Megawati Digugat Kader PDIP di PN Jakarta Pusat
Senin, 09 September 2024 - 15:57 WIB
JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) Megawati Soekarnoputri digugat oleh kadernya sendiri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Penggugat menilai perpanjangan jabatan Megawati dan jajaran pengurus PDIP hingga 2025 telah menyalahi AD/ART partai.
Gugatan resmi dilayangkan oleh Djufri dan kawan kawan melalui huasa hukumnya, Anggiat BM Manalu, Rabu (5/9/2024). Gugatan itu resmi teregritrasi dengan Nomor perkara 540/Pdt.G/2024/PN.Jk.Pst, tanggal 5/9/2024.
Anggiat menyatakan, Megawati harus bertanggung jawab atas semua surat rekomendasi PDIP yang mencalonkan para bakal calon kepala daerah (cakada) di berbagai provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Pasalnya, kata dia, SK rekomendasi cakada itu cacat hukum lantaran kepengurusan Megawati telah berakhir pada Agustus 2024.
"Bahwa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sudah demisioner sebagai Ketua Umum Partai PDIP, beserta seluruh pengurus lainnya sejak tanggal 10/8/2024. Masa periode kepengurusan sudah berakhir maka seharusnya dilakukan kongres. Sehingga tidak lagi berwenang untuk mengangkat dan melantik pengurus baru PDIP untuk tahun 2019-2024 hingga 2025," katanya.
Ia menjelaskan, penyusunan pengurus DPP PDIP harus melakukan kongres sesuai AD/ART partai. Dengan demikian, ia menilai kepengurusan PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 tidak sah dan cacat hukum yang harus dibatalkan.
Anggiat menyoroti langkah Megawati yang menyusun dan melantik pengurus baru DPP PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tanpa prosedur yang tidak benar.
"Hal itu merupakan perbuatan melawan hukum yang harus diluruskan dengan membatalkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI sebagaimana Nomor M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, tentang pengesahan struktur, komposisi dan Personalia DPP PDIP masa bakti 2024-2025," ucap Anggiat.
"Kemudian, penebitan SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH), karena tidak sesuai prosesur AD/ART dan adanya dugaan konflik kepentingan (conflict of interest) pribadi," imbuhnya.
Gugatan resmi dilayangkan oleh Djufri dan kawan kawan melalui huasa hukumnya, Anggiat BM Manalu, Rabu (5/9/2024). Gugatan itu resmi teregritrasi dengan Nomor perkara 540/Pdt.G/2024/PN.Jk.Pst, tanggal 5/9/2024.
Anggiat menyatakan, Megawati harus bertanggung jawab atas semua surat rekomendasi PDIP yang mencalonkan para bakal calon kepala daerah (cakada) di berbagai provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Pasalnya, kata dia, SK rekomendasi cakada itu cacat hukum lantaran kepengurusan Megawati telah berakhir pada Agustus 2024.
"Bahwa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sudah demisioner sebagai Ketua Umum Partai PDIP, beserta seluruh pengurus lainnya sejak tanggal 10/8/2024. Masa periode kepengurusan sudah berakhir maka seharusnya dilakukan kongres. Sehingga tidak lagi berwenang untuk mengangkat dan melantik pengurus baru PDIP untuk tahun 2019-2024 hingga 2025," katanya.
Ia menjelaskan, penyusunan pengurus DPP PDIP harus melakukan kongres sesuai AD/ART partai. Dengan demikian, ia menilai kepengurusan PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 tidak sah dan cacat hukum yang harus dibatalkan.
Anggiat menyoroti langkah Megawati yang menyusun dan melantik pengurus baru DPP PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tanpa prosedur yang tidak benar.
"Hal itu merupakan perbuatan melawan hukum yang harus diluruskan dengan membatalkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI sebagaimana Nomor M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, tentang pengesahan struktur, komposisi dan Personalia DPP PDIP masa bakti 2024-2025," ucap Anggiat.
"Kemudian, penebitan SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH), karena tidak sesuai prosesur AD/ART dan adanya dugaan konflik kepentingan (conflict of interest) pribadi," imbuhnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda