per kapita tertinggi se dunia. Selain itu, Newsweek 2010 menempatkan Finlandia sebagai negara terbaik di dunia, juga posisi pertama Indeks Manusia Dunia di 2015. Finlandia saat ini juga merupakan salah satu negara terkuat bidang Pertahanan Keamanan di Uni Eropa dengan komposisi kekuatan seimbang antara jumlah personel militer dan persenjataan.

Sisu di Finlandia, serupa dengan Ppali-ppali di Korea Selatan, Ganbaru di Jepang, Sumud di Palestina, atau alon alon waton kelakon di Jawa (Indonesia) yang intinya berarti spirit kegigihan menembus peluang. Tanpa kegigihan atau kesungguhan maka potensi sebesar apa pun tidak akan termanfaatkan dengan baik. Sisu mengombinasikan kerja cerdas dan kerja keras yang melibatkan kekuatan fisik, otak dan juga psikologis dengan ritme yang konsisten.

Ketua Umum IKATANI ini mengingatkan jelang rezim Orde Baru berakhir di era 90an, masa pergeseran agraris ke industri lambat laun menanggalkan fundamental sehingga mendegradasi kemampuan bangsa dalam mengoptimalkan sektor andalan yang seyogyanya diperlakukan sebagai prioritas, yang pertama dan utama.

”Maka retrospeksi atas fakta masa lalu, nampaknya menjadi komitmen Pemerintahan baru, presiden terpilih Prabowo Subianto, melalui tekadnya mewujudkan swasembada pangan dalam kurun waktu empat tahun ke depan, yakni maksimum di 2029,” ujarnya.

Involusi atau kemunduran akut sektor pangan dan pertanian yang berlangsung selama beberapa dekade terakhir, ditunjukkan dengan semakin rendahnya minat generasi muda bergerak di sektor agraris, importasi pangan yang semakin tinggi serta masih mendominasinya kelompok masyarakat berkategori miskin bersumber dari profesi petani dan nelayan.

“Selain itu budaya pangan lokal telah bergeser pada selera asing, terutama di kalangan muda yang menampakkan rentannya political gastronomy kita,” ucapnya.

Memastikan lahirnya patriot-patriot pangan yang keberadaan dan eksistensinya direkontruksi oleh sistem yang terintegrasi, mutlak perlu dilakukan pemerintah yang akan datang. Alih-alih swasembada, jangan sampai meminggirkan petani atau nelayan tradisional dan minat generasi muda akibat kebijakan kooptasi, semata-mata pro koorporasi besar. Kesejahteraan rakyat, dalam hal ini petani dan nelayan adalah pilar utama kesuksesan swasembada yang dalam jangka panjang diartikan sebagai kedaulatan pangan.

Berbagai kendala dan kemustahilan yang mungkin muncul dalam wacana penguatan sektor pangan dan pertanian perlu diterobos melalui ide-ide atau konseptual yang mengakar pada budaya lokal dan kekuatan sumber daya nasional secara detil dan komprehensif.

”Kegigihan dalam budaya Sisu, dapat dimaknai sebagai upaya sungguh-sungguh memenuhi kebutuhan pangan lokal yang berkualitas dan konsisten untuk sekaligus mencetak generasi masa depan yang sehat dan cerdas serta mensejahterakan petani dan nelayan Indonesia sebagaimana mestinya dengan mengoptimalkan kekuatan domestik, agar kesuksesan hakiki bukan sekedar mimpi,” pungkas Dina yang juga alumnus Doktoral Strategi Pertahanan Unhan RI.

(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1670 seconds (0.1#10.140)