Indonesia Diminta Siapkan Mitigasi Hadapi Perang Modern dan Multikrisis
Selasa, 17 September 2024 - 11:59 WIB
JAKARTA - Pemerintah Indonesia diminta untuk menyiapkan mitigasi menghadapi perang modern dan multikrisis. Untuk itu, para pemimpin tidak terlena dengan manuver dan intrik politik yang tidak substansial sehingga mengabaikan kepekaan dalam menghadapi ketidakpastian global dan risiko turbulensi yang semakin curam serta berpotensi membahayakan bangsa dalam jangka panjang.
Hal tersebut disampaikan pakar pertahanan sekaligus alumnus Doktoral Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan (Unhan) Dina Hidayana usai mengikuti Dialog Demokrasi di Habibie Center Jakarta beberapa waktu lalu.
Kondisi ekstrem akibat pergeseran era Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiquity (VUCA) menuju Turbulency, Uncertainty, Novelty, Ambiquity (TUNA) perlu diwaspadai dan diantisipasi secara detail dan cermat agar Indonesia tidak turut terjebak dalam multikrisis dan efek perang modern.
“Tanpa upaya pencegahan (mitigasi) yang serius melalui reformulasi rancang bangun sistem strategi perencanaan, proyeksi ancaman dan pengawasan memadai, maka kekacauan dan runtuhnya kedigdayaan negara bukan hal mustahil,” kata putri dari almarhum Mardani abituren AKABRI 74 ini, Selasa (17/9/2024).
Dina memandang adagium “si vis pacem, para bellum”, yang artinya jika menginginkan damai maka bersiaplah perang masih relevan dengan strategi pertahanan kontemporer. Kondisi masa damai justru lebih rumit dibandingkan masa perang, mengingat “war time” hanya berfokus pada pelaksanaan dan kemenangan perang tanpa mengindahkan efisiensi.
Baca juga: KSAU Sebut Pertahanan Udara Jadi Salah Satu Kekuatan Perang Modern
Sementara “peace time” menuntut efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya nasional yang terbatas, baik itu SDM maupun SDA untuk eksistensi berkesinambungan.
Dina menyebut, fakta bahwa masyarakat dan aktor politik kekinian cenderung disibukkan dengan perebutan kekuasaan atau suksesi kepemimpinan di berbagai organisasi dan institusi tanpa mengindahkan visi dan solusi kongkret yang ditawarkan dalam mengatasi berbagai persoalan dan ancaman bagi masyarakat dan masa depan negeri.
Hal tersebut disampaikan pakar pertahanan sekaligus alumnus Doktoral Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan (Unhan) Dina Hidayana usai mengikuti Dialog Demokrasi di Habibie Center Jakarta beberapa waktu lalu.
Kondisi ekstrem akibat pergeseran era Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiquity (VUCA) menuju Turbulency, Uncertainty, Novelty, Ambiquity (TUNA) perlu diwaspadai dan diantisipasi secara detail dan cermat agar Indonesia tidak turut terjebak dalam multikrisis dan efek perang modern.
“Tanpa upaya pencegahan (mitigasi) yang serius melalui reformulasi rancang bangun sistem strategi perencanaan, proyeksi ancaman dan pengawasan memadai, maka kekacauan dan runtuhnya kedigdayaan negara bukan hal mustahil,” kata putri dari almarhum Mardani abituren AKABRI 74 ini, Selasa (17/9/2024).
Dina memandang adagium “si vis pacem, para bellum”, yang artinya jika menginginkan damai maka bersiaplah perang masih relevan dengan strategi pertahanan kontemporer. Kondisi masa damai justru lebih rumit dibandingkan masa perang, mengingat “war time” hanya berfokus pada pelaksanaan dan kemenangan perang tanpa mengindahkan efisiensi.
Baca juga: KSAU Sebut Pertahanan Udara Jadi Salah Satu Kekuatan Perang Modern
Sementara “peace time” menuntut efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya nasional yang terbatas, baik itu SDM maupun SDA untuk eksistensi berkesinambungan.
Dina menyebut, fakta bahwa masyarakat dan aktor politik kekinian cenderung disibukkan dengan perebutan kekuasaan atau suksesi kepemimpinan di berbagai organisasi dan institusi tanpa mengindahkan visi dan solusi kongkret yang ditawarkan dalam mengatasi berbagai persoalan dan ancaman bagi masyarakat dan masa depan negeri.
tulis komentar anda