PP Kesehatan Terus Mendapat Penolakan
Jum'at, 13 September 2024 - 17:04 WIB
JAKARTA - Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan ( UU Kesehatan ) terus mendapat penolakan. Salah satu pasal yang diperbincangkan adalah mengenai pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah atau area bermain anak.
Usulan pasal tersebut ditolak berbagai kelompok masyarakat, terutama pemilik toko kelontong dan warung kecil. Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) Suhendro mempertanyakan bagaimana pengawasan dari pelaksanaan aturan tersebut.
Sebab, dia menilai penentuan jarak dan radius yang disertakan tidak memiliki alasan yang jelas. “Kita tegas menolak. Karena itu pasti membuat pendapatan pedagang kita menurun,” kata Suhendro dalam keterangannya, Jumat (13/9/2024).
Dia berpendapat, dengan kondisi ekonomi menurun saat ini, maka peraturan tersebut harus di-review ulang oleh pemerintah baru. “Prabowo (Presiden Terpilih Prabowo Subianto) dulu pernah menjadi ketua asosiasi pedagang pasar ya. Jarak 200 meter itu harus dihapus. Aturan kok memberatkan,’ tuturnya.
Diketahui, proses penyusunan aturan UU Kesehatan dan PP Kesehatan menimbulkan pro dan kontra. Meski sejak awal mendapat banyak protes karena prosesnya tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait, pengesahan kedua aturan tersebut tetap dilakukan pemerintah.
“Jika terus dipaksakan, peraturan ini akan menjadi beban masa depan bagi pemerintahan baru dan bertentangan dengan visi presiden dan wakil presiden terpilih,” ujar Suhendro.
Hal senada dikatakan oleh pemilik toko kelontong di Cianjur Enjang. Enjang berpendapat, aturan tersebut bisa membuat ekonominya makin susah. Selama berjualan, dia mengaku tidak pernah menjual barang yang tidak layak untuk dikonsumsi anak-anak.
Dia menuturkan, keberadaan tokonya bukan baru satu atau dua tahun, melainkan sudah puluhan tahun. Dia melanjutkan, usaha yang dibangunnya selama ini menjadi sumber penghasilan utamanya, sehingga aturan-aturan yang menekan seperti yang tertuang tersebut justru akan berpotensi menurunkan pendapatannya.
Usulan pasal tersebut ditolak berbagai kelompok masyarakat, terutama pemilik toko kelontong dan warung kecil. Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) Suhendro mempertanyakan bagaimana pengawasan dari pelaksanaan aturan tersebut.
Sebab, dia menilai penentuan jarak dan radius yang disertakan tidak memiliki alasan yang jelas. “Kita tegas menolak. Karena itu pasti membuat pendapatan pedagang kita menurun,” kata Suhendro dalam keterangannya, Jumat (13/9/2024).
Dia berpendapat, dengan kondisi ekonomi menurun saat ini, maka peraturan tersebut harus di-review ulang oleh pemerintah baru. “Prabowo (Presiden Terpilih Prabowo Subianto) dulu pernah menjadi ketua asosiasi pedagang pasar ya. Jarak 200 meter itu harus dihapus. Aturan kok memberatkan,’ tuturnya.
Diketahui, proses penyusunan aturan UU Kesehatan dan PP Kesehatan menimbulkan pro dan kontra. Meski sejak awal mendapat banyak protes karena prosesnya tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait, pengesahan kedua aturan tersebut tetap dilakukan pemerintah.
“Jika terus dipaksakan, peraturan ini akan menjadi beban masa depan bagi pemerintahan baru dan bertentangan dengan visi presiden dan wakil presiden terpilih,” ujar Suhendro.
Hal senada dikatakan oleh pemilik toko kelontong di Cianjur Enjang. Enjang berpendapat, aturan tersebut bisa membuat ekonominya makin susah. Selama berjualan, dia mengaku tidak pernah menjual barang yang tidak layak untuk dikonsumsi anak-anak.
Dia menuturkan, keberadaan tokonya bukan baru satu atau dua tahun, melainkan sudah puluhan tahun. Dia melanjutkan, usaha yang dibangunnya selama ini menjadi sumber penghasilan utamanya, sehingga aturan-aturan yang menekan seperti yang tertuang tersebut justru akan berpotensi menurunkan pendapatannya.
(rca)
tulis komentar anda