Pilkada 2024 Bukti Hegemoni Pimpinan Parpol, Aspirasi Masyarakat Terputus
Senin, 09 September 2024 - 06:21 WIB
JAKARTA - Dosen Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menyebut terjadi banyak ketidakpuasan di sejumlah daerah Hal ini karena putusnya aspirasi masyarakat terhadap calon kepala daerah yang maju dalam Pilkada 2024 .
Menurut dia, terjadi sentralisasi pencalonan dan hegemoni pengurus pusat partai politik melalui rekomendasi dari DPP partai.
“Di Jakarta ada Anies Baswedan dan Ahok. Kok yang dicalonkan lain. Nah, itu yang menjadi problem,” kata Titi saat mengisi dialog Webinar: Kotak Kosong untuk Semua Daerah. Mungkinkah?, Minggu (8/9/2024).
Terputusnya aspirasi dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan menimbulkan ekspresi ketidakpuasan dengan adanya gerakan mencoblos semua kandidat. Bahkan, ada lokasi yang masyarakatnya menolak kehadiran calon tertentu sebagai bentuk kemarahan.
“Di daerah-daerah calon tunggal ada gerakan tandingan mendaftarkan kotak kosong setelah calon tunggal didaftarkan. Misalnya di Kota Pangkalpinang, Asahan, Gresik, serta beberapa daerah lain,” ucapnya.
Ketidakpuasan tersebut turut membuat suara kosong, kotak kosong, atau gerakan tidak memilih calon tunggal menjadi wacana yang dibahas di ruang publik.
“Pembahasan blank vote, suara kosong, kotak kosong, atau none of the above atau nggak pilih semuanya, itu menarik untuk dibincangkan karena ini soal formalisasi ekspresi politik yang berbeda bahwa tidak semua ekspresi politik itu dapat diwadahi oleh pasangan calon yang ada di kotak suara," ujar Titi.
Dia merekomendasikan adanya evaluasi atas sentralisasi pencalonan kepala dan wakil kepala daerah. Selain itu, dia menyarankan agar otonomi pencalonan diberikan kepada pengurus partai di daerah, bukan seperti saat ini yang terpusat di DPP.
Menurut dia, terjadi sentralisasi pencalonan dan hegemoni pengurus pusat partai politik melalui rekomendasi dari DPP partai.
“Di Jakarta ada Anies Baswedan dan Ahok. Kok yang dicalonkan lain. Nah, itu yang menjadi problem,” kata Titi saat mengisi dialog Webinar: Kotak Kosong untuk Semua Daerah. Mungkinkah?, Minggu (8/9/2024).
Terputusnya aspirasi dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan menimbulkan ekspresi ketidakpuasan dengan adanya gerakan mencoblos semua kandidat. Bahkan, ada lokasi yang masyarakatnya menolak kehadiran calon tertentu sebagai bentuk kemarahan.
“Di daerah-daerah calon tunggal ada gerakan tandingan mendaftarkan kotak kosong setelah calon tunggal didaftarkan. Misalnya di Kota Pangkalpinang, Asahan, Gresik, serta beberapa daerah lain,” ucapnya.
Ketidakpuasan tersebut turut membuat suara kosong, kotak kosong, atau gerakan tidak memilih calon tunggal menjadi wacana yang dibahas di ruang publik.
“Pembahasan blank vote, suara kosong, kotak kosong, atau none of the above atau nggak pilih semuanya, itu menarik untuk dibincangkan karena ini soal formalisasi ekspresi politik yang berbeda bahwa tidak semua ekspresi politik itu dapat diwadahi oleh pasangan calon yang ada di kotak suara," ujar Titi.
Dia merekomendasikan adanya evaluasi atas sentralisasi pencalonan kepala dan wakil kepala daerah. Selain itu, dia menyarankan agar otonomi pencalonan diberikan kepada pengurus partai di daerah, bukan seperti saat ini yang terpusat di DPP.
(jon)
tulis komentar anda